REKAYOREK.ID Belum lama ini Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) New Delhi, India menggelar diskusi daring yang berjudul “Arti Penting Prasasti Pucangan dan Upaya Pengembaliannya” pada Kamis (23/12/2021).
Untuk menyikapi kehendak KBRI New Delhi itu, Perkumpulan Begandring Soerabaia kembali menggelar begandringan (diskusi) untuk mendukung niat KBRI New Delhi dalam upaya memulangkan Prasasti Pucangan, yang memang berasal dari Jawa Timur.
Sebelumnya, pada 12 Januari 2020 Begandring Soerabaia pernah menggelar diskusi yang berteman “Pemulangan Prasasti Pucangan” di Lodji Besar, Jalan Makam Peneleh 46 Surabaya.
Adalah Stamford Raffless, Letnan Gubernur di masa pemerintahan Inggris di Hindia Belanda yang membawa Prasasti Pucangan ke India pada 1812. Dalam diskusi itu, hadir seorang arkeolog dan epigraf aksara Jawa Kuna asal Jawa Tengah, Goenawan A. Sambodo.
Sementara itu, pada Senin (24/1/2022) Perkumpulan Begandring Soerabaia kembali menggelar diskusi lanjutan yang membahas dukungan terhadap upaya pemulangan Prasasti Pucangan. Kali ini diskusi yang sifatnya tertutup untuk pengurus Perkumpulan ini diadakan di lokasi Prasasti Wurare (Kertanegara) di komplek Taman Apsari Surabaya.
Menurut Ketua Perkumpulan Begandring Soerabaia, Nanang Purwono, pemilihan lokasi diskusi di Joko Dolog ini agar ada penguatan spirit dan semangat dalam pembahasan topik pemulangan Prasasti Pucangan.
“Prasasti Pucangan (1042 M) dan prasasti Wurare atau Kertanegara atau Joko Dolog (1289 M) adalah dua prasasti yang berbeda, beda masa dan beda pemerintahan. Tapi keduanya memiliki keterkaitan pesan. Karenanya, dengan melihat dan memahami isi inskripsi pada prasasti Wurare, akan ada jembatan untuk mamahami Prasasti Pucangan”, jelas Nanang Purwono.
Sementara itu, anggota Begandring Soerabaia yang membidangi sejarah klasik, Tepe Wijoyo, menjelaskan isi prasasti Wurare, khususnya terkait dengan pesan penyatuan kembali dua wilayah yang selalu bertikai, yakni Panjalu dan Jenggala.
“Prasasti Wurare ini menjadi penawar Mpu Baradha yang telah membelah wilayah pulau Jawa dengan mengucurkan air kendi dari langit sehingga pulau Jawa terbelah menjadi dua wilayah, yakni Panjalu dan Jenggala”, terang Wijoyo mengenai pembelahan wilayah pulau Jawa yang terjadi di masa akhir pemerintahan Airlangga pada pertengahan abad 11.
Peristiwa pembelahan pulau Jawa, yang tidak lain adalah wilayah kerajaan Kahuripan, terjadi pada akhir masa pemerintahan Raja Airlangga. Pembelahan ini atas permintaan Raja Airlangga, yang dibantu oleh Mpu Baradha.
“Nah, prasasti Pucangan menceritakan silsilah Raja Airlangga mulai dari Sri Isanatungga, Sri Isanatunggawijaya, Sri Makutawangsawardhana. Lalu anak Makutawangsawardhana yang bernama Gunapriyadharmapatni (Mahendradatta) kawin dengan Udayana, lalu lahirlah Airlangga”, jelas Wijoyo disela sela persiapan pembuatan konten video tantang Joko Dolog dan pemulangan prasasti Pucangan, yang diproduksi oleh Begandring Soerabaja.
Ketika menyibak riwayat Raja Airlangga melalui prasasti Pucangan, maka dapat diketahui kondisi geopolitik yang terjadi. Yakni adanya perpindahan kekuasaan dari Mataram Kuno (Jawa Tengah) ke Mataram Baru (Jawa Timur).
“Prasasti Pucangan adalah sumber penting. Tanpa prasasti Pucangan gambaran kekuasaan pada abad 10 hingga 11 agak gelap”, jelas Ketua Perkumpulan Begandring Soerabaia.
Bahkan, melalui prasasti Pucangan dapat diketahui bagaimana pada akhirnya Raja Airlangga menjadi sangat berkuasa dan naik tahta di kerajaan Kahuripan. Airlangga adalah satu satunya Raja yang berkuasa di kerajaan Kahuripan.
Akhir kekuasaan Airlangga adalah turun tahta (1042) setelah membelah wilayah kekuasaannya menjadi dua: Panjalu dan Jenggala untuk kedua puteranya.
Ketika dalam riwayat Airlangga terjadi kebijakan pembelahan wilayah kerajaan (1042), maka isi pada prasasti Wurare atau Joko Dolog atau Kertanegara terdapat pesan penyatuan dua wilayah Panjalu dan Jenggala.
Berangkat dari pesan kedua prasasti Pucangan (1042) dan Prasasti Wurare (1289), jika dikembangkan, maka ada korelasinya pesan dimana pada 1042 terdapat pesan pembelahan wilayah dan pada 1289 terdapat pesan penyatuan wilayah tanah-air, yang selanjutnya dikenal dengan konsep wawasan nusantara.
“Itulah pentingnya prasasti Pucangan untuk dipulangkan ke tempat asalnya”, pungkas Ketua Perkumpulan Begandring Soerabaia.
Menurut Profesor Aminudin Kasdi, Guru Besar Universitas Negeri Surabaya (Unesa) yang dihubungi secara terpisah mengatakan bahwa Prasasti ini sangat penting sebagai sumber sejarah yang dibutuhkan bangsa Indonesia.
“Prasasti Pucangan ini penting untuk kepentingan keilmuan sehingga memudahkan para peminat, pemerhati sejarah, kebudayaan, epigrafi Indonesia untuk meneliti dan mengkajinya. Selain itu juga untuk sumber politik karena dalam Prasasti itu terdapat kisah sejarah bangsa masa lalu. Jika Prasasti itu berada di rumah, maka akan lebih mudah melakukan kajian kajian dari isi Prasasti itu untuk tujuan tujuan ilmu politik dan pemerintahan”, jelas Profesor Aminuddin Kasdi.
Begandringan (diskusi) sejarah dan budaya di lokasi Prasasti Joko Dolog ini diikuti oleh perwakilan (wali) 9 pengurus Perkumpulan Begandring Soerabaia: Nanang Purwono, Kuncarsono, Yayan Indrayana, A Zaki Yamani, Cacuk Kuncoro, Khabib Karjo Marzuki, Fathurrozi, Taufan Hidayat dan Reang Kajeng Jati.
Diskusi yang memang bertujuan mendukung pemulangan Prasasti Pucangan dari India ini akan ditundaklanjuti dengan Surat yang akan dikirimkan kepada instansi dan lembaga terkait dalam upaya pemulangan Prasasti tersebut.[nanang]