Jelajah Sejarah Bersama Isa Bajaj

REKAYOREK.ID Kiranya masih belum cukup berbagi pengetahuan sejarah kota Surabaya ke warga kota, kali ini Begandring Soerabaia bersama Angkringan Pendopo Sidoarjo berbagi kisah sejarah Surabaya kepada seorang artis ibu kota. Namanya tersohor lewat layar kaca dan sosoknya dikenal sebagai aktor dan pelawak yang melejit lewat Audisi Pelawak TPI pada tahun 2005 lalu.

Sosok ini agak tinggi, berambut keriting, bermata agak sipit dan berkumis tipis. Meski dia sudah lama mengais rezeki di ibukota, tapi dengan gayanya yang sederhana dan lugas, ia tetap menunjukkan keasliannya sebagai putra daerah asal Magetan, Jawa Timur. Dia adalah Isa Bajaj. Seorang pemain sinetron komedi situasi “Bajaj Gaul”.

Bagi Isa, kedatangannya ke Surabaya pada Rabu (29/12/21) bukanlah yang pertama kali. Tapi kali ini menjadi yang pertama dimana dalam sekejap ia bisa lebih mengenal kota Surabaya, yang terkenal dengan sebutan kota Pahlawan. Sebelumnya, ketika ia ke Surabaya umumnya hanya sekedar melewati tempat tempat yang ternyata menyimpan banyak cerita.

Ia bersyukur bisa bertemu dengan Begandring Soerabaia dan Angkringan Pendopo, yang selanjutnya diajak menjelajah kawasan kawasan bersejarah. Ada dua kawasan. Yakni kawasan Simpang dan Tunjungan. Isa bersama Begandring Soerabaia dan Angkringan Pendopo memulai penjelajahan pada sore dengan tujuan kawasan Simpang.

Simpang adalah salah satu kawasan elit kota Surabaya di era kolonia. Di jamannya, disana terdapat istana Simpang (Gedung negara Grahadi), rumah sakit Simpang ( menjadi hotel Surabaya Plaza), hotel Simpang (hotel Grand Inna Tunjungan), jalan Simpang (Jl. Gubernur Suryo), apotik Simpang (tetap apotik Simpang), Taman Simpang (hotel Garden) dan gedung perkumpulan orang orang Eropa Simpangsche Sicieteit (Balai Pemuda).

Selain itu, di kawasan ini juga pernah terdapat sebuah museum kota, Stedelijk Museum, yang kini berdiri sekolah swasta Trimurti. Di tempat ini Isa diajak untuk melihat benda benda museum yang tersisa. Yakni sebuah emblem kota Surabaya yang terbuat dari lempengan tembaga yang kini tertempel di dinding bangunan sekolah. Benda museum lainnya adalah patung setengah badan pendiri museum. Yakni GH von Faber yang sekarang menjadi penghias taman sekolah.

Sementara itu benda benda museum yang bersifat arkeologis ditempatkan di taman kecil di selatan Taman Apsari. Salah satu benda arkeologis ini adalah arca Joko Dolog yang menjadi perwujudan raja terakhir kerajaan Singasari, Raja Kartanegara.
Bagi Isa, arca ini sangat istimewa karena pada lapik sang Joko Dolog duduk bersila terdapat inskripsi yang sangat indah dengan pesan yang sangat penting. Yaitu adanya pesan wawasan nusantara yang diilustrasikan melalui inskripsi tentang upaya penyatuan kembali dua wilayah yang terbelah, yakni Jenggala dan Panjalu.

Tidak terasa jelajah sore berjalan selama satu jam dan diakhiri di Balai Pemuda yang kini dijadikan sebagai alun alun Surabaya.

“Iya, yang pas mestinya bernama Alun Alun Simpang karena dapat mengangkat kembali nama Simpang yang sangat bersejarah di kawasan ini. Apalagi nama Simpang semakin hilang”, begitu pendapat Isa setelah mendengarkan riwayat kawasan Simpang.

Tunjungan

Kawasan berikutnya adalah Tunjungan yang belum lama dibuka “Tunjungan Romansa”, yakni atraksi publik yang menghadirkan nuansa nostalgia melalui koridor jalan Tunjungan yang ternyata masih menyimpan gedung gedung indah peninggalan dari era kolonial. Salah satunya adalah Hotel Majapahit.

Hotel legendaris yang dibangun tahun 1910 ini menjadi jujugan utama. Siapa yang tidak kenal dengan hotel Majapahit, yang dulu pernah berganti ganti nama mulai dari Oranje Hotel, Yamato Hotel, Merdeka Hotel, LMS Hotel, Mandarin Oriental Majapahit Hotel, hingga akhirnya menjadi Hotel Majapahit.

Tim jelajah sejarah bersama Isa Bajaj mendapat kehormatan ketika menjelajah hotel bersejarah ini. Karena kedatangannya disambut langsung oleh General Manager, Kahar Salamun. Tidak cuma menyambut dengan ucapan “selamat datang”, tapi Kahar langsung memandu yang diawali dari lobby hotel dengan menjelaskan awal mula bentuk bangunan hotel ketika masih memiliki dua menara yang menempel pada bangunan ballroom.

“Pada tahun 30-an, di bagian depan hotel dibangun loby hotel baru dengan menggunakan gaya art Deco sambil menyesuaikan perkembangan jalan Tunjungan”, jelas Kahar Salamun.

Setelah dari lobby hotel yang kental dengan gaya Art Deco, kemudian rombongan diajak menuju Ballroom yang sangat kental dengan arsitektur aslinya yang bergaya klasik. Sangat berbeda nuansa dan atmosfirnya antara lobby dan ballroom yang dulu berfungsi sebagai restoran.

“Hotel ini memiliki nyawa. Semua, mulai dari masuk di lobby hingga ke tempat ini termasuk ke tempat lainnya. It’s a story telling hotel”, jelas Kahar ketika membandingkan Majapahit hotel dengan hotel hotel lainnya.

Jalan Tunjungan juga kawasan yang bercerita karena arsitekturnya, termasuk peristiwa sejarah yang melatar belakangi.

Ada satu kamar suite yang sangat bersejarah. Yakni kamar nomer 33 yang diberi nama “Merdeka”. Menurut Zaki Yamani, salah seorang anggota Begandring Soerabaia, kamar hotel ini pernah menjadi ruangan kantor NICA (Nederlands Indies Civilization Administration) yang dipimpin oleh Plugman.

“Ini adalah kantor pengendali pemerintahan sipil Hindia Belanda, yang jika berhasil misinya, maka Plugman digadang menjadi walikota untuk Surabaya.” Jelas Zaki ketika bercerita di dalam kamar 33.

Kahar Salamun sangat senang kedatangan pegiat sejarah beserta Isa Bajaj karena baginya bisa menambah wawasan historis tentang hotel Majapahit. Kahar tetap bersemangat meski roomtour ini malam hari. Ia pun kemudian mengajak rombongan naik ke teras atas dimana bisa melihat langsung menara tempat terjadinya perobekan bendera merah putih biru menjadi merah putih.

“The flag insident”, itulah nama yang kemudian umum secara internasional dan menjadi penanda tersendiri bagi hotel Majapahit. Tak heran jika setiap tahun diadakan teatrikal perobekan bendera. Dalam dua tahun terakhir selama masa pandemi teatrikal perobekan bendera untuk sementara ditiadakan.

Setelah puas dengan kunjungan ke hotel Majapahit, jelajah berikutnya ke gedung BPN yang dulu di kenal dengan Loge Gebouw atau rumah loji. Tepatnya Loji Freemason. Freemason bila diartikan secara etimologi -pemenggalan kata, berasal dari Bahasa Inggris, yakni ‘free’ berarti bebas, dan ‘mason’ berarti tukang batu.

Maka Freemason berarti ‘tukang batu yang bebas’ dalam berfikir. Tapi, jika ditelisik lebih jauh lagi, Freemason merupakan organisasi begitu misterius, beranggotakan elite-elite pribumi hingga Eropa yang berpengaruh di masanya.

Tujuan dibentuknya Freemason adalah ingin menanamkan pemikiran sama dan persaudaraan seluruh dunia atas dasar kemanusiaan bidang kemanusiaan, amal, pendidikan dan sosial.
Bangunan Loji ini sangat megah dan anggun. Ditopang dengan kolom kolom besar. Satu satunya bangunan bergaya romawi di Surabaya.[nanang]

Begandring SoerabaiaIsa Bajaj