BUYA HAMKA (bagian dua)

Kota Melaka Tinggalah sayang
Beta naik balik ke pulau perca
Walau terpisah engkau sekarang
Lambat laun kembali pula
Walau luas watan terbentang
Danau Maninjau terkenang jua.

Lewat puisi bercorak pantun itu, Hamka menggambarkan kecintaannya pada kampung kelahirannya di tepi Danau Maninjau.

Danau Maninjau terletak di Kabupaten Agam, wilayahnya masuk Sumatera Barat. Dibalik pesonanya tersimpan sejuta kisah. Sejarah perjuangan dan pergerakan.

Perang Padri meletus di Sumatera Barat tahun 1803 hingga 1838. Mulanya melibatkan kaum Paderi yang menentang praktek adat yang dianggap menyimpang. Di sisi lain ada kaum adat Kerajaan Pagaruyung.

Karena terdesak, kaum adat meminta bantuan Belanda. Tapi belakangan, baik kaum adat maupun Paderi juga berbalik melawan Belanda. Satu tokoh yang menjadi simbol adalah Imam Bonjol.

Selain itu ada Abdul Arif, yang berjuluk tuanku Pau Pariaman atau Tuanku Nan Tuo. Abdul Arif berjuang menyebarkan ajaran Islam ke Padang, termasuk kawasan Maninjau.

Di Maninjau inilah Abdul Arif menikah dan dikaruniai dua anak, Lebai Putih Gigi dan Siti Saerah. Siti Saerah lalu memiliki cucu, bernama Abdul Karim Amarullah. Inilah ayah Buya Hamka.

Hamka lahir di rumah Gadang di Nagari Sungai Batang, kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam. Tanggalnya, 17 Februari 1908. Ayahnya, Abdul Karim Amrullah, adalah ulama pembaharu Islam di Minangkabau yang juga dipanggil Haji Rosul, Ibunya Siti Shafiah adalah keturunan seninam Minangkabau.

Keberanian Haji Rosul melawan penjajah tampak saat menolak melakukan Seikere, atau membungkuk hormat ke arah matahari untuk menghormat Kaisar Jepang.

Hamka terlahir dengan nama Abdul Malik Karim Amrullah. Ia anak pertama dari tujuh bersaudara. Kesukaannya berkenalan membuat Malik dijuluki Si Bujang Jauh. Hobi itu membuat Malik berkelana hingga ke tanah Jawa di mana dia terengaruh gerakan pembaharu Islam.

Bahkam Malik juga berkelana ke Tanah Suci. Yahun 1972, di usia 19 tahun ia berankat ke Mekkah, untuk berhaji dan memperdalam bahasa dan kesusasteraan Arab. Sepulang dari Arab, Malik menggunakan nama Hamka. Singkatan dari semua huruf depan namanya. Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Hamka.

Julukan Buya berasal dari bahasa Arab Abuya, yang bermakna ayah kami atau seseorang yang dihormati.

***
Semasa hidup, Hamka menghasilkan sekitar 137 karya. Dengan karya pertamanya sebuah roman minang berjudul Sri Sabariah. Hamka juga menulis tentang sejarah, tafsir, hadits, tasauf, bahasa, hingga sastra. Karyanya merupakan respon aktual terhadap kondisi masyarakat. Di saat terjadi paradoks masyarakat kota antara paham tasawuf ekstrem dan kehidupan hedonistik sekuler, Hamka menulis tasauf modern.

Di saat masyarakat modern dianggap lari dari ajaran Agama dan terseret arus materalisme, lahirlah mahakarya: Di Bawah Lindungan Ka’bah”. Atau Tenggelamnya Kapal Van Der Wicjk yang ditulis sebagai respon terhadap fenomena perseteruan adat dan agama.

Hamka adalah juga seorang Ustadz, Ulama, Ahli Filsafat, Sastrawan, Budayawan, Wartawan, dan juga Politikus. Pergulatannya di panggung politik sebagai tokoh Masyumi bersinggungan dengan presiden soekarno yang berhalauan Nasakom.

Puncaknya, 28 Agustus 1964 Hamka tiba-tiba ditangkap atas perintah Soekarno. Tuduhannya: Berkomplot akan membunuh Presiden Soekarno. Hamka ditahan tanpa diadili selama 2 tahun 4 bulan. Selama di penjara itulah karya fenomenal tercipta. Tafsir Al Azhar. Sebuah tafsir 30 juz Al Quran. Setelah soekarno tumbang, tahun 1966 Hamka dibebaskan atas perintah Soeharto. Dan, namanya direhabilitasi.

Saat Bung Karno wafat, Juni 1970, salah satu wasiatnya adalah agar Hamka lah yang memimpin sholat jenazahnya. Hamka hadir di Wisma Yaso, dia sholatkan orang yang pernah menzaliminya. “Dia sahabat saya, kami bersahabat, jadi saya maafkan itu kesalahan Soekarno.” Tegas Hamka, ketika ditanya para sahabat yang datang ke Wisma Yaso. (Habis)

Komentar (0)
Tambah Komentar