REKAYOREK.ID Ratusan massa dari berbagai daerah yang tergabung Gerakan Masyarakat Jawa Timur (Gemas Jatim), menggelar deklarasi menuntut untuk dihapuskannya aturan ambang batas (Presidential Threshold).
Ketua Gemas Jatim Yunaini Ali Rochayati, atau yang biasa dipanggil Oyik menuturkan bahwa pasal ambang batas 20 persen sangat inkonstitusional atau tidak sesuai amanah UUD 45, irasional (di luar nalar), menghilangkan norma keadilan serta memangkas dan membuat kebebasan rakyat dalam memilih menjadi terbatas.
Oyik juga menambahkan bahwa hal tersebut tertuang dalam Pasal 6 huruf a ayat (2) UUD 45 yang menyebutkan: Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum, bukan Presidential Threshold 20%
Selain itu, jelasnya, salah satu gagasan sentral di balik perubahan UUD 1945 (amandemen) paska reformasi adalah untuk memurnikan sistem pemerintahan presidensial Indonesia.
“Konyol jika mempergunakan hasil pemilu anggota legislatif sebagai persyaratan dalam mengisi posisi eksekutif tertinggi (chief executive atau presiden) jelas merusak logika sistem pemerintahan presidensial,” tegasnya, Minggu (19/12/2021).
Ditambahkan juga bahwa menggunakan hasil pemilu legislatif guna mengisi posisi pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi merupakan logika sistem parlementer.
Pasal 222 UU Pemilu dirancang untuk menguntungkan kekuatan-kekuatan politik yang menyusun norma itu sendiri, dan di sisi lain merugikan secara nyata kekuatan politik yang tidak ikut dalam merumuskan norma Pasal 222 UU Pemilu tersebut.
“Bagaimana mungkin menerima rasionalitas ketika hasil Pemilu DPR 2019 dipakai atau digunakan sebagai dasar untuk mengusulkan calon presiden dan wakil presiden Pemilu 2024,” ungkapnya.
Sedangkan partai politik yang lolos dalam verifikasi faktual sesuai Pasal 173 ayat (2) UU Pemilu sehingga menjadi peserta Pemilu 2024 tidak diberikan kesempatan untuk mengajukan calon presiden (dan wakil presiden) karena tidak memiliki kursi atau suara dalam Pemilu 2019.
Penggunaan Presidential Threshold 20% untuk mengajukan calon presiden dan wakil presiden juga mengamputasi salah satu fungsi partai politik, yaitu menyediakan dan menyeleksi calon pemimpin potensial masa depan.
Sehingga masyarakat tidak memiliki banyak pilihan dan kesempatan luas untuk mengetahui dan menilai calon-calon pemimpin bangsa yang dihasilkan partai politik peserta pemilu.
“Sebetulnya kita sakit karena menyaksikan kedunguan yang dipamerkan. Untuk itu, kita akan bersama-sama ke Jakarta mendorong MK bijaksana sehingga tidak mencedrai demokrasi Indonesia,” pungkas Oyik.[]