Pegiat Heritage Belanda Sambangi Ampel dan Botoputih, Hasilnya Mencengangkan

Melihat adanya batu batu kuno dalam beragam bentuk di komplek makam Sunan Ampel, Emile berharap ada upaya pencatatan oleh pihak pihak terkait dan pengamanan untuk langkah langkah penelitian.

REKAYOREK.ID Emile Leushuis, penulis buku panduan wisata heritage Indonesia asal Belanda, tertarik mengunjungi kawasan wisata Ampel di Surabaya setelah mendengar berita tentang temuan benda benda arkeologi di tempat itu.

Bersama pegiat sejarah Begandring Soerabaja, dia berkesempatan melihat benda benda kuno yang diduga sebagai batu dari struktur bangunan candi pada Sabtu (18/12/21).

Ketika memasuki areal makam yang berada di halaman sisi barat dari masjid Agung Sunan Ampel, Emile kaget melihat hilir mudik tamu tamu di area makam. Mereka melintasi area makam dengan tidak beraturan (segala arah) untuk menuju ke makam Sunan Ampel.

“Waduh, mestinya di area makam ini disediakan jalur untuk para peziarah agar tidak berjalan sembarangan melintasi kuburan kuburan ini. Nisan nisan kuburan bisa rusak”, kata Emile sambil menunjukkan sebuah nisan yang patah.

Menurutnya, kondisi di area makam sudah berbeda dari kondisi sebelumnya ketika ia datang di tempat yang sama sekitar 10 tahun yang lalu.

“Sepertinya para peziarah kurang mempedulikan makam makam yang ada, kecuali makam Sunan Ampel, yang menjadi jujugan berziarah”, tambah Emile ketika ia memperhatikan mobilisasi peziarah yang menuju ke tempat makam Sunan Ampel.

Pendapat Emile, yang sudah bolak balik Indonesia – Belanda, sangat masuk akal. Kekuatiran akan rusaknya dan bahkan hilangnya benda benda penting di komplek pemakaman Sunan Ampel bisa saja terjadi. Apalagi, ketika pada akhirnya ia benar benar melihat benda benda kuno yang ditemukan di komplek Sunan Ampel.

Ketika Emile melihat benda benda kuno itu, keberadaannya sudah dikumpulkan di satu titik di area proyek bangunan baru. Ada gentong batu andesit dan terakota, ada lumpang andesit, umpak dan batu candi.

Sebelumnya benda benda ini tersebar di berbagai tempat di sekitar proyek pembangunan. Pengumpulan benda benda ini setelah ramai di media masa tentang penemuan dan keberadaannya yang berserakan dan rawan.

Salah satu yang menarik perhatian Emile adalah sebuah umpak yang terbuat dari batu andesit bermotif ukir. Umpak ini berukuran sekitar 35 cm pada bagian bawah dan 25 cm di bagian atas. Pada masing masing sisi pada bagian bawah tengah terdapat relief sebuah gunungan seperti pada gambar wayang kulit. Di sekitarnya adalah motif sulur suluran.

Selain itu, di dalam sebuah lobang galian yang tidak jauh dari penempatan benda benda ini juga terdapat adanya struktur batu persegi dengan permukaan datar yang diduga sebagai benda kuno.

Sebelumnya, di lobang yang berbeda juga ditemukan dan diangkat sebuah batu persegi empat dengan permukaan datar dengan ukuran panjang 80 cm, lebar 60 cm dan tebal 20 cm.

Di lobang galian yang berbeda terlihat struktur batu bata kuno. Priyo Wijoyo, anggota Begandring Soerabaia yang punya minat khusus di bidang sejarah klasik, bersemangat melihat adanya struktur batu bata kuno di bawah permukaan tanah.

“Wah, ini sesuatu sekali. Ada struktur batu bata kuno. Teksturnya keras”, kata Priyo saat berada di dalam galian sambil memeriksa struktur batu bata kuno.

Selain itu, Priyo juga mendapati sebuah batu berukir yang bentuknya memanjang yang kini telah dijadikan struktur pondasi lantai pos jaga di barat masjid. Ia menduga bahwa batu itu juga merupakan batu kuno.

Melihat adanya batu batu kuno dalam beragam bentuk di komplek makam Sunan Ampel, Emile berharap ada upaya pencatatan oleh pihak pihak terkait dan pengamanan untuk langkah langkah penelitian.

Chotib Ismail, pegiat sejarah dari Ampel Heritage mengatakan bahwa dirinya telah menyampaikan adanya benda benda kuno ini ke pihak ketakmiran masjid Sunan Ampel.

Dari Ampel ke Boto Putih

Ampel dan Boto Putih adalah kawasan yang berbeda. Keduanya dibatasi oleh sungai Pegirian yang dalam peta peta Surabaya lama disebut Sungai Ampel. Keduanya adalah komplek makam tua, yang menjadi peristirahatan terakhir tokoh tokoh penting Surabaya. Jika di Ampel ada makam Sunan Ampel. Sedangkan di Botoputih terdapat makam para bupati Surabaya.

Bupati adalah jabatan kepala pemerintahan dari sebuah kabupaten. Jika ada bupati Surabaya, berarti Surabaya pada masa lalu pernah dipimpin oleh bupati. Ada beberapa nama bupati yang diistirahatkan di Sentono Agung Botoputih.

Sentono Agung Botoputih tidak sekedar makam, tapi dipercaya bahwa komplek ini pernah berfungsi sebagai pasetran, alias tempat keramat yang di dalamnya pernah ada bangunan suci.

Konstruksi komplek pemakaman Sentono Agung Botoputih ini terklaster klaster yang dibatasi tembok tombok di mana setiap klaster terdapat gapura dengan bentuk paduraksa. Gapura gapura pada setiap klaster ini tidak ubahnya seperti gapura gapura pada komplek makam Sunan Ampel.

Pada klaster paling utara, di bawah sebuah cungkup yang berbentuk bangunan Loji, terdapat makam beberapa petinggi Surabaya. Salah satunya adalah makam Raden Adipati Ario Cokronegoro IV.

Makam ini begitu istimewa. Makannya penuh dengan keramik keramik bergambar daerah daerah di negeri Belanda. Nisanya terbuat dari batu marmer berbentuk mahkota dengan motif motif Eropa. Termasuk inskripsi pada dua batu nisannya.

Selain mencatat tanggal kematian, nisannya mencatat tanggal penetapan sebagai bupati Surabaya, yang tertulis: “Benoemd Gouv. Besluit, 20 September 1863” No. 6. “ “Meninggal Doenia Senen, 28 Augustus 1902, Poekoel ½ 7 Pagi”. Inskripsi lainnya tertulis “Raden Adipati Ario Cokronegoro O.O.N. R. O. N (Ggt) GS Regent Soerabaja”.

Emile dengan seksama memperhatikan makam ini dan menjelaskan bahwa pengangkatan sebagai bupati Surabaya ini dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda. Ini nampak pada inskripsi yang berisi data besluit no. 6 tahun 1863.

Yang menarik juga terdapat catatan yang tertulis “O. O. N” yang merupakan singkatan dari Officier in de orde van Oranye-Nassau (Perwira Oranje Nassau).

Sedangkan “R. O. N” singkatan dari Ridder in de orde van Oranye-Nassau (Kesatria Oranje Nassau).

Selain makam bupati Surabaya, yang lebih menarik lagi adalah ditemukannya dua buah lingga. Kedua lingga ini tertanam, dengan bagian yang kelihatan setinggi 15 cm dari permukaan tanah. Menurut Priyo Wijoyo keberadaan lingga yang berpasangan dengan yoni selalu berada di sebuah tempat suci seperti candi. Menurut beberapa sumber bahwa Botoputih pernah tercatat sebagai tempat suci agama Hundu.

Melihat kekunoan dari kedua komplek makam ini (Ampel dan Botoputih), kiranya perlu dilakukan kajian kajian untuk melacak kembali sejarah masa lalu Surabaya. Siapa yang layak dan seharusnya melakukannya? [nanang]