REKAYOREK.ID Sistem Blended Learning yang dipakai Sekolah Murid Merdeka selama pembelajaran daring dengan memanfaatkan teknologi informasi dan biaya terjangkau bagi seluruh anak Indonesia, ternyata disukai peserta didik maupun orang tuanya. Tercatat murid SMM sampai kini tersebar mulai dari Aceh sampai Papua.
Kepala Sekolah Murid Merdeka (SMM), Laksmi Mayesti mengatakan, hal yang perlu diingat dari sistem pembelajaran blended learning yaitu bukan berarti para siswa hanya belajar secara dalam jaringan (daring) atau online saja.
Laksmi melanjutkan, sistem blended learning bahkan telah dianut SMM sejak sebelum pandemi menghantam Indonesia dengan menggabungkan pembelajaran daring dan tatap muka langsung.
Sistem blended learning ini diketahui menguntungkan peserta didik serta orang tua baik dari segi kualitas dengan kurikulum pendidikan terbaik, akses pembelajaran yang fleksibel berkat pemanfaatan teknologi informasi, dan biaya yang terjangkau untuk seluruh anak Indonesia.
Hingga saat ini, pada tahun ajar 2021 SMM akan menginisiasi pembukaan lokasi pembelajaran luar jaringan (offline) di delapan kota yaitu Jakarta Selatan, Tangerang Selatan, Depok, Bogor, Bekasi, Bandung, Semarang, dan Surabaya.
“Di masa pandemi ini banyak yang menawarkan pembelajaran dengan menggunakan teknologi sebagai media ajar, tetapi tidak banyak yang mengintegrasikan antara teknologi dengan pedagogi atau metode ajar yang baik,” kata Laksmi dalam siaran persnya yang diterima media ini. Kamis pagi (22/7).
Laksmi melanjutkan, setiap pengajar di SMM didorong untuk selalu mengembangkan kreativitasnya agar anak-anak atau peserta didik dapat berinteraksi secara terbuka baik kepada guru maupun teman-temannya.
Sebab menurutnya, interaksi yang terbuka tersebut akan menjadi benefit juga bagi orang tua peserta didik ataupun mereka yang akan mendaftarkan anaknya di SMM pada tahun ajaran 2021.
“Sehingga orang tua bisa mengetahui perkembangan anaknya dengan terlibat secara langsung tanpa harus merasa terbebani, karena seolah-olah sistem pembelajaran daring cenderung hanya memberatkan orang tua dan anak-anak,” ujar Laksmi.
“Kami membuka periode pendaftaran sampai 21 Juli untuk semua tingkatan mulai dari PAUD hingga SMA kelas 12. Namun masyarakat tetap bisa mengikuti pendaftaran dan ikut kelas setelah tanggal 21 Juli,” tambahnya.
Mella, salah satu orang tua siswa SMM, mengakui metode blended learning dan fleksibilitas yang diterapkan sekolah cukup membantu anaknya dalam mengembangkan passion skill-nya yang lain yaitu coding.
Di samping itu, fleksibilitas dari SMM juga membuat anaknya mampu memiliki life skill untuk bertanggung jawab atas jam belajar yang ia pilih.
“Terbukti, karena ia memilih jam belajar yang ia inginkan, ia tidak ada keterpaksaan untuk sekolah dan bahkan semenjak di SMM sudah sedikit sekali intervensi saya sebagai orang tua untuk menyuruh Raihan sekolah karena ia menjadi mandiri,” kata Mella.
Mella melanjutkan, meskipun mata pelajaran yang diajarkan di SMM lebih sedikit dibandingkan dengan sekolah lainnya tapi ternyata tidak serta-merta malah menurunkan kualitas yang diberikan.
Menurutnya, anak-anak bukanlah robot yang harus menyerap semua pelajaran yang belum tentu dapat diserap mereka dan sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
“Bagi saya, sekolah harus menyesuaikan kebutuhan anak, knowledge anak. Tapi harus sesuai usia, kompetensi, dan manfaatnya. Kalau di SMM seperti ada social project,” pungkasnya.(bi1)