Hotel Majapahit Bingkai Sejarah dan Budaya Surabaya

REKAYOREK.ID Hotel Majapahit di jalan Tunjungan Surabaya adalah salah satu ikon bersejarah di kota Surabaya. Hotel itu menggambarkan keberanian arek arek Surabaya dalam peristiwa perobekan bendera yang terjadi pada 19 September 1945.

Karena peristiwa itu, salah satu menara hotel, sisi Utara, diberi tanda berupa prasasti yang mengisahkan peristiwa itu dan peristiwanya patut dikenang oleh generasi penerus sekarang dan mendatang.

Peran publik dalam mengenang peristiwa itu sudah silih berganti. Pernah ada monolog di pucuk menara, ada reka ulang perobekan bendera dan ada upacara atas peristiwa kepahlawanan 19 September 1945.

Pengelola hotel tidak ketinggalan dalam mengambil hikmah dari nilai nilai kejuangan dan kepahlawanan yang terjadi di hotel yang didirikan pada 1910. Di bawah manajemen Kahar Salamun, hotel ini dibuka tidak hanya untuk publik yang akan menginap di hotel vintage ini. Ia juga membuka untuk publik Surabaya yang akan belajar sejarah Surabaya dari hotel ini.

“Tugas kita semua adalah untuk melestarikan nilai nilai yang ada di tempat ini agar generasi sekarang bisa belajar sejarah sebagai modal untuk menatap masa depan yang lebih baik”, terang Kahar, yang menjadi Narasumber dalam acara diskusi sejarah yang digelar di Ruang Bromo, hotel Majapahit pada Rabu (14/8/2024). Pembicara lainnya adalah Ady Setiawan, sebagai pegiat sejarah dan penulis buku dari komunitas Roode Brug Soerabaia.

Kahar menjelaskan bahwa sekitar 60 persen, tamu tamu hotelnya adalah wisatawan dari mancanegara yang menginap dengan alasan utamanya heritage dan sejarah. Ketika tamu mancanegara mau menghargai nilai nilai vintage dan sejarah, tentu warga kota tidak boleh ketinggalan.

“Kami ini setiap datang hari hari besar dan penting bagi Surabaya, kami selalu berpakaian yang nasionalis. Sekarang saya pakai baju pejuang”, jelas Kahar sebelum acara diskusi.

Dalam diskusi itu, narasumber Ady Setiawan, menjelaskan rentetan sejarah dari hotel Majapahit yang telah berganti nama beberapa kali seiring dengan masa yang terus berganti.

Di era kolonial, namanya Hotel Oranje, lalu berganti Hotel Yamato di masa pendudukan Jepang. Berganti lagi menjadi Hotel Merdeka ketika bangsa ini meraih kemerdekaannya. Berganti lagi menjadi LMS Mojopahit. Berikutnya Hotel Mandarin Majapahit dan terakhir bernama Hotel Majapahit.

Paparan historis lainnya dari Ady adalah ketika hotel ini di masa masa revolusi termasuk terjadinya insiden perobekan bendera.

Selain mengikuti acara diskusi yang khusus dihadiri oleh kalangan media dan pers, mereka juga diajak tour sejarah hotel Majapahit dan meniti spot spot penting di sana. Misalnya di kamar 33 dimana pernah dijadikan kamar perwira Sekutu dan kamar Charlie Chaplin karena pernah dipakai menginap Charlie ketika berkunjung ke Surabaya. Selain itu, rombongan juga diajak naik ke balkon hotel untuk melihat dari dekat menara bendera dimana terjadi peristiwa perobekan bendera pada 19 September 1945.

Pihak pengelola hotel memahami betul perannya dalam melestarikan nilai nilai yang ada pada hotel. Karenanya manajemen hotel tetap menjaga hotel terus lestari dan menjaga nilai sejarahnya.

“Kalau hanya mementingkan ekonomis, hotel ini bisa saja dibangun sampai beberapa lantai. Tapi itu kan menghilangkan sejarah”, Kahar Salamun, GM Hotel Majapahit.

Sebagai pengelola hotel yang sangat bersejarah, bahwa hotel ini adalah sebuah nilai yang menjadi milik bersama.

Kahar juga menyadari adanya nilai budaya di Surabaya, misalnya literasi tradisional Aksara Jawa yang sudah diperkenalkan walikota Surabaya, Eri Cahyadi. Untuk mensupport kebijakan itu, Kahar juga memiliki rencana untuk menuliskan Aksara Jawa pada bagian bangunan hotel agar Aksara Jawa ini terpampang di hotel yang di depannya dilewati banyak orang.

Ringkasnya pihak hotel rela bagian dari gedung hotel menjadi bingkai penulisan aksara Jawa demi pelestarian budaya aksara Jawa yang telah diperkenalkan walikota. Kahar berharap penulisan aksara Jawa di hotelnya dapat disupport oleh pemerintah. Karena penggunaan aksara Jawa di hotelnya tidak boleh dipandang sebagai reklame, tetapi upaya bersama dalam pelestarian aksara Jawa seperti penulisan aksara Jawa sebagai signage di gedung gedung lainnya di DPRD, Balai Kota, Rumah Sakit dan fasilitas umum.@PAR/nng