140.000 Hektar Tanah dari Orang Arab, Inilah Modal Awal Israel di Palestina

Oleh: Susetyo Jauhar Arifin, Pemerhati Budaya

REKAYOREK.IDSadumuk bathuk sanyari bumi. Demikian orang Jawa membangun konsep tentang sakralnya tanah bagi mereka. Tanah, biar secuil, adalah nyawa yang harus dipertahankan sekuat tenaga. Orang Jawa Surabaya menambahi pepatah di atas dengan kata “ditohi pati”, alias nyawa taruhannya.

Demikian saya hendak memulai menulis tentang goro-goro Israel-Palestina yang saat ini memenuhi halaman tiktok. Biasanya saya mengakses media suka-suka ini hanya untuk suka-suka saja, namun dua minggu terakhir media suka-suka ini tetiba turut latah tentang Israel-Palestina. ini sudah keterlaluan dan mengganggu suka-suka, tanda bahwa saya harus ikut menulis juga. Paham?

Tanpa bermaksud pamer, eh, saya ini penggemar berat film perang, khususnya yang bersetting perang dunia kedua. Sekitar 1994 saya demikian terpukau dan tercekam oleh film Schindler’s List besutan Steven Spielberg. Simpati dan iba membanjir atas penderitaan warga beragama Yahudi yang dinista Nazi Jerman. Menurutku itu film terbaik yang bertutur tentang Holocaust.

Hampir semua film perang produksi Hollywood pernah saya tonton, dan sebagian besar diselipi kisah derita Yahudi. Awalnya itu terasa normal, namun lama-lama saya ingin muntah jugq. Over dosis. Seakan-akan kisah kolosal perang dunia kedua hanyalah tentang derita Yahudi.

Semua pasti ada maksud dan tujuan. Tentu saja pertama-tama kita harus memberikan apresiasi kepada produser dan sineas Hollywood berdarah Yahudi atas kegigihannya memperjuangkan pengarusutamaan kisah Yahudi di film-film mereka. Sisi baiknya, bukan hanya Yahudi yang diarusutamakan Hollywood, tetapi juga kulit hitam. Sebuah film Hollywood tak lengkap jika tidak ada tokoh kulit putih, kulit hitam, dan Yahudi. Demikian pakemnya. Sisi buruknya, eh, tak ada sisi buruk jika penonton selektif. Bukan salah Yahudi jika mereka menjual kisah kaumnya, salah kita sendiri yang menonton dan tidak peka terhadap pesan subjektif namun canggih yang diselipkan oleh sang penutur. Kitapun akan terus mengisahkan ajibnya kisah Indonesia jika membuat film internasional.

Maka saya memutuskan tidak lagi menonton film perang dunia kedua yang menyelipkan kisah Yahudi di dalamnya. Seseru apapun film tersebut. Ini adalah pilihan merdeka. Saya tidak mau menjadi korban cuci otak alusan nan canggih dari anak-anak Israel. Kenapa demikian? Penderitaan Yahudi pada perang dunia kedua adalah motif terkuat untuk menyetujui ide bahwa mereka harus punya negara sendiri. Oke, baiklah. Masalahnya adalah yang menderita akibat perang dunia kedua bukan Yahudi saja. Dan kalau terus-terusan menyelipkan adegan Yahudi, jangan-jangan itu hanya propaganda kalian…

Adapun tentang saling lontar roket dan bom antara Israel dan Hamas yang ramai hari ini, sebenarnya apa yang hendak ditulis tentang kisah yang terus berulang tanpa henti sejak 1948? Sebentar lagi ini akan reda, lalu beberapa tahun lagi kembali menggelegar. Dan dunia turut terpanggang dan terus terseret. Ini kisah nyaris menjadi drama sepanjang masa.

Dunia modern yang hebat ini tak kuasa memberikan solusi permanen bagi Israel-Palestina. Orang-orang pintar, bangsa-bangsa besar dan maju yang biasa kita percaya mampu membuat terobosan canggih selalu ompong giginya saat diminta membuat kebijakan atas Israel-Palestina. Why?

Sadumuk bathuk sanyari bumi juga berlaku bagi orang Israel maupun Palestina. Kisah pengambilalihan tanah oleh orang Yahudi bisa dilacak sejak 140 tahun silam.

First Aliyah (cari saja di wikipedia), adalah gerakan pertama migrasi warga beragama Yahudi dari Eropa Timur ke sekitar Jerussalem yang saat itu masih dalam kekuasaan Turki Usmani. Migrasi itu mereka beri judul “kembali” ke tanah asal. Mereka merasa punya hak “kembali” setelah berkelana selama 2.500 tahun di luar tanah moyangnya, bahkan setelah bentuk fisiknya telah berubah menyerupai fisik orang Eropa. (sekedar catatan: bentuk fisik manusia dapat mengalami perubahan/evolusi pada warna kulit, rambut, bola mata dll menyesuaikan dengan kondisi alam setempat setelah berdiam 3000 tahun di tempat baru).

Yahudi kembali ke tanah Israel, sumber foto: Wikipedia.

Ini agak membingungkan. Sebagai perbandingan, nenek moyang orang Indonesia katanya berasal dari Yunnan (wilayah China barat daya) yang pindah ke nusantara 3000-5000 tahun yang lalu. Dapatkah kita, suatu saat, mengklaim Yunnan sebagai tanah air kita dan mendirikan negara kita disana? Pelik mboten?

Penyebab migrasi. Rusia sejak abad 18 adalah kerajaan Kristen yang tak ramah bagi warga beragama Yahudi (Pale of Settlement), yang berkembang menjadi Pogrom, persekusi terhadap orang Yahudi pada akhir abad 19.

Didorong oleh persekusi di Rusia dan sebagian Eropa timur ini, dan terutama oleh indoktrinasi Zionisme, sebuah gerakan ideologis dan nasionalis yang menyerukan pendirian negara Israel di tanah suci, orang-orang Yahudi dari Rusia dan sebagian Eropa timur berbondong keluar dari negerinya. Sepanjang 1881-1903 (First Aliyah) dan 1904-1914 (Second Aliyah) jutaan orang Yahudi meninggalkan Eropa. Namun 95% dari mereka pindah ke AS, bukan ke tanah suci sebagaimana arahan petinggi Zionis. Hanya kurang dari 50.000 orang Yahudi yang pindah ke sekitar tanah suci. Walaupun migrasi ini disponsori besar-besaran oleh organisasi-organisasi Zionis dan lembaga keuangan semacam keluarga Rothschild. Jelas bahwa umumnya Yahudi lebih memilih mencari penghidupan yang lebih baik di AS, ketimbang kembali hidup sengsara di Timur Tengah.

Bayangkan ini semacam program transmigrasi. Puluhan ribu Yahudi miskin dari Rusia digiring ke sekitar tanah suci yang saat itu masih dalam kekuasaan Turki Usmani. Dimodali sejumlah uang oleh Rothschild untuk membeli tanah di sekitar Jerussalem. Hingga akhir first aliyah Yahudi telah membeli 350.000 dunam (acre, sekitar 140.000 hektar) tanah dari orang Arab. Inilah modal awal Israel.

Mendekati akhir perang dunia pertama, ada sekitar 50.000 orang Yahudi migran di tengah jutaan warga Arab Muslim dan Kristen yang telah tinggal di sana tanpa berkeputusan selama ribuan tahun. 50.000 orang Itu memang jumlah yang kecil, tapi geopolitik saat itu sedang berubah. Turki Usmani termasuk pihak yang kalah dalam perang dunia pertama. Kemudian otoritas atas kawasan tersebut berpindah tangan ke Inggris sebagai pemenang perang. Inilah awal dari rezim mandatori Inggris yang biasa disebut mandatori Palestina.

Tujuan awal mandatori Inggris adalah memberikan kemerdekaan kepada bangsa-bangsa Arab yang telah membantu mereka mengusir Turki Usmani pada perang dunia pertama. Namun secara sepihak tiba-tiba terselip agenda Inggris untuk mensupport orang Yahudi mendirikan negara Israel di kawasan, berdasarkan Deklarasi Balfour 1917. Arab merasa dikhianati oleh keputusan sepihak, tapi Inggris adalah pemenang perang. Ini yang namanya pemenang perang dapat memaksakan apapun. Namun dua agenda yang bertabrakan ini membuat Inggris kalang kabut sendiri. Hingga perang dunia kedua meletus, Inggris tak mampu memenuhi kedua janjinya di kawasan Jerussalem. Ide Inggris untuk membidani kelahiran 2 negara berdampingan, Israel dan Palestina menggantung tinggi di awan.

Sementara baik Arab maupun Yahudi yang dijanjikan negara terus merongrong Ingris memenuhi janjinya. Semua pihak memperkuat posisi masing-masing. Situasi ini terbentuk sejak 1920 hingga perang dunia meletus tahun 1939.

Sampai di sini paham ya, duduk perkara, siapa sesungguhnya kakek nenek dari yang hari ini menyebut dirinya bangsa Israel.

Bagi yang masih bingung Yahudi itu agama atau bangsa, agak rumit menjelaskannya. Pertama, Yahudi itu agama yang masuk rumpun agama-agama langit atau agama-agama Ibrahim (Abrahamic Religion) yang tertua, disusul Kristen dan Islam. Tetapi Yahudi juga sebuah keluarga atau bangsa karena mereka memiliki tradisi menikah dengan sesama untuk melahirkan keturunan yang terpelihara (murni) galurnya/nasabnya. Trus Israel itu sendiri apa? Israel adalah sebutan bagi para keturunan Jacob atau Ya’kub yang kesemuanya beragama Yahudi juga. Jadi istilah ini dapat ditukar-tukar.

Palestina
Komentar (0)
Tambah Komentar