Oleh: M Rizal Fadillah
POLITIK hukum adalah kebijakan politik tentang hukum, politik ekonomi merupakan kebijakan politik mengenai ekonomi baik arah, bentuk, atau sistem yang dianut. Politik budaya adalah kemauan politik mengenai budaya bangsa. Nah politik riset tidak lain bagaimana kebijakan kenegaraan mengenai riset baik kedudukan, fungsi, maupun sistem kelembagaannya. Diarahkan kemana perisetan Nasional.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah politik riset. Ternyata bukan saja Omnibus Law yang main disatu-satukan itu, lembaga riset pun disatukan di bawah satu komando. BATAN, LAPAN, LIPI, BPPT dilebur dalam BRIN. Lucunya lembaga riset ini memiliki Dewan Pengarah dan lebih lucu lagi Ketua Dewan Pengarahnya adalah Ketum PDIP. Parahnya, Ketua Dewan Pengarah memiliki kekuasaan yang sangat besar.
Ketum PDIP adalah Puteri Presiden Soekarno, penguasa Orde Lama yang dikenal diktator dan menjalankan model demokrasi terpimpin. Nasakom adalah politiknya. Menjepit agama dengan memanjakan komunis. Sayang akhir kekuasaannya tragis jatuh karena dikaitkan dengan pemberontakan PKI. Presiden seumur hidup tidak mampu bertahan dan hanya mampu menjabat hingga 1966. 21 tahun.
Soekarno menggagas badan riset MIPI (Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia) sebagai cikal bakal LIPI. Soekarno ingin lembaga riset yang besar semacam Academy of Science Uni Sovyet, Negara Eropa Timur, dan Tiongkok. Kiblat ke negara sosialis karena lembaga risetnya di bawah Negara, bukan swasta seperti di Amerika dan Negara Barat. Presiden memimpin langsung lembaga riset. Mungkin lembaga riset berguna untuk pengembangan ideologi sosialis dan komunis saat itu.
Menurut Sekjen PDIP Hasto Kristanto, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri meminta kepada Jokowi pada saat Pilpres 2019 untuk membentuk BRIN. “BRIN memang perlu di bawah Presiden langsung” katanya. Menariknya Megawati itu menjadi Ketua Dewan Pengarah BRIN sekaligus Ketua Dewan Pengarah BPIP. Sekretaris Dewan Pengarah BRIN adakah Shudamek Agoeng Waspodo, Chairman Garudafood. Boss kacang ini juga adalah anggota Dewan Pengarah BPIP.
Inilah akar dari politik riset dalam pembentukan BRIN. Politik ikut bahkan menentukan dalam mengarahkan riset-riset. Adakah Academy of Science dari negara sosialis menjadi rujukan BRIN ? Dikaitkan dengan agenda PPHN yang juga digagas PDIP maka lengkaplah arah politik riset ini ke depan. Ideologisasi yang menjadi ranah politik telah dilekatkan dengan lembaga riset nasional.
Persoalan yang muncul adalah keraguan publik bahwa ideologi Pancasila yang dicita-citakan Megawati Soekarnoputeri adalah Pancasila 18 Agustus 1945 atau Pancasila 1 Juni 1945 ? Jika yang dimaksud adalah yang terakhir maka BRIN menjadi lembaga riset yang berbahaya. Menjadi sarana ideologisasi yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 yang orisinal.
Politik riset tidak mengarah pada otonomi ilmiyah tetapi sarat ideologi. Cara seperti ini diterapkan oleh negara-negara sosialis atau komunis.
Jokowi dan Megawati harus menjelaskan dulu hal ini kepada Rakyat Indonesia. Jangan sampai terjadi penelikungan ideologi melalui lembaga riset.[]
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan