Bidadari Setan #3

Kenikmatan Semu

Oleh: Noviyanto Aji

Sejak mahkota lepas, Alena menjadi orang ketagihan.

Rupanya kebebasan kawula muda membuat mereka makin berani melakukan perbuatan yang dilarang agama.

Naik ke kelas dua, ada Nanda telah menanti. Ceritanya nyaris sama dengan pacar pertamanya. Hubungan mereka berakhir di ranjang. Bahkan Alena tidak pernah takut akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan: hamil.

 “Aku tidak takut dengan bayang-bayang hamil. Karena aku sudah semakin mahir.”

Terlepas dari pacar keduanya, Alena mulai menjajaki dunia baru. Ia mulai tertarik dengan laki-laki yang usianya jauh lebih tua.

Laki-laki itu Anton. Dari situ sikap kekanak-kanakannya mulai hilang. Perangainya kian urakan, tak terkontrol. Ia kini bisa bersolek layaknya perempuan dewasa.

Dengan cermin kecil yang selalu dimasukkan dalam tasnya, Alena kerap bersolek dalam kelas tiap kali memasuki jam istirahat.

Ia cuek saja membubuhi gincu pada bibirnya. Sedikit-sedikit ia selalu merapikan rambutnya.

Ah, rambutku sudah bagus, ungkapnya dalam hati. Rambutnya panjang dan lurus, melambai-lambai seperti ayunan di taman yang dimainkan anak-anak kecil. Bangga. Sombong.

Alena selalu membanding-bandingkan rambutnya dengan model gadis shampoo. Sementara pakaian abu-abu yang dulunya di bawah lutut, dipotongnya hingga ke atas lutut.

Tampak pula betisnya yang indah tak tertutupi dibiarkannya terbuka. Sejak itu julukan perek kerap menghampirinya.

***

Dari Anton, Alena mulai mengenal dunia malam. Nyaris tiap malam Alena dugem.

Untuk pertama kali itulah ia dikenalkan dengan narkoba. Gadis muda ini kembali dihadapkan pada dunia yang benar-benar baru. Untuk itu, ia merasa perlu beradaptasi.

 “Aku adalah apa yang orang bilang, kuda binal. Kuberi tahu kau, aku adalah bagaimana kuda binal itu berjalan di sekolah. Ia seperti berjalan tapi tidak menginjakkan kaki di tanah. Sepertinya kaki-kaki itu kepanasan sampai kapan pun ia menyentuh tanah. Akan tetapi ia akan mengeluarkan liur yang berbuih. Tentu saja, karena ia mempunyai mulut yang lembek. Ia masih harus menumbuhkan gigi-gigi serinya agar tingginya rata, coba bayangkan dan persamakan aku dengan itu. Aku adalah seperti kuda itu. Kadang aku terjatuh karena kepanasan dan akan bangkit jika hari sudah senja. Kadang aku berjingkrak-jingkrak demi mendapatkan segenggam asa, yang kata orang jati diri itu. Ada banyak macamnya jati diri. Jati diriku menjadi budak seks dan budak narkoba.” 

 Banyak hal yang ditemui Alena. Dari ketika pertama kali ia menolak diberi narkoba hingga dijadikan pecandu narkoba. Dan ketika kesadarannya tidak pulih seratus persen, Alena dimanfaatkan orang-orang yang selalu menaruh hasrat padanya.

Batas-batas norma disepak menjauh, dibuang ke sampah, dan pada akhirnya yang tertinggal hanyalah kesenangan.

Alena berada sangat dekat pada pemakamannya sendiri. Di dalam pemakaman itu terdapat banyak keindahan tapi sebenarnya semu. Ada mobil berwarna hitam dengan bentuk yang aneh yang didekorasi dengan lipatan-lipatan dan sepuhan. Lalu ada pula peti mati yang dibuat dengan bahan kayu jati sangat mahal, bahkan seekor rayap pun tak bakal sanggup meremukkan untuk waktu yang sangat lama.

Di situ banyak dihadiri orang-orang berpenampilan necis ala ulama, berbau harum mewangian yang dari mulut mereka keluar sebaris doa-doa.

Begitu besar, indah, dan mewah.

Tapi semua itu hanya menegaskan kesemuan belaka. Kosong. Ia sendiri menikmati tapi sebenarnya ia jauh dari kenikmatan itu.  Alena menjadi bidadarinya para setan.[bersambung]  

 

bidadari