Publik Minta Walikota Ganti Nama “Alun Alun Surabaya”

Dalam polling, warga Surabaya meminta agar nama “Komplek Balai Pemuda” dipakai untuk menggantikan nama “Alun Alun Surabaya” agar tidak salah arah dan salah kaprah di kemudian hari. Ada juga yang menginginkan dengan nama “Alun Alun Balai Pemuda” serta “Alun Alun Simpang”.

REKAYOREK.ID Sejak 2 hari yang lalu (15/1/22) komentar publik yang menanggapi polling instagram Love Suroboyo tentang penggunaan nama “Alun Alun Surabaya” di komplek Balai Pemuda sudah mencapai 575 komentar (per 17/1/22).

Polling ini mayoritas memberi komentar tentang ketidaksetujuan dengan penggunaan nama “Alun Alun Surabaya”.

Alasan mereka sangat masuk akal karena penggunaan frasa “Alun Alun Surabaya” untuk menamai komplek Balai Pemuda dianggap mengaburkan sejarah. Yakni sejarah Balai Pemuda itu sendiri dan sejarah Alun Alun Surabaya yang memang pernah ada di komplek Tugu Pahlawan ketika sistim pemerintahan Surabaya masih berbentuk Kadipaten dan Kabupaten.

Dari jajak pendapat singkat dengan para pengunjung di komplek Balai Pemuda yang direkam oleh Begandring Soerabaia melalui video (8/1/22), sangat terlihat betapa para pengunjung dalam rekaman tidak mengetahui apa itu Balai Pemuda.

Yang mereka tahu adalah “Alun Alun Surabaya “ karena namanya terpampang mencolok dan besar di muka plataran bangunan bersejarah Simpangsche Societeit yang kemudian dipakai sebagai markas Pemoeda Repoeblik Indonesia (PRI) dalam perang Revolusi 1945 di Surabaya.

Dalam polling yang dibuat Love Surabaya melalui akun instagramnya, mereka yang sudah mengenal Balai Pemuda, 100 persen tidak setuju dengan penggunaan nama “Alun Alun Surabaya “ di komplek yang bersejarah bagi kota Surabaya itu.

Atas ketidaksetujuan itu, mereka dalam polling itu meminta agar nama “Komplek Balai Pemuda” dipakai untuk menggantikan nama “Alun Alun Surabaya” agar tidak salah arah dan salah kaprah di kemudian hari. Ada juga yang menginginkan dengan nama “Alun Alun Balai Pemuda” serta “Alun Alun Simpang”.

Alasan yang muncul dari komentar komentar yang mengusulkan pemakaian nama “Balai Pemuda” atau “Simpang” karena kedua nama itu mengandung kearifan lokal. Balai Pemuda adalah nama yang diambil dari peran Pemoeda Repoeblik Indonesia (PRI) ketika menggunakan gedung Simpangsche Societeit sebagai markas PRI.

Sedangkan Simpang adalah nama kawasan elit di sana yang namanya menjadi label beberapa infratruktur di kawasan itu. Misalnya Huiz van Simpang (sekarang Grahadi), Rumah Sakit Simpang (sudah hilang dan berganti Surabaya Plaza), Hotel Simpang (Gran Inna Hotel), dan Apotik Simpang (masih ada).

Ternyata jajak pendapat dan polling tidak hanya dilakukan oleh Love Surabaya, ada juga pihak pihak lain (baik individu maupun institusi) yang menyikapi isu penggunaan nama “Alun Alun Surabaya” dan semuanya bersikap tidak setuju dengan nama alun alun Surabaya untuk komplek Balai Pemuda.

Bahkan Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Jawa Timur melalui diskusi Webinarnya pada Selasa (11/1/22), yang mengangkat tema “Anomali Alun Alun Kota Surabaya”, berkesimpulan bahwa diskusi terbuka itu menunjukkan ketidak setujuan dengan nama alun alun Surabaya. Menurut Ketua MSI Jatim Prof. Dr. Purnawan Basundoro, hasil diskusi itu diserahkan ke walikota Surabaya, Eri Cahyadi.

Profesor Aminudin Kasdi, sejarawan dan guru besar Unesa, yang sebelumnya juga pernah menjabat sebagai Ketua Masyarakat Sejarahwan Indonesia (MSI) Jatim, menegaskan bahwa ada sejarah kepahlawanan di gedung Balai Pemuda, ada alun alun Surabaya yang dulu terletak di kawasan Tugu Pahlawan yang penataan ruang nya tidak meninggalkan pola kuno yang pernah ada di Majapahit. Sisa dari penataan kuno itu masih membekas di kawasan Tugu Pahlawan meski alun alunnya sudah tidak ada.

Eko Jarwanto, sejarawan Gresik berpendapat bahwa untuk tetap mengenalkan sejarah alun alun Surabaya, setidaknya perlu ada penanda atau media informasi yang dipasang di kawasan Tugu Pahlawan yang menceritakan bahwa pernah ada alun alun di kawasan itu.

Sementara Imam Syafi’i, anggota Komisi A DPRD Surabaya mengatakan bahwa ia tidak setuju dengan penamaan Alun Alun Surabaya di Komplek Balai Pemuda karena itu sangat berpotensi membuat publik tidak mengenal nama awalnya.

Imam, yang pernah menjabat sebagai redaktur koran Jawa Pos dan pemimpin redaksi JTV, mencontohkan bahwa penamaan baru dapat menenggelamkan nama lama adalah penamaan DBL yang pada akhirnya menenggelamkan Graha Pena yang beralamat di jl Ahmad Yani 88 Surabaya.

Tidak ketinggalan Wakil Ketua DPRD Surabaya, A. Hermas Thony menilai, bahwa dalam upaya mengaktualisasikan nilai nilai budaya yang terkandung dalam obyek obyek pemajuan kebudayaan sebagaimana diamanatkan dalam Undang Undang RI nomor 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, ia menginisiasi lahirnya Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pemajuan Kebudayaan, Kejuangan dan Kepahlawanan Kota Surabaya yang tujuannya adalah melestarikan dan mengaktualisasikan nilai nilai Kebudayaan, kejuangan dan kepahlawanan kota Surabaya.

Kasus isu pengaburan sejarah seperti yang selama ini mencuat akibat penggunaan nama “Alun Alun Surabaya” di komplek Balai Pemuda adalah bentuk kontradiksi terhadap nilai nilai lokal yang ada. Yaitu bertentangan dengan upaya pelestarian dan pemajuan nilai nilai kejuangan dan kepahlawanan.

Menurutnya jika selama ini publik bersuara hingga berbusa busa namun tidak ada hasilnya, maka melalui peraturan perundang-undangan akan ada upaya pelurusan sebagaimana mestinya.

Selain itu politisi Gerindra ini juga minta Walikota Surabaya Eri Cahyadi segera merespon sikap publik, termasuk rekomendasi dari Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Jawa Timur yang minta agar nama alun alun Surabaya di komplek Balai Pemuda diganti dengan nama yang lebih sesuai dan ramah kearifan lokal (local wisdom friendly).[nanang]

alun-alun surabaya