Rekayorek.id, Portal berita dan wadah berbagi kreativitas

Final Destination: Mengungkap Makna dan Filosofi Kematian sebagai Kawan atau Lawan

REKAYOREK.ID – Saat ini, sedang tayang film Final Destination: Bloodlines di bioskop. Banyak orang yang tertarik untuk menonton film sekuel keenam dari Final Destination Universe itu. Film ini mengikuti film-film sebelumnya dengan gaya penceritaan dan plot yang mirip, hanya saja dikembangkan lebih lanjut. Sejak film pertama Final Destination ditayangkan pada 2000, film tersebut mendapatkan perhatian besar dari penonton karena mengangkat cerita yang bisa dibilang “dekat” dengan masyarakat yaitu “ketakutan akan kematian”.

Final Destination sebetulnya tidak sekadar mengungkap bagaimana ketakutan manusia akan kematian, tapi juga memberikan ruang untuk melihat perspektif “menghindari kematian = melawan hukum alam. Bagaimana tokoh-tokohnya harus berjuang dalam menghadapi tantangan serta berbagai macam hal yang siap merenggut nyawa mereka, karena memang mereka ditakdirkan untuk mati.

Berbagai cara untuk menghindari kematian pun dicoba, mulai dari mencari tahu dan menghubungi penyintas yang berhasil lolos dari kematian, hingga mencoba menipu kematian dengan berbagai trik dan taktik. Tokoh-tokoh dalam Final Destination Universe sering digambarkan mengalami penglihatan terkait dengan kematian massal yang akan menimpa diri mereka sehingga berhasil menghindari kematian tersebut.

Namun, kematian yang sudah menjadi keniscayaan merupakan “bagian dari sistem kehidupan” sehingga kematian yang berhasil dicurangi ini tidak terima hingga akhirnya menuntut dan berusaha mengejar seluruh tokoh yang berhasil mencurangi kematian agar mereka mati dengan cara apapun. Bahkan, dengan cara yang sadis.

Kisah Mencurangi Kematian dari Berbagai Mitologi
Di Yunani, terdapat kisah Sisyphus yang menipu para dewa dan kematian. Dia menjebak malaikat maut Thanatos sehingga dapat mencurangi kematian. Akibat perbuatannya itu, Sisyphus diberi hukuman oleh Zeus. Dia ditakdirkan untuk selamanya menggulingkan batu besar ke atas bukit yang curam.

Dalam mitologi Mesir, terdapat kisah Osiris dewa Mesir, yang dibunuh oleh saudaranya Set, tetapi kemudian dibangkitkan kembali oleh istrinya Isis. Ini merupakan simbol kebangkitan dan keabadian dalam mitologi Mesir. Dalam mitologi tersebut tampak bahwa Dewa adalah sosok yang mampu menghindari kematian.

Dalam Islam juga terdapat kisah Nabi Idris AS yang berhasil mendapatkan kesempatan mengunjungi surga dan neraka ketika nyawanya hendak dicabut oleh malaikat maut Izrail. Ketika mengunjungi neraka, Nabi Idris AS sempat pingsan, namun ketika mengunjungi surga, ia terpana dengan keindahannya sehingga tidak mau pulang. Karenanya Nabi Idris AS menjadi penghuni surga tanpa mengalami kematian.

Dalam Alkitab terdapat sosok Henokh, yaitu tokoh pertama dalam Alkitab yang diangkat oleh Allah ke surga tanpa melalui kematian. Kisahnya ditulis dalam Kejadian 5:18-24. Henokh adalah orang yang hidup saleh pada zamannya. Hal ini berarti bahwa semasa hidupnya Henokh jauh dari dosa dan hidup dekat dengan Tuhan. Oleh kesalehannya, Henokh lalu diangkat Tuhan ke surga tanpa melalui kematian seperti manusia pada umumnya.

Dari berbagai mitologi tersebut, kita bisa melihat bahwa berbagai macam latar belakang budaya mengangkat tema tentang seseorang baik itu manusia, dewa, manusia setengah dewa, ataupun nabi, berhasil mencurangi kematian. Hal ini menunjukkan bahwa sejak dulu, kematian dianggap sebagai sesuatu yang menakutkan dan bagi siapapun yang berhasil menghindarinya akan menjadi sebuah kisah yang terus diingat.

Final Destination: Sebuah Makna Kematian atau Sekadar Sadisme Belaka?
Memaknai film Final Destination secara kritis kita akan melihat bahwasa film ini tidak hanya sekadar mengangkat tema kehidupan dan mencurangi kematian. Lebih dari itu, film ini juga mengekspos bagaimana adegan-adegan sadisme ditampilkan di dalamnya secara brutal dan mengerikan, tapi justru hal ini yang menjadi daya tarik film tersebut.

Bisa dibilang, cara kematian tokoh ketika berhasil menghindari kematian selalu dengan cara yang tragis dan sadis. Hal ini tentu memunculkan sebuah pertanyaan dan pendapat. Apakah memang Final Destination mengajak untuk memaknai kematian atau justru hanya membawa kita melihat adegan-adegan sadisnya semata?

Adegan sadis dalam film, terutama film horor memang tidak bisa dipisahkan. Namun, adegan sadis sejatinya tidak terlalu mempedulikan kematian, bagaimana bisa? Dalam sudut pandang psikopat, sadisme dipandang sebagai sebuah kenikmatan sehingga biasanya korban sadisme akan dibuat mati secara perlahan-lahan, bahkan ada yang tidak dibuat mati agar mereka dapat merasakan kepuasan dalam menyiksa orang yang masih hidup.

Pandangan seperti ini tentu mencederai bagaimana kematian dianggap sebagai sebuah “peristirahatan” sebuah momentum untuk kembali “pulang” tanpa merasakan sakit kembali. Adegan yang terlalu sadis atau brutal, dikhawatirkan mampu mencederai esensi dari kesakralan kematian itu sendiri. Namun, adegan mati secara sadis juga menunjukkan perspektif baru bagi kita bahwa manusia dan semua makhluk bernyawa dapat mati dengan berbagai cara apapun, bahkan cara sadis yang tak pernah diduga. Dan, itu biasanya bukan pilihan mereka, sehingga kita tidak bisa menghakiminya.

Penulis: Muhammad Azhar Adi Mas’ud
Editor: Basyir Aidi

Komentar
Loading...