Oleh: KH Luthfi Bashori
NAMA lengkapnya adalah Abu Abdillah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir Al-ashbahi Almadani, beliau adalah imamnya Darul Hijrah (pendiduk Madinah).
Berkata Ibnu Atsir: Imam Malik adalah Syaikhul ilmi (Syeikhnya ilmu) dan gurunya para Imam. Beliau lahir pada tahun 95 Hijriah dan wafat di Madinah pada tahun 179 Hijriah.
Beliau juga dikenal sebagai imamnya para penduduk Hijaz. Bahkan beliau dikenal sebagai imamnya semua orang dalam ilmu Fiqih dan ilmu Hadits. Sebenarnya sudah cukuplah sebagai bukti keulamaan dan ketokohan beliau, bahwa Imam Syafi`i itu adalah murid dari Imam Malik bin Anas.
Konon, di saat ayah beliau, sedang mencari ma`isyah untuk menghidupi keluarga, maka ibunyalah yang selalu memotivasi agar Imam Malik rajin menuntut ilmu, dan sang ibu mengatakan kepadanya: Pergi dan tulislah hadits-hadits Nabi SAW !
Namun, sejatinya sang ayah, yaitu Imam Anas bin Malik, beliau juga termasuk seorang perawi hadits. Seperti juga kakeknya, yaitu Imam Malik bin Abu Amir Al-ashbahi adalah salah satu tokoh besar dari kalangan para Tabi`in, yang mana Imam Malik bin Abu Amir Al-ashbahi ini konon belajar langsung kepada para shahabat Nabi SAW antara lain kepada: Sy. Ibnu Umar, Sy. Utsman bin Affan, St. Aisyah, Sy. Abu Hurairah.
Bahkan sang kakek ini, yaitu Imam Malik bin Abu Amir, termasuk salah satu petugas penulis Alquran Mushhaf Utsmani di jaman Sy. Utsman bin Affan menjabat kekhalifahan.
Imam Malik bin Anas adalah seorang yang berbadan tinggi dan besar, berkerangka kepala cukup besar pula dengan bentuk rambut yang agak botak beruban sangat putih, serta memiliki mata yang cukup lebar, berhidung mancung dan berjenggot tebal menjulur sepanjang dada.
Wajah Imam Malik ini sangat tampan, sekalipun beliau membiarkan saja seluruh uban putih yang ada padanya rambutnya tanpa disemir sedikitpun. Bahkan dengan penampilan yang asli seperti inilah hingga menambah kewibawaannya dalam menjalani kehidupan sebagai tokoh sentral di tengah masyarakat.
Guru utama Imam Malik adalah Imam Abu Bakar Abdullah bin Yazid yang terkenal dengan panggilan Imam Ibnu Hurmuz, yang mana Imam Malik sangat aktif belajar tanpa henti-hentinya kepada Imam Ibnu Hurmuz mulai sejak pagi hingga malam hari selama delapan tahun.
Daya hafalan Imam Malik ini terkenal sangat kuat. Beliau juga pernah belajar hadits kepada sejumlah ulama perawi hadits, diantaranya: Sy. Said bin Musayyib, Sy. Urwah, Sy. Alqasim. Sy. Abu Salamah, Sy. Humaid, Sy. Salim dan sejumlah ulama para perawi hadits.
Kehebatan hafalan Imam Malik adalah setiap beliau belajar dari para gurunya itu, maka saat pulang beliau langsung sanggup menghafalkan sekitar 50 hadits dari setiap orang dari para gurunya itu beserta runtutan sanad-sanadnya.
Maksudnya, jika di hari itu beliau dapat belajar dari dua orang guru, maka beliau akan mampu menghafalkan sebanyak 100 hadits. Di samping itu, beliau juga memiliki otak dan pikiran yang cerdas serta cemerlang dalam memahami hadits-hadits yang beliau hafalkan, kemudian beliau kombinasikan dengan hafalan ayat-ayat Alquran pada tema yang terkait, sebagai tata cara beliau beristimbath untuk mengambil hukum fiqih yang beliau ajarkan kepada umat Islam.
Beliau termasuk ulama ahli hadits yang sangat teliti dan sangat berhati-hati dalam meriwayatkan hadits. Hingga beliau berhasil mengumpulkan hadits-hadits Nabi SAW dalam buku karangannya yang diberi nama Almuwattha’. Karena kehati-hatian dan ketelitiannya itu maka Imam Malik membutuhkan waktu selama 40 tahun untuk menerbitkan sebuah buku yang hingga saat ini masih lestari.
Arti Almuwattha’ adalah Yang Diikuti. Adapun penamaan buku ini dengan Almuwattha seperti pengakuan Imam Malik sendiri sebagai berikut: Konon aku sodorkan buku karanganku ini kepada 70 orang ulama ahli Fiqih di kota Madinah, dan mereka semuanya mengikutiku (sepakat denganku), maka aku beri nama bukuku ini Almuwattha.
Langkah Imam Malik di kota Madinah dalam mengumpulkan hadits-hadits Nabi SAW menjadi sebuah buku karangan, dengan disertai pembubuhan bab-bab di dalam bukunya itu adalah termasuk langkah pertama kali dibukukannya hadits-hadits Nabi SAW secara sistematis.
Di saat itu ada pula seorang ulama di kota Makkah yang berusaha membukukan hadits-hadits Nabi SAW, beliau adalah Imam Ibnu Juraij. Maka sejak itu pula para ulama ahli hadits lainnya mulai ikut berusaha membukukan hadits-hadits Nabi SAW dengan pembubuhan bab-bab yang sangat memudahkan para pembacanya mengikuti langkah Imam Malik bin Anas.
Sebenarnya ada pula ulama ahli hadits yang telah membukukan hadits-hadits Nabi SAW, contohnya Imam Muhammad bin Muslim bin Syihab Azzuhri, tahun 120 Hijriah, namun tanpa membubuhkan bab-bab yang diperlukan oleh para pembaca, hingga cukup sulit untuk dijadikan sebagai kitab rujukan. Hal ini sangat berbeda dengan penemuan Imam Malik bin Anas yang memiliki metode sistematis dalam pembukuan hadits-hadit Nabi Muhammad SAW.@
*) Pengasuh Pesantren Ribath Almurtadla & Pesantren Ilmu Alquran (Singosari-Malang)