Aksara Jawa Objek Diplomasi Budaya

REKAYOREK.ID Serat Kalathida. Itulah serat, yang ditulis dalam aksara Jawa oleh Raden Ngabehi Ranggawarsita pada 1860. Serat ini berbentuk macapat yang berisi tentang ajaran hidup yang universal, dimanapun dan kapanpun masih relevan.

Ranggawarsita

Ranggawarsita menulis serat ini karena kekecewaannya saat pangkatnya tidak dinaikkan seperti yang diharapkan. Ada wujud ketidakadilan, yang menyebabkan krisis sosial di segala lini kehidupan dan ia menyebutnya sebagai zaman edan atau gila.

Isi tulisan ini sangat populer saat itu dan kiranya esensinya masih berlaku hingga sekarang. Ringkasnya pesan itu adalah “Zamane zaman edan, yen ra edan ora keduman”. (Zamannya zaman gila, jika tidak gila tidak kebagian).

Yang menarik dari serat itu adalah penggunaan aksara Jawa. Secara umum isi serat Kalathida itu adalah tentang kondisi zaman edan. Secara literatif, dengan menggunakan aksara Jawa berarti semakin mempertegas bahwa puisi/serat Kalathida itu dari Jawa, Indonesia.

Wall Poems

Wall Poems (Dinding Puisi) Leiden adalah bagian dari proyek Puisi di Dinding (Wall Poems) dari Yayasan TEGEN-BEELD. Proyek asli mencakup 101 puisi dinding, yang diaplikasikan antara tahun 1992 dan 2005 di tembok tembok di kota Leiden. Beberapa puisi dinding telah hilang (pudar/aus), tetapi sebagian besar masih ada, meskipun terkadang harus dicat ulang. Demikian catatan https://nl.m.wikipedia.org/wiki/Lijst_van_muurgedichten_in_Leiden.

Puisi dinding di Leiden ini populer di kalangan penduduk setempat maupun Belanda secara umum serta wisatawan. Apalagi puisi puisi itu dipersembahkan menggunakan aksara asal negara. Dari Indonesia diwakili oleh Aksara Jawa karena puisi (serat) itu ditulis oleh Ranggawarsita pada 1860.

Lebih jauh lagi tidak hanya bentuk hurufnya yang indah, tidak sama dari huruf latin, sehingga secara fisik menarik perhatian mata termasuk wisatawan.

Aksara Jawa Atraksi Seni

Serupa dengan aksara Jawa yang dituliskan untuk nama sebuah taman di Surabaya. Yaitu Taman Apsari. Tulisan aksara Jawa “Taman Apsari” ini menarik rombongan wisatawan dari Eropa. Aksara Jawa tidak sekedar tulisan indah dan seni, tapi menyimpan sejarah peradaban.

Demikian kiranya dengan konsep Wall Poems di Leiden, yang tidak hanya menunjukkan wujud dan bentuk aksara (huruf), tetapi adalah peradaban dari pemilik aksara itu. Di tahun 1860 Ranggawarsita sudah bisa mengekspresikan rasa ketidakadilan yang berujung pada kegilaan. Pesan ini ternyata berlaku universal.

Objek Wall Poems dengan aksara Jawa ini pada Minggu (6/4/2025) dikunjungi oleh Michiel Eduard, yang pernah menjadi produser penyanyi dan seniwati Belanda kelahiran Surabaya, Wieteke Van Dort. Michiel dinggap sebagai anak angkat.

Menurut Michiel, Leiden adalah kota indah, yang semakin indah dengan peradaban bangsa bangsa lain melalui karya karya sastra. Leiden tidak hanya kota yang berbentuk fisik, tapi kota yang bernyawa budaya sastra.

Menurut literasi https://nl.m.wikipedia.org/wiki/Lijst_van_muurgedichten_in_Leiden bahwa puisi puisi dinding ini telah diiringi oleh ilustrasi musik. Bukan tidak mungkin Serat Kalathida ini juga diiringi alunan tembang, yang dikompos oleh musisi Michiel Eduard.@PAR/nng