Pesarean Adalah Pustaka sejarah

REKAYOREK.ID Kukuh Yudha Karnanta, dosen di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga Surabaya, dalam sebuah Forum Perangkat Daerah yang diselenggarakan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Surabaya pada 25 April 2025 menyampaikan bahwa Makam Eropa Peneleh sedang diupayakan menjadi Memori Kolektif Bangsa (MKB) karana disana menyimpan sejarah kota, yang bisa diungkap melalui prasasti prasasti kubur.

Prasasti prasasti ini umumnya tertulis dalam bahasa Belanda. Sebagian ditulis dalam bahasa Perancis, Inggris, Jerman dan bahkan Armenia. Ragam kebangsaan itu berwadah di Surabaya. Karenanya pemakaman di Peneleh adalah pemakaman Eropa.

Makam Peneleh berbahasa Belanda. Foto: ist

 

Yang jelas siapapun, yang mau mengetahui dan belajar sejarah Surabaya berdasarkan prasasti kubur (nisan), haruslah belajar bahasa Belanda dan bahasa asing lainnya seperti perancis, Jerman atau inggris.

Jika tidak maka siapapun tidak akan bisa membaca nisan nisan itu. Karena tidak bisa membaca, dampaknya mereka tidak akan mengerti secara langsung apa arti dari Inskripsi nisan nisan itu.

Di antara catatan sejarah berdasarkan nisan dari orang orang yang dimakamkan di pemakaman Eropa Peneleh adalah tentang PJB de Perez, Herman Van der Tuuk, Daniel Franscois Willem Pietermaat dan Peter Mercus. Bagaimana riwayatnya? Ketahuilah bahasanya!

Makam gubernur Jendral Peter Mercus. Foto: ist

 

Niscaya akan banyak cerita yang bisa dikelani dari pemakaman Eropa ini. Pekuburan Eropa Peneleh adalah pustaka Sejarah. Karena nilai pentingnya pemakaman ini, Pemerintah Kerajaan Belanda pun melalui kantor Cagar Budaya Nasional Kerajaan Belanda (RCE) mau bekerja sama dengan komunitas di Surabaya dalam proyek “Peneleh as a Living Library”.

Pesarean K.T. Pusponegoro

Sama halnya dengan pemakaman Eropa Peneleh, Komplek Pemakaman K.T. Pusponegoro di Gresik juga sebuah Pustaka Sejarah. Ini sejarah Gresik, yang dahulu kala disebut Thandhes.

Makam berinskripsi aksara Jawa. Foto: nanang

 

Di komplek Pesarean ini, pada setiap makamnya terdapat inskripsi yang ditulis dalam aksara Jawa. Sangat menarik. Selain pada setiap makam, pada setiap gapura paduraksanya juga dihiasi Inskripsi indah yang mengisahkan sosok penting di petak petak komplek pemakaman.

Pegiat sejarah klasik Surabaya Tri Priyo Wijoyo bersama pegat sejarah Gresik dr. Robby dan Djatmiko membaca inskripsi pada salah satu dinding gapura. Dari diskusi on the spot, apa yang dibacanya diduga merupakan sengkalan.

Pada batu prasasti inilah menurut Tri Priyo Wijoyo terdapat nama Surabaya. Foto: tpe

 

Di komplek ini juga terdapat prasasti yang tertulis dalam aksara Jawa pada sisi muka dan belakang batu. Pada sisi belakang terdapat tulisan “Surabaya”.

Dari tulisan tulisan beraksara Jawa ini tersimpan riwayat orang orang yang memberi warna sejarah Gresik. K.T. Pusponegoro adalah Bupati Pertama Gresik.

Sejumlah makam berinskripsi aksara Jawa. Foto: nanang

 

Nah untuk bisa mengetahui sejarah itu, tentunya siapapun harus bisa membaca Aksara Jawa. Ketika tidak mengerti (kemampuan membaca) aksara Jawa, dipastikan siapapun orang itu tidak akan bisa mengerti Inskripsi pada nisan nisan kuburan.

Di Surabaya, untuk bisa mengerti nisan berinskripsi bahasa Belanda, siapapun orangnya harus belajar bahasa Belanda.

Di Gresik, untuk bisa mengerti nisan berinskripsi aksara Jawa, siapapun orangnya harus belajar aksara Jawa.

Hal yang sama dengan nisan dengan Inskripsi beraksara Jawa. Apakah ada?

Surabaya punya Inskripsi beraksara Jawa

Di komplek Pesarean para Bupati Surabaya di Sentono Agung Botoputih Pegirian Surabaya juga terdapat makam kuno berinskrisi aksara Jawa. Mengamati model font aksaranya, Inskripsi aksara Jawa di Botoputih ada yang sama dengan yang ada di Gresik. Di Gresik memiliki fon yang beragam dengan ukuran tulisan yang beragam juga.

Font aksara yang sama juga ada di pesarean Botoputih, Surabaya. Foto: nanang

 

Makam kuno di Pesarean Sentono Agung Botoputih jumlahnya terbatas tapi perlu diketahui makam siapakah itu. Untuk mengetahui berarti perlu membacanya.

Pernahkah kita berpikir bahwa pemerintah kota Surabaya dahulu pernah berbentuk kekabupatenan, yang kepala daerahnya adalah bupati. Presiden pertama Soekarno pernah berpesan “jangan sekali sekali melupakan sejarah”. Maka jangan pula melupakan secuil dari sejarah Surabaya, yang fakta artefaknya masih ada.@PAR/nng