Oleh: Asyari Usman
KEJAKSAAN Agung (Kejakgung) menetapkan empat tersangka pelanggaran ekspor CPO. Ada seorang direktur jenderal (dirjen), dan tiga pejabat senior dari tiga raksasa sawit dan CPO. IWW (Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag), SMA (senior manager corporate affairs Permata Hijau Group), MPT (komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia), dan PT (general manager PT Musim Mas) diduga terlibat dalam konspirasi untuk mendapatkan izin ekspor CPO yang melanggar berbagai peraturan.
Good job! Bisalah diapesiasi. Tapi, apakah cukup sampai di empat orang itu saja? Jelas sekali tak cukup. Jauh dari memadai.
Kejaksaan jangan cuma menghibur publik. Seolah keempat orang itu saja yang membuat heboh minyak goreng se-Indonesia. Sudah lelah rakyat menonton sinetron aparat penegak hukum selama ini.
Ekspor CPO yang melanggar ketentuan itu melibatkan nominal yang sangat besar. Belasan atau bahkan ratusan trililiun rupiah.
Tidak mungkin sebatas dirjen, manajer umum atau komisaris saja. Sebab, pelanggaran ekspor itu telah menghasilkan keuntungan besar bagi banyak perusahaan.
Dipastikan ada aktor-aktor intelektual yang membidaninya. Merekalah yang patut diduga memberikan gagasan cemerlang untuk meraup untung besar. Merekalah yang diduga memberikan otoritas kepada keempat tersangka yang dijerat Kejaksaan Agung itu.
Jadi, Kejakgung seharusnya naik ke orbit yang lebih tinggi dari keempat tersangka tersebut. Telusurilah orbit yang lebih tinggi itu. Sebab, keempat tersangka yang diumumkan dengan serius oleh Jaksa Agung itu hanya pejabat teknis administratif saja. Mereka hanya pelaksana. Mereka hanya orang-orang yang menandatangani dokumen-dokumen yang terkait dengan ekspor ilegal CPO. Mereka hanya jururunding alias negosiator.
Berhentilah menyuguhkan tayangan penghibur. Rakyat ingin melihat agar Kejakgung membongkar tuntas kasus ini. Hadirkan semua orang yang patut diduga terlibat. Jangan ada yang dilindungi.
Bukan hanya pemukulan, kerusuhan, penyiraman air keras, dan kejahatan-kejahatan serupa ini saja yang wajar diduga melibatkan para aktor intelektual. Para pelaku ekspor ilegal CPO itu pun mirip dengan berbagai posisi dalam pembuatan film. Ada “director” (sutradara), ada “producer” (penanggung jawab utama), ada “executive producer” (penanggung jawab khusus), ada “script writer” (penulis cerita), dll. Ada lagi “casting director” (yang mencari para pemeran yang tepat), dan sebagainya.
Jadi, untuk membuat “film eskpor CPO” yang kemarin tampil sebagai “box office” dengan keuntungan siluman puluhan triliun itu, seharusnya melibatkan banyak awak (crew). Tidak mungkin dilakukan empat orang saja.
Hari ini rakyat ingin melihat aktor intelektual kasus CPO dan kelangkaan minyak goreng. Carilah sutradaranya. Temukan dalangnya.
Yang empat orang tersangka itu mungkin saja terlibat. Tetapi, jangan-jangan mereka hanya ‘crew’ biasa saja.[]
*) Jurnalis, Pemerhati Sosial-Politik