TKP Penemuan Jenazah yang Bukan Jenazah?

Oleh: Pudji Hardjanto

KETIKA tiba di TKP sesuai prosedur sebelum melakukan kegiatan saya lihat jam terlebih dahulu, ternyata pukul 07.57 WIB. Kami catat dan amati setiap detail yang ada di sekitar TKP.

Masih pagi hari di pantai dengan udara sangat sejuk dan sang surya memberikan sinar penerangan sekaligus kehangatan bagi tubuh dan jiwa kami, namun kami tidak sedang piknik ya.

Saya bersama beberapa ahli forensik sedang bekerja di TKP ditemukannya tubuh seorang perempuan yang terdampar di pinggir laut, dengan pakaian lusuh atau kusam bercorak warna merah dan putih. Ketika ditemukan tubuh dalam keadaan terpotong dua bagian. Bagian pertama diafragma ke atas hingga kepala sehingga organ-organ yang ada dalam dada tampak jelas dan masih segar. Sedangkan satu bagian lagi rongga perut (tepat dibawah diafragma) ke bawah hingga kaki. Namun usus dan lambung tidak ditemukan.

Selaku ahli forensik kami pun bekerja dengan tenang berdasarkan prosedur dan keahlian yg kami miliki. Namun seketika kepanikan terjadi tatkala menyaksikan bahwa tubuh tersebut ternyata masih hidup dan mengatakan sesuatu dengan bahasa yang sangat asing bagi kami.

Anehnya saya bisa mengerti yang dia katakan, “Aku adalah ibu, lihatlah. Pelajari dengan cermat serta pahami pada bagian jantung dan hatiku dengan kebaikan. Budi pekerti serta ilmu pengetahuan yg kau miliki, maka kau akan paham apa yang terjadi pada diriku dan kamu pun akan paham apa yg terjadi pada dirimu dan lingkunganmu. Ketika kau paham akan itu maka tubuh dan jiwaku akan menyatu lagi dengan alam, kutinggalkan pakaian untuk kau pelajari, rawat dan satukan lagi”.

Saya terbangun. Saya nyalakan lampu tidur di samping ranjang dan saya ambil ponsel dan melihat waktu. Hari ini selasa, 24 Mei 2022 pukul 04.57 WIB.

Saya baru sadar ternyata kejadian tersebut adalah mimpi.
Sebenarnya ingin saya cari arti mimpi itu di kitab 1001 mimpi yakni kitab suci yang menyatukan umat penggemar SDSB, Porkas dan penggemar judi togel. Ternyata saya tidak memilikinya.

Pagi harinya menikmati hangatnya sinar surya ditemani secangkir kopi Gunung Ijen dan rokok Marlboro black filter. Saya duduk di pinggir kolam kecil di depan rumah sambil membaca beberapa tulisan. Lalu tanpa sengaja hati ini tertarik dengan tulisan pada bait Kakawin Arjuna Wiwaha karya Empu Kanwa, pujangga besar di jaman kerajaan Prabu Airlangga Jawa Timur yang merupakan salah satu putra dari Prabu Udayana, kerajaan Bali.

Karya sastra ini sangat menarik. Hasil karya daya ciptaning keluhuran budi pekerti leluhur nusantara yang telah memberikan ide, pesan, petunjuk dan bimbingan spiritual tentang pemberdayaan diri dan budi pekerti secara terpadu antara daya rasa, cipta, dan karsa dalam kehidupan melalui karya sastra tertulis yang sangat monumental.

“Tati-takining sewaka guóa-widya, Smara-wisaya rwangpuluh ing ayusya, Tengahing tuwuh sanwacana ya gêgön, Patilareng àtmeng tanu pagurokên”

Artinya: Kewajiban pertama seorang abdi dharma adalah berusaha keras untuk mendapatkan karakter mulia dan ilmu
pengetahuan.

Kewajiban kedua setelah dua puluh tahun (masa belajar) adalah berusaha keras untuk mendapatkan arta dan kama; (arta= kemakmuran, kebutuhan pokok), Kama = kenikmatan jasmani-rohani, kasih sayang dan cinta kasih)

Kewajiban ketiga, setelah tengah umur (masa pensiun) seorang abdi dharma hendaknya tekun mendalami ajaran hakikat dengan mempelajari wacana-wacana suci.

Dan yang keempat, abdi dharma
hendaknya berguru kamoksan, belajar untuk kemerdekaan atau ketenangan jiwa dan nilai-nilai spiritual sebagai bekal di kehidupan selanjutnya. Laku dan lelaku.

Ada hubungannya nggak?

Selamat pagi, jalani hidup dengan welas asih dan jangan lupa bahagia.

Viva forensic.@

*) Penulis buku TKP Bicara

forensikinafisjenazahpudji hardjantoTKP
Komentar (0)
Tambah Komentar