Kembalikan Jam’iyah NU ke Seruan Hadratusysyaikh KH Hasyim Asy’ari
Oleh: Gus Aam Wahib Wahab
DALAM perspektif negara, Nahdlatul Ulama (NU) adalah Ormas (Organisasi Kemasyarakatan) yang sifat, tujuan, fungsi dan ruang lingkup kerjanya telah dipertegas dan diatur oleh UU RI no 17 thn 2013 tentang Ormas dan PERPPU RI no 2 thn 2017 tentang perubahan atas UU RI no 17 thn 2013 tentang Ormas.
Dalam peraturan perundang undangan tersebut telah jelas disebut mengenai sifat, tujuan, fungsi dan bidang garapan Ormas selain bersifat sosial dan mandiri, juga bertujuan:
1 Meningkatkan partisipasi dan keberdayaan serta memberikan pelayanan kepada masyarakat.
2 Menjaga, melestarikan & memelihara nilai agama, moral, etika dan budaya yang hidup di masyarakat.
3 Mengembangkan kesetiakawanan sosial, gotong royong dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat.
4 Menjaga, memelihara, memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa serta mewujudkan tujuan negara.
Pendek kata, dari perspektif negara, NU sebagai Ormas Keagamaan harusnya istiqomah, konsisten menjaga dan memelihara nilai nilai agama, moral, etika dan budaya yang hidup di masyarakat, dan menjunjung tinggi kesetiakawanan sosial serta memperkuat kesatuan dan persatuan bangsa guna mewujudkan tujuan negara dimaksud.
Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Begitulah antara lain sifat, tujuan, fungsi serta bidang garapan Ormas yang disebut dalam UU keormasan.
Paralel dengan peraturan dan perundang undangan yang berlaku. Para muasis (Ulama pendiri NU) juga telah menggariskan dengan tegas mengenai sosok atau jatidiri NU.
Tentang hal ini bisa dibaca dalam dokumen historis berupa Muqoddimah Qonun Asasi (MQA) yang ditulis Hadratusysyaikh KH Hasyim Asy’ari di awal berdirinya NU yang hingga saat ini menjadi salah satu rujukan utama untuk mengukur kinerja NU. Dalam MQA yang terdiri 38 ayat suci dan sejumlah hadits sahih tersebut.
Mbah Hasyim Asy’ ari juga menyinggung pentingnya membentuk suatu wadah perkumpulan guna memperjuangkan misi bersama.
Beliau mengatakan: “Bahwa sesungguhnya perkumpulan, perkenalan, persatuan, dan kerukunan adalah hal yang tidak perlu diragukan guna dan manfaatnya. Betapa tidak? Nabi Muhammad SAW bersabda: “Pertolongan Allah itu, bersama sama orang banyak, maka orang yang menyendiri (Mengisolasi diri) akan disambar syetan, seperti halnya anjing hutan menyambar kambing (yang menyendiri).”
Lantas perkumpulan atau jam’iyah seperti apa yang dijamin selamat dari sambaran syetan?
Perkumpulan yang senantiasa bertumpu di atas landasan Keadilan dan Kebenaran. Sebab tandas Mbah Hasyim Asy’ari terkait khitthah sembari menyitir sabda Nabi Muhammad SAW. Allah SWT rela terhadap tiga hal dan benci terhadap tiga hal pula.
Allah SWT hanya rela apabila kalian:
1 Hanya menyembah (berbakti) kepada-NYA dan tidak sekali kali menyekutu kan-NYA.
2 Berpegang teguh kepada Agama Allah tidak sekali kali bercerai berai dan,
3 Saling memberi nasehat kepada orang yang telah diangkat menjadi pemimpin.
Dan Allah SWT benci apabila kalian selalu:
1 Bertengkar atau bermusuhan,
2 Memperbanyak pertanyaan, dan;
3 Menghambur hamburkan harta benda secara tidak bermanfaat.
Selanjutnya Mbah Hasyim Asy’ari menyerukan: “Marilah wahai para ulama sekalian beserta para pengikutnya baik dari kalangan fakir dan kaya maupun lemah dan kuat bersatu padulah kedalam satu wadah berhimpun yang dinamakan Jam’iyah Nahdlatul Ulama. Masuklah kalian menjadi warga jam’iyah NU dengan penuh i’tikad baik, dan kasih sayang serta bersatu rukun baik lahir maupun batin.”
Sesungguhnya Jam’iyah NU adalah suatu organisasi yang berdiri di atas landasan keadilan dan kebenaran memperjuangkan kebaikan dan kesejahteraan bagi seluruh umat.
Oleh karenanya bagi orang orang yang beri’tikad baik tentu akan merasa senang dan puas bernaung dan masuk kedalam organisasi ini, tetapi sebaliknya bagi orang orang yang beri’tikad jahat, tentu akan terhalang dengan Jam’iyah ini.
Nah, dari perspektif Muasis (Ulama Pendiri NU) NU adalah organisasi atau jam’ iyah yang berdiri tegak di atas landasan/pondasi kebenaran dan keadilan.
Dalam bahasa pesantren disebut: Ashabul Haq Wal ‘Adl dan dalam Al Qur’an.
Ditegaskan Kuunuu Qowwamina Lillaahi Syuhadaa-a bilqisthi. Sehingga gerak dan langkah NU senantiasa berorientasi pada kewajiban amar ma’ruf nahi munkar (Menyeru kepada kebaikan dan menolak kemungkaran) dalam kerangka memperjuangkan kemaslahatan dan kesejahteraan seluruh umat
Dan gerakan tersebut, tentu dilakukan dengan cerminan perilaku Al Tawassuth sikap moderat, Al I’tidal berlaku adil, At Tawazun berimbang dan At Tasamuh toleran.
Dan semua perilaku tersebut didasarkan atau merujuk pada kutubus salaf.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Organisasi atau Jama’iyah NU didirikan oleh ulama besar yang tidak diragukan lagi kedalaman ilmu dan kesahihan perilakunya dengan penuh kesungguhan dan sakral.
Proses berdirinya NU pun menunggu konfirmasi atau petunjuk dari Allah SWT yang dilakukan Hadratusysyaikh Hasyim Asy’ari dan KH Abdul Wahab Hasbullah yang kemudian ditandai dengan dikirimkannya sebuah tongkat dan seuntai tasbih serta seperangkat ayat suci Al Qur’an dan Asma’ul husna oleh seorang kurir santri As’ad (kemudian dikenal dengan KHR As’ad Syamsul Arifin, Asembagus Situbondo) kepada KH Hasyim Asy’ ari Tebuireng Jombang atas perintah Syaikhona Muhamnad Cholil Bangkalan Madura.
Proses turunnya konfirmasi atau petunjuk dari Allah SWT memakan waktu lama. Tetapi tetap ditunggu dengan penuh kesabaran dan keikhlasan.
Tercatat dalam sejarah berdirinya NU KH Abdul Wahab Hasbullah telah mengusulkan kepada KH Hasyim Asy’ari (Guru sekaligus sepupu beliau) untuk mendirikan Jam’iyah Ulama pada tahun 1916. Tapi oleh sang Guru baru diterima dan diwujudkan 10 tahun kemudian (1926), setelah melalui proses istikharoh yang cukup panjang. Dan setelah terwujud, lambang NU pun diserahkan kepada ahlinya KH Ridwan Abdullah Surabaya untuk juga dimintakan perunjuk kepada Allah SWT melalui Istikharoh.
Dengan demikian dari aspek berdirinya Organisasi atau Jam’iyah NU tidak bsa disamakan dengan ormas pada umumnya.
Para Ulama mendirikan NU sebagai representasi perkumpulan manusia yang hanya takut kepada Allah SWT. Karena itu pilihan kata yang paling tepat untuk menggambarkan aktifitas dalam ber NU adalah mengabdi (Berkhidmah) kepada NU.
Semua gerakan pikiran, sikap dan tindakan dalam rangka membesarkan NU haruslah diniatkan ibadah Li Ilaahi-i kalimatillah al-lati hiyal’ ulya bukan untuk kepentingan lainnya. Apalagi untuk kepentingan pragmatis, materi, kekuasaan jabatan dan lain lain yang bersifat duniawi.@
*) Putera mantan Menteri Agama RI KHM Wahib Wahab
Cucu Pendiri NU KH Abdul Wahab Hasbullah
Ketua Umum Khitthah Ulama Nahdliyin