REKAYOREK.ID Tidak hanya aksara (Jawa) yang perlu diakomodir dalam Raperda Kebudayaan Kota Surabaya, Nilai Kejuangan juga sangat layak karena kota ini bertumbuh dari zaman ke zaman terisi dan dijiwai oleh nilai nilai kejuangan.
Era terkini yang bisa diikuti adalah ketika pejuang pejuang Surabaya berjuang mempertahankan kemerdekaan pada 1945. Kiranya nilai kejuangan ini harus tetap terpatri di dada warga Surabaya untuk membangun kotanya sekarang dan mendatang.
Kejuangan
Nilai Kejuangan tidaklah sama dengan Nilai Kepahlawanan tetapi saling melengkapi. Kepahlawanan berasal dari Kata Pahlawan.
Seorang disebut atau diberi predikat Pahlawan, karena dia sudah berjuang (bekerja) dengan sungguh sungguh untuk tujuan baik, yang tidak hanya untuk kepentingan pribadi, tetapi lebih untuk kepentingan umum dan bahkan untuk bangsa negara.
Adalah kenyataan bahwa nilai dan makna perjuangan Ini berlaku secara universal di seluruh dunia. Sedangkan di Indonesia, khususnya di kota Surabaya, selain ada pahlawan kemerdekaan, juga muncul sebutan pahlawan ekonomi, pahlawan pendidikan, dan juga pahlawan olahraga. Mereka yang berpredikat pahlawan itu adalah orang orang yang telah berjuang.
Kita masih ingat nama Rudi Hartono dan Liem Swie King, yang diberi predikat Pahlawan Olahraga karena berhasil membawa nama bangsa dalam kancah olahraga dunia, badminton.
Juga Ki Hadjar Dewantara yang berpredikat Pahlawan Pendidikan karena telah berjuang di bidang pendidikan dan mencerdaskan bangsa.
Orang demikian patut dicontoh. Mereka patut menjadi suri tauladan. Kita bisa meniru kiat kiatnya dan perjuangannya dalam meraih sukses.
Perjuangan adalah Budaya
Jika kita menyimak isi Undang Undang Pemajuan Kebudayaan, pada dasarnya hal hal yang bisa diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi adalah satu indikasi kebudayaan. Semua Object Object Pemajuan Kebudayaan (OPK), yang menurut UU 5/2017, ada 10, wajib bisa diwariskan.
Kejuangan adalah fakta dari dan di kota Surabaya, yang telah ada sejak ratusan tahun silam. Nama “Syura ing Bhaya” yang mengandung arti “Berani menghadapi bahaya” adalah fakta sejarah Surabaya. Bila dirunut dari sejarah yang kita pahami selama ini bahwa mulai dari era Dyah Wijaya, masyarakat Surabaya sudah berani berjuang mengusir penjajah asing, Tartar Mongol, sehingga membawa kemenangan dan lahirlah Majapahit pada 1293.
Disusul dengan fakta sejarah Trunojoyo dan masyarakat Surabaya, yang berani berjuang menghadapi tentara VOC yang bersekongkol dengan Mataram pada 1677.
Ada juga kisah rakyat Surabaya bersama Jayapuspita pada tahun 1700-an, yang juga berani berjuang mati Matian demi mempertahankan Surabaya.
Berikutnya adalah arek arek Surabaya, yang berani berjuang menghadapi tentara Sekutu demi mempertahankan kedaulatan bangsa pada November 1945, yang telah diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Perjuangan itu ditandai dengan pecah perang kemerdekaan pada 10 November 1945.
Sifat sifat Kejuangan dari zaman ke zaman inilah, yang harus menjadi inspirasi dalam perjuangan membangun Surabaya dan negara. Surabaya tidak hanya representasi lokal, tetapi sudah menjadi potret nasional. Peringatan Hari Pahlawan 10 November bermula dari fakta sejarah di Surabaya.
Karenanya sangat layak dan mulia bila dari Surabaya sebagai kota Pahlawan dapat memformulasikan nilai kejuangan (juang) dalam peraturan daerah Perda, yang syukur syukur bisa menjadi dasar yang bersifat nasional sehingga kelak lahir Undang Undang Kota Pahlawan.
Pemikiran yang disampaikan dalam rapat Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kota Surabaya bertujuan agar nilai kejuangan dapat diakomodir dan dijabarkan sebagai arah pembangunan kota Surabaya melalui Perda Pemajuan Kebudayaan.
Sekali lagi, jelas bahwa seseorang disebut Pahlawan karena mereka telah berjuang. Tidak ada seorang pahlawan tanpa berjuang. Karenanya kita mewarisi sifat sifat para pahlawan itu dari kerja dan perjuangannya.
Karenanya dalam Perda, yang sedang dibahas oleh Pansus di DPRD Kota Surabaya, bisa berbunyi dan menjadi “Perda Pemajuan Kebudayaan, Kejuangan dan Kepahlawanan Kota Surabaya”.@PAR/nng