REKAYOREK.ID Sosoknya besar dan gagah, serta terbilang modern, bertempat di lokasi strategis di pusat Kota Lama Surabaya, di jalan Rajawali. Ya, itulah Gedung Internasio. Keberadaannya sangat fokal di kawasan Kota Lama Surabaya sekarang. Gedung ini pernah dipakai sebagai kantor PT Tjipta Niaga pada pasca kemerdekaan.
Masih di jalan Rajawali, sebelah barat gedung Internasio, berdiri gedung yang bernama Pantja Niaga. Nama perusahaannya masih terbaca dengan jelas pada bagian luar gedung. Pantja Niaga dalam satu group dengan Tjipta Niaga.
Tjipta Niaga adalah perusahaan yang mulanya menampung budaya sastra (literatur). Kantornya di Indonesia (dh Hindia Belanda) ada di Jakarta dan Surabaya. Ketika masih di era Hindia Belanda, keduanya adalah perwakilan kantor Lettergieterij Amsterdam.
Di Surabaya, selain ada kantor perwakilan yang selanjutnya bernama Tjipta Niaga, juga ada namm Dharma Niaga, yang beralamat di jalan Veteran, sebelah kiri (selatan) bank Mandiri yang dulu bernama Borsumij.
Lalu di Amsterdam Belanda ada Lettergieterij Amsterdam, salah satu perusahaan huruf (aksara) paling berpengaruh asal Belanda yang menghasilkan sejumlah rancangan huruf orisinal di awal abad ke-20.
Kantor kantor Perwakilan Hindia Belanda (kini Indonesia) kala itu didirikan pada 1919 dan memiliki dua cabang, yakni di Jakarta dan Surabaya. Di Indonesia bernama NV. Lettergieterij Amsterdam. Ini merupakan perusahaan yang berfokus pada impor dan distribusi mesin cetak/grafis.
Lettergieterij Amsterdam memang merupakan pemasok mesin cetak terbesar di Indonesia pada masa itu. Setelah kemerdekaan Indonesia, Lettergieterij Amsterdam dinasionalisasi dan menjadi milik negara. Perusahaan ini bersama empat perusahaan lain yang dileburkan menjadi P.N. Sinar Bhakti pada tahun 1960.
Perusahaan ini kemudian berganti nama menjadi P.N. Dharma Niaga pada 1964. Pada tahun 1970, P.N. Dharma Niaga berubah bentuk badan usaha menjadi P.T. Dharma Niaga. Pada tahun 2003, PT. Dharma Niaga, PT. Tjipta Niaga dan PT. Pantja Niaga digabungkan menjadi satu perusahaan bernama PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia.
Aksara Jawa bikinan Lettergieterij Amsterdam
Lettergieterij Amsterdam juga terkenal dengan karya-karya rancangan huruf non-Latin, yang dipakai di Hindia Belanda (sekarang Indonesia), seperti aksara Jawa, Batak, Bugis dan Tionghoa. Banyak peninggalan Lettergieterij Amsterdam ini, kini tersimpan di Universitas Amsterdam, Belanda.
Lettergieterij Amsterdam juga dikenal sebagai Tetterode, yang beroperasi antara 1851-1988. Nama Tetterode diambil dari nama pendiri Lettergieterij Amsterdam, Nicolaas Tetterode. Berkantor pusat di Amsterdam, Belanda.
Sebagai perusahaan Aksara (huruf), yang berpengaruh pada masanya, Tetterode memiliki beberapa perancang huruf yang terkenal atas keahlian dan karya-karyanya. Diantaranya adalah Sjoerd Hendrik de Roos (mulai dari 1907).
Lettergieterij Amsterdam mengalami keberhasilan besar dengan rancangan Hollandsche Mediaeval dan desain-desain De Roos lainnya.
Selain berkecimpung dalam karya-karya beraksara Latin, ia juga merancang sejumlah rancangan huruf beraksara asing, termasuk aksara Jawa, yang dinamainya Nieuw Javaansch No. 1 (1909).
De Roos juga menyunting rancangan Berthold Grotesk menjadi rupa huruf dengan penjualan terbaik Nobel (1929) dan mempublikasikan Libra pada 1938. Ia juga merancang sejumlah material lain, seperti ornamen, huruf awal, dan vinyet.
Sejak munculnya teknologi mesin cetak dan mesin huruf untuk perusahaan perusahaan penerbitan dan percetakan, maka banyak sekali buku buku yang diproduksi. Termasuk buku buku babad dan Kakawin. Tak heran kalau buku buku itu dicetak dan diterbitkan di Belanda, termasuk kamus kamus. Salah satu jenisnya adalah kamus bahasa Jawa yang ditulis dalam Aksara Jawa – Belanda.@PAR/nng