Menggapai Aksara di Langit Giri

REKAYOREK.ID Siang itu, Minggu (4/4/2025) langit bukit Giri Kedaton redup dan angin bertiup memberi kesejukan setelah panas meniup di Bandar Gresik.

Panas juga terasa di Pustaka Aksara Jawa di pusara singgasana Kanjeng Temenggung Pusponegoro, Bupati pertama Gresik.

Di puncak bukit Giri, pernah berjaya Kedaton Susuhunan Giri. Sunan Giri hidup pada abad ke-15 dan ke-16 Masehi. Beliau lahir pada tahun 1442 dan meninggal pada tahun 1506, sehingga di rentang hidupnya jatuh di antara kedua abad tersebut. Sunan Giri merupakan salah satu anggota Wali Songo dan pendiri Kerajaan Giri Kedaton di Gresik.

Kini tidak ada lagi cara berkomunikasi secara lisan yang bisa didengar nada dan suara dalam berkomunikasi.

Namun ada satu cara untuk mengetahui isi komunikasi dari zaman itu. Apa yang pernah dikatakan, oleh siapa pun mereka. Yaitu melalui aksara tulis yang tersisa di sana. Itulah bentuk komunikasinya yang berjejak. Bukan jejak elektronik. Apalagi jejak digital. Yang nyata ada adalah jejak manual hasil goresan tangan, yang bernama inskripsi.

Dari Pustaka Aksara Jawa di Pusponegoro, melangkah lah naik ke bukit Giri. Langit redup bergelayut. Angin semilir membasuh tubuh dan muka. Segar rasanya, energi pun menyala meski jalan menanjak. Dari anak tangga paling bawah terlihat langit bersinggungan dengan anak tangga paling atas.

Makam Mpu Supo yang beraksara Jawa. Aksara Jawa tertulis Paka batu berbentuk persegi panjang Foto: rio

 

Langkah demi langkah membuat nafas terengah engah. Mendekat puncak tangga, terlihat makam Mpu Supo yang terletak di sisi kiri tangga ke arah naik. Kaki pun melangkah menuju makam. Di sana didapati sebuah inskripsi beraksara Jawa pada batu kapur (limestone) putih yang warnanya sudah menghitam. Namun Inskripsi aksara Jawa masih terlihat dengan jelas.

Dalam beberapa langkah menaiki anak tangga sampailah pada plataran ruang rapat yang bersinggasana batu cadas. Di sanalah Susuhunan Giri berpetuah dan memerintah. Ini adalah puncak bukit Giri. Dari sini segara selat Madura tampak di pelupuk mata. Mushollah kini ada di puncak bukit ini.

Mendekat mushola Giri. Foto: rio

 

Di beranda Mushola Giri ini terdapat lonceng tradisional untuk penanda saat datangnya sholat wajib lima waktu. Lonceng itu adalah beduk dan Beduk pun dipukul sebagai penanda datangnya waktu sholat Ashar sore itu.

Di serambi mushola dan beduk beraksara Jawa. Foto: rio

 

Ternyata pada badan bedug dan penyangga bedug juga terdapat tulisan aksara Jawa. Tulisan ini baru, tidak seperti pada makam Mpu Supo.

Setidaknya tidak aksara Jawa pada beduk adalah bentuk pelestarian aksara Jawa yang pernah berjaya di bukit Giri.@PAR/nng