Mengulik ‘Kerajaan Ulama’ Giri Kedaton

Giri Kedaton dijadikan sebagai "Kerajaan Ulama" atau tempat berkumpulnya para Ulama dari berbagai wilayah di nusantara

REKAYOREK.ID Situs Giri Kedaton yang berada di Desa Giri Sidomukti, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik, menjadi tonggak sejarah berdirinya kerajaan atau kasultanan pertama di Gresik.

Untuk mengenang sejarah tersebut, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gresik melakukan peringatan hari jadi (HUT) ke setiap tanggal 9 Maret dan tepat di tahun 2022 Gresik telah memasuki usia ke 535.

Giri Kedaton selain merupakan Kerajaan pertama di Gresik juga menjadi pusat pemerintahan dan menjadi pusat syiar agama Islam yang didirikan oleh Sunan Giri bin Syekh Maulana Ishaq bin Jumadil Qubro.

Menurut Spiritualis sekaligus Juru Kunci Makam Sunan Giri, Gus Gilang Adiwidya, sejarah berdirinya Giri Kedaton berdasarkan kutipan dari cerita Babad ing Gresik. Disebutkan bahwa awalnya Sunan Giri mendirikan sebuah pesantren lalu seiring dengan perjalanan waktu dijadikan sebagai Kerajaan atau Kasultanan.

Kerajaan Giri (Giri Kedaton) diperintah atau dipimpin oleh Raden Paku, nama lain dari Sunan Giri yang kemudian dinobatkan sebagai “Raja Pendhita” dengan gelar Prabu Satmoto.

Giri Kedaton juga dijadikan sebagai “Kerajaan Ulama” atau tempat berkumpulnya para Ulama dari berbagai wilayah di nusantara hingga manca negara pada zaman dahulu sekitar tahun 1408 Saka atau 1486 Masehi.

Sunan Giri, mempunyai nama asli Muhammad Ainul Yaqin dan mempunyai banyak nama lain. Seperti, Joko Samudro, Raden Paku, Sultan Abdul Faqih dan Prabu Satmoto.

Nama Joko Samudro diberikan oleh ibu angkatnya Nyai Ageng Pinatih seorang saudagar kaya raya asal Gresik. Sedangkan, nama Muhammad Ainul Yaqin diberikan Sunan Ampel.

Giri Kedaton sesuai cerita dalam Babad Ing Gresik, disebutkan pertama didirikan Sunan Giri dengan nama “Kedaton Tondo Pitu“. Yaitu, bangunan istana bertingkat tujuh diatas sebuah bukit yang kemudian dikenal dengan sebutan atau nama “Giri Kedaton”.

Pembangunan Giri Kedaton, dilakukan Sunan Giri pada tahun 1408 Saka atau 1486 Masehi. Hal itu berdasarkan catatan sejarah Candra Sangkala yang berbunyi “Sumedya Resik Ker Wulu”. Dan dicatatan itu juga disebutkan, bahwa Raden Paku bergelar Sunan Giri atau Rajah Bukit.

Setahun berikutnya Sunan Giri, diangkat menjadi Nata (Kepala Pemerintahan, red) dengan gelar Prabu Satmata. Serta didaulat sebagai Pandita (Pemimpin Umat Islam) dengan gelar Tetanggul Khalifatul Mukminin.

Hal tersebut tertulis dalam buku Candra Sangkala yang berbunyi Trusing Luhur Dadi Hajiyang menunjukkan angka tahun 1409 Saka, 1487 Masehi atau yang bertepatan dengan Hari/Tanggal, Jum’at Pon, 9 Maret 1487 M atau12 Rabbi’ul Awal 894 Hijriah jika dikalenderkan saat ini,” ungkap Gus Gilang bercerita, Rabu (9/3).

Sesuai serat atau catatan sejarah Kasultanan Giri Kedaton, Sunan Giri menjadi Raja selama 19 tahun. Yakni antara tahun 1487 – 1506 Masehi. Setelah itu, kepemimpan Kasultanan Giri Kedaton beralih ke Sunan Dalem yang berkuasa selama 40 tahun antara tahun 1505 – 1545 Masehi.

Usai dipimpin Sunan Dalem, Kerajaan atau Kasultanan Giri Kedaton lalu dipimpin oleh Sedoing Margi selama 3 tahun tepatnya tahun 1545 – 1548 Masehi. Dan setelah Sedoing Margi, Kasultanan Giri Kedaton dipimpin oleh Sunan Prapen sebagai Raja selama 57 tahun sejak tahun 1548 – 1605 Masehi.

Anumerta Sunan Prapen atau Sunan Mas Ratu Fatikhal atau Syekh maulana Fatikhal. Meski menjadi Raja digenerasi ke empat Kasultanan Giri Kedaton namu ia adalah Raja Giri yang paling besar setelah Sunan Giri.

Setelah bertahta selama 57 tahun, posisi Sunan Prapen kemudian diteruskan oleh Kawis Guwo yang menjadi Raja kelima Kasultanan Giri Kedaton selama 15 tahun. Yakni, tahun 1605 – 1616 Masehi. Lalu, Panembahan Agung Giri menjadi Raja Kasultanan Giri Kedaton selama 20 tahun tepatnya di tahun 1616 – 1636 Masehi.

Sepeninggal Panembahan Agung Giri, Kasultanan Giri Kedaton dipimpin oleh Panembahan Mas Witono atau Sideng Rena yang menjadi Raja selama 24 tahun tepatnya pada tahun 1636 – 1660 Masehi.

Dalam riwayat sejarahnya, setiap pergantian Raja di Kerajaan Giri Kedaton mulai periode kepemimpinan Sunan Giri hingga Panembahan Mas Witono (Sideng Rena) atau sejak generasi pertama hingga ketujuh. Peralihan kekuasaan atau Raja tidak perna ada pertumpahan darah atau perebutan kekuasaan.

“Pasca generasi ketujuh atau sejak ditinggal Panembahan Mas Witono (Sideng Rena), pemerintahan Kerajaan Giri Kedaton mengalami kemunduran. Terutama setelah mendapat serangan dari Amangkurat I dan II yang berasal dari Kerajaan Mataram di Jawa tengah yang saat menyerang Kerajaan Giri Kedaton berkoalisi dengan VOC,” terang Gus Gilang.

Akhirnya lanjut Gus Gilang, Kerajaan Giri Kedaton benar-benar runtuh, pada bulan April tahun 1680 Masehi. Setelah itu, Giri Kedaton diperintah oleh orang-orang yang bukan berasal dari dinasti atau keturunan dari Sunan Giri. Apalagi orang-orang yang menjadi pemimpin kala itu atas perintah Kerajaan Mataram.

Diantaranya, Pangeran Puspa Ita yang berkuasa di Giri Kedaton antara tahun 1660–1680 Masehi. Dilanjut kemudaian
Pangeran Wirayadi tahun 1680 -1703 Masehi, Pangeran Singonagoro tahun 1703 M – 1725 Masehi dan Pangeran Singosari tahun 1725 – 1743 Masehi.

“Selain itu, sejarah yang tertulis di kitab kitab kuno bahwa Giri Kedaton adalah tempat do’a yang paling dihijabah atau mustajab setelah tanah suci Makkah Al Mukaroma Arab Saudi. Hal itu bukan tanpa alasan, sebab berdasarkan riwayat kandungan atau jenis tanah yang ada di Giri Kedaton persis sama dengan tanah di Makkah makanya lokasi itu dipilih oleh Sunan Giri sebagai pusat kerajaan atau pemerintahan dan juga menjadi syiar agama Islam,” pungkas Gus Gilang.[Joss]

giri kedatonsunan giri
Komentar (0)
Tambah Komentar