Direktur IFI Surabaya Ikuti Jelajah Jejak Eropa di Surabaya

REKAYOREK.ID Padma Tour and Travel bersama Surabaya Urban Track (Subtrack) menggelar wisata sejarah dengan jalan jalan di bekas Kampung Eropa Surabaya pada Minggu pagi, 5 Maret 2023.

Ada 38 peserta, yang terdiri dari anak anak dan dewasa termasuk direktur Institut Français Indonesia (IFI) Surabaya, mengikuti jalan jalan edukasi tentang sejarah Kampung Eropa Surabaya.

Kampung Eropa Surabaya adalah sebuah kawasan yang menjadi wilayah awal pendudukan bangsa Eropa, yang dibuka oleh orang orang Belanda yang kala itu tergabung dalam aktivitas perdagangan Hindia Timur (VOC) pada awal abad 17. Wilayah pendudukan ini semakin lengkap infrastrukturnya sebagai sebuah kota ketika Surabaya menjadi ibukota wilayah Ujung Timur Pulau Jawa (bagian) Timur, Java van den Oosthoek.

Konsep sebuah kota Eropa ini memang diusung dari Eropa sehingga sebagai sebuah kota, Surabaya memiliki kantor pemerintah, kantor perdagangan, gereja, dan utilitas publik lainnya mulai transportasi, jalan dan jembatan, alun alun, perumahan warga hingga rumah sakit.

Sebagai sebuah kota, kawasan wilayah kota Surabaya ini tergambar pada sketsa peta tahun 1787. Gambar ini sebagaimana dimuat oleh Asia Maior dalam buku “Soerabaja 1900-1950”. Gambar sketsa kota Surabaya ini menunjukkan kelengkapan infrastruktur, sarana dan prasarana kota.

Wisata sejarah jalan jalan menelusuri jejak Kampung Eropa pada Minggu pagi ini untuk melihat dari dekat peninggalan Kampung Eropa di Surabaya. Ternyata, infrastruktur jalan yang ada sekarang ada sejak abad 17 dan 18.

Untuk menambah pemahaman para peserta tentang keberadaan eks Kampung Eropa Surabaya, tim Subtrack sengaja membawa media peta dan foto foto lama Surabaya untuk mendukung pemandu dalam memberi penjelasan kepada peserta.

Jejak Eropa di Surabaya. Foto: nanang

 

Jalan jalan sejarah ini dimulai dari titik Jembatan Merah (Roodebrug), lalu menyusuri jalan Jembatan Merah (Willemkade), yang berpagar gedung gedung raya dan salah satunya adalah Gedung Singa karya arsitek HP Berlage. Gedung Singa adalah salah satu dari gedung gedung tua abad 20 yang menghadap sungai Kalimas.

Dari jalan Jembatan Merah, kemudian perjalanan menuju ke jalan Mliwis (Dwarboomstraat) untuk melihat gedung gedung dari abad 19 yang terkenal dengan aksentuasi pilar pilarnya. Seperti gedung pabrik Lemon J.C. van Dronggelen & Hellfac.

Setelah dari jalan Mliwis, selanjutnya perjalanan wisata menuju ke arah barat dan memasuki jalan Gelatik (Stadhuizsteeg), yang masih menyimpan gedung gedung dari peninggalan abad 18. Gedung gedung di sana pantas disebut rumah rumah warga Eropa kala itu.

Dari sisa peninggalan karya arsitektur mulai dari abad 20, 19 hingga 18, peserta bisa melihat dan mengobservasi dari dekat. Mereka juga bisa mengamati sejarah perkembangan kota dari gaya arsitektur yang sederhana hingga yang lebih kompleks.

Para peserta tidak hanya diajak untuk mengenali karya arsitektur dari setiap peradaban era (zaman), tapi mereka juga diajak untuk mengenal kondisi kota yang awalnya dibatasi oleh tembok sehingga Kota Surabaya pernah disebut sebagai Kota Bertembok (walled town) hingga tembok dibongkar demi pembangunan dan perkembangan kota.

Sekarang tembok kota sudah hilang, tetapi diduga masih ada secuil bekas tembok kota yang masih berdiri di jalan Krembangan Timur (Oost Krembangan). Di jalan yang sama, peserta juga berkesempatan masuk sebuah rumah yang dulu merupakan komplek rumah sakit. Di dalam rumah itu masih didapati sebuah bangunan bekas gudang opium, yang menjadi bagian dari komplek rumah sakit di era VOC.

Selain sebagai bagian dari kebutuhan rumah sakit, opium pernah menjadi komuditas dagang Vereenigde Oost Indische Companie (VOC) pada 1677. Dikabarkan bahwa seorang dokter Inggris, Thomas Syndenham pada 1680 pernah menulis, “Di antara semua obat-obatan yang disediakan bagi manusia atas perkenan Tuhan, tidak ada yang semanjur dan seuniversal opium untuk meringankan penderitaan.”

Karenanya opium, yang secara klinis sejenis morfin, sampai sekarang menjadi obat paling unggul untuk menghilangkan rasa sakit dan dipergunakan sebagai pengobatan resmi, meskipun penyalahgunaannya juga meluas di seluruh pelosok dunia.

Dari Krembangan Timur, selanjutnya peserta diajak mengamati sebuah gedung di jalan Rajawali (Heerenstraat), yang dulunya adalah rumah sakit militer dan ditambah menyaksikan gedung berpilar di pojokan jalan Rajawali dan jalan Branjangan (Boomstraat) dari abad 19, yang pernah dipakai sebagai Apotik Surabaya.

Selanjutnya, di batas utara kota bertembok, peserta diajak masuk ke museum Bank Indonesia yang dulu dikenal sebagai De Javasche Bank, sebuah Bank Sentral di era Hindia Balenda.

Media Pembelajaran Sejarah Bagi Anak

Dari 38 peserta wisata sejarah, terdapat 5 peserta usia anak anak. Meski demikian, mereka mampu menuntaskan perjalanan hingga selesai. Padahal mereka harus berjalan kaki mulai awal hingga akhir. Durasi yang ditempuh dengan berjalan kaki selama  3,5 jam mulai pukul 08.00 hingga 11.30.

Menurut pasangan keluarga Agung dan Gita Pratama, kegiatan jelajah sejarah di bekas kota Eropa ini menyenangkan. Termasuk bagi anak anaknya yang turut serta.

“Anak saya menikmati sih, yang besar ataupun yang kecil”, terang Gita Pratama.

Peserta Surabaya Urban Track (Subtrack). Foto: nanang

 

Gita mengakui bahwa wisata sejarah ini cukup padat materi dan padat energi tapi masih terhitung aman bagi anak anaknya. Mereka sekeluarga bisa menikmatinya dan menyimak narasi yang disampaikan pemandu.

“Anak anak masih bisa menangkap sih untuk penjelasannya. Yang penting mereka paham dulu tentang wisata tadi itu tentang sejarah”, tambah Gita.

Tidak hanya dua puterinya, tiga anak anak lainnya juga terlihat sangat menikmati perjalanan wisata sejarah di bekas Kampung Eropa Surabaya. Di sepanjang perjalanan, ke lima anak anak ini aktif dan tertib.

Perjalanan wisata sejarah, yang dilakukan dengan berjalan kaki selama lebih dari 3,5 jam, telah memberi pengalaman nyata kepada semua peserta baik yang dewasa maupun yang anak anak bahwa belajar sejarah itu menyenangkan.

Belajar sejarah tidak harus di dalam sebuah ruangan sambil memegang buku. Benda, bangunan dan kawasan bersejarah ternyata lebih dari sebuah buku sejarah. Karenanya wisata sejarah dengan berjalan menyusuri tempat tempat bersejarah memberikan pengalaman interaktif antara pembelajar (peserta) dengan obyek sejarah.

Diikuti Direktur Institut Français Surabaya 

Program wisata sejarah “Jejak Eropa di Surabaya”, yang diadakan oleh Padma Tour and Travel bersama Subtrack, yang dioperatori oleh Begandring Soerabaia, memang mencuri perhatian. Lho, ada Kampung Eropa di Surabaya.

Perhatian itu datang dari Sandra Vivier, direktur Institut Français di Surabaya. Sandra Vivier, yang mulai menjabat sebagai Direktur Institut Français Surabaya pada 11 September 2021, memang memiliki perhatian pada peradaban Timur.

Fakta ini dapat dilihat dari latar belakang akademiknya yang bergelar master Hubungan Internasional dari l’université de Paris dan gelar sarjana di bidang Bahasa dan Peradaban Tiongkok dari Institut National des Langues et Civilisations Orientales (Inalco) atau Institut Nasional Bahasa dan Peradaban Timur. Budaya dan sejarah adalah bagian dari suatu peradaban.

Direktur Institut Français Indonesia (IFI) Surabaya, Sandra Vivier. Foto: nanang

 

Surabaya, sebuah kota dimana ia berkarir saat ini, adalah bagian dari percik peradaban Timur. Karenanya eksplorasi sejarah kota Surabaya dalam program jalan jalan menggeretnya ikut bersama peserta lainnya.

Sandra, yang didampingi Pascal, terlihat antusias mengikuti wisata menelusuri jejak Eropa di Surabaya. Ada fakta sejarah yang langsung terkait dengan mereka.

Yaitu secara historis, di Surabaya pernah ada Gereja Katolik Roma di kawasan Kampung Eropa Surabaya. Selain itu, di Kampung Eropa pernah terdapat warga Perancis yang keberadaannya dapat dilihat di pemakaman Eropa Peneleh. Termasuk di Hindia Belanda pernah ada masa masa di bawah pengaruh Perancis ketika negeri Belanda dikuasai Perancis.

Contohnya adalah ketika Hindia Belanda diperintah oleh Gubernur Jendral Daendels. Daendels pernah menyebut dirinya sebagai anak Revolusi Perancis, karena Ia sangat suka dengan semangat Revolusi Perancis, yakni Liberte, Egalite, Fraternite.

Kesetiaan Daendels terhadap Perancis ini membuat dirinya diangkat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda ketika Perancis berhasil menguasai Belanda.

Selama perjalanan, Sandra sangat memperhatikan setiap untaian narasi yang disampaikan pemandu. Sandra mengerti betul apa yang disampaikan pemandu. Bahkan ketika diadakan quiz, Sandra memenangi satu dari tiga pertanyaan quiz.

“Sebutkan salah satu ciri bangunan dari abad 19 yang menjadi trend di masa Gubernur Jendral Daendel !”, demikian pertanyaan quiz.

“Pilar”, jawab Sandra singkat dan jawaban Sandra benar. Ia pun dapat hadiah atas quiz itu. @Nanang

Komentar (0)
Tambah Komentar