Mengintip Kota Bertembok Amersfoort di Belanda

REKAYOREK.ID Ketika beraudensi ke kantor The Cultural Heritage Agency atau Kantor Badan Heritage Nasional Belanda (RCE), ternyata kantor ini berdekatan dengan situs kota tua Amersfoort, 52 kilometer sebelah barat Amsterdam.

Kota tua Amersfoort adalah kota yang pernah dikelilingi tembok. Sekarang batas temboknya sudah dibongkar dan kala itu batu bata bekas bongkaran dalam jumlah yang banyak dimanfaatkan untuk membangun rumah rumah yang sekarang menghiasi indahnya kota kuno yang masih dibatasi parit kota.

Museum Flehite di dalam kota bertembok Amersfoort. Foto: nng/Begandring

 

Ketika parit masih membatasi kota tua, makanan yang menjadi sisa tembok adalah sebuah gerbang kota kuno yang bernama Koppelpoort. Yaitu gerbang yang menjadi pintu masuk utama darat dan air yang sekarang masih ada. Koppelpoort dibangun pada tahun 1427. Jika dibandingkan dengan bangunan era di Jawa Timur, bangunan ini se jaman dengan era Majapahit.

Penulis di depan pintu gerbang kota tua Amersfoort. Foto: nng/Begandring

 

Koppelpoort menjadi landmark kota tua Amersfoort. Koppelpoort seolah menyambut kedatangan para tamu. Sebagai pintu masuk alur air, yang terdapat pada tengah bawah bangunan, berbentuk plengkungan.

Sementara pada kiri kanannya terdapat jalan darat sebagai gerbang darat. Ke arah masuk tersusun jalan sejajar lurus antara jalur air dan jalan darat. Pada jalur air terdapat sluis (pintu air) dengan permukaan air yang berelevasi berbeda. Tinggi dan rendah dengan pintu airnya seperti, yang pernah ada di pintu air Gubeng.

Setelah menyusuri kanal dan jalan darat sepanjang sekitar 100 meter, maka di ujung 100 meter, terdapat jalan darat yang terpencar ke kiri dan ke kanan membentuk sebuah lingkaran dan selanjutnya bertemu di satu titik. Pun demikian dengan jalur air (parit) yang juga berbelok ke kiri dan kanan, lalu bertemu pada satu titik yang sama.

Di tengah tengah wilayah kota ini masih terdapat satu sungai yang membagi wilayah kota tua. Kota tua Amersfoort terbagi oleh parit dengan serasi.

Persis di titik percabangan jalan darat dan air ini terdapat satu komplek bangunan yang sekarang telah menjadi museum. Museum ini bernama Museum Flehite dan menyimpan benda benda bersejarah dan lukisan lukisan bersejarah tentang kota tua Amersfoort. Bangunan, yang sekarang menjadi museum-museum itu sendiri, dibangun pada 1540.

Di komplek museum, yang harus dilalui dengan menyeberangi jembatan, terdapat sebuah taman prasasti kecil di mana terdapat batu batu prasasti. Salah satunya adalah prasasti serdadu Belanda yang berbentuk bunga melati. Bunga ini berasal dari Hindia Timur yang sekarang bernama Indonesia. Keterangan ini tertulis ada prasasti nya.

Parit yang mengelilingi kota tua. Foto: nng/Begandring

 

Dari museum, kemudian penjelajahan kota tua Amersfoort ditapaki dengan menyisir tepian parit. Dari luar parit inilah, terlihat rumah rumah dengan gaya klasik abad tua. Menurut cerita setempat yang masih terdengar bahwa di dalam tembok kota ini pernah ada 50 almshouses (rumah sosial) yang dibangun tahun 1800 untuk penyediaan bagi orang orang miskin dan orang panti jompo. Hingga sekarang perumahan sosial (sosial housing) masih digunakan.

Pada 1671, kota itu masih berada di dalam tembok kota abad pertengahan. Bangunan terpenting pada zaman itu adalah gereja Sint-Joriskerk dan Onze-Lieve-Vrouwekerk, yang terletak di pusat kota tua. Di sekitar gereja ini rumah rumah kuno masih bertahan dan digunakan untuk kepentingan dan fungsi yang berbeda.

Gereja tua di kota tua Amersfoort. Foto: nng/Begandring

 

Karenanya di tempat ini menjadi tempat wahana pariwisata heritage. Secara fisik, lansekap dan bangunan tuanya dipertahankan, tetapi dalam setiap rumah fungsinya sudah berubah. Ada yang dipakai sebagian toko souvenir, restoran dan lain lain.

Tidak seperti kawasan kota tua Amsterdam yang terlalu ramai dan padat dengan pengunjung, di kota tua Amersfoort ini masih relatif sepi. Suasananya indah dan romantis. Terlalu indah hanya untuk ditapaki selama satu jam. Maklum saya harus kembali ke kantor RCE kembali.@nanang

Komentar (0)
Tambah Komentar