Penjara Koblen dan Asrama Koblen
REKAYOREK.ID Banyak pihak yang merasa “sayang” (kehilangan) atas hilangnya semua unit bangunan di dalam area tembok eks Penjara Koblen. Semua unit bangunan, baik yang berupa saal atau ruang tahanan maupun bangunan untuk rumah dan kantoran di area penjara, sudah tidak ada. Kecuali tersisa satu unit bangunan yang masih berdiri di sebelah tembok sisi timur. Kini bangunan itu dipakai sebagai kantor pengelola eks penjara Koblen.
Akhirnya, mau tidak mau, rasa sayang ini hanyalah rasa sayang belaka, tidak bisa mengembalikan sosok bangunan yang memiliki nilai sejarah. Hanya tembok yang berukuran tinggi sekitar 3 meter, lebar hampir setengah meter dan mengelilingi area sekitar seluas 5 hektar yang pada akhirnya harus dipertahankan. Apalagi, bangunan tembok eks penjara Koblen ini sudah tercatat sebagai Bangunan Cagar Budaya. Jadi layak dilestarikan.
Bangunan bangunan di dalam tembok eks Penjara Koblen memang sudah sirna ditelan jaman. Ibaratnya, nasi sudah menjadi bubur. Tidak ada lagi kesempatan menjadikan bangunan bangunan disana sebagai media pembelajaran, penelitian, ilmu pengetahuan, sejarah, budaya dan pariwisata sebagaimana diamanahkan dalam Undang Undang RI no 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Kita tidak lagi bisa melihat sosok kebendaan (tangibility) atas bangunan bangunan di sana. Akibatnya, kita pun juga menjadi lebih sulit lagi dalam memahami kisah kisah yang pernah terjadi disana sebagai saksi sejarah (in tangibility) kota Pahlawan Surabaya.
Untungnya, di sebelah eks Penjara Koblen ini masih ada komplek perumahan lama, yakni Asrama Koblen. Secara fisik kebendaan (tangibility) dan non fisik, ketidak bendaan (in tangibility), dari komplek Asrama Koblen yang dikenal dengan Asrama Polisi Koblen ini masih memiliki semuanya.
Komplek ini bisa dibilang langka karena komplek komplek serupa yang pernah ada di Surabaya, yang merupakan peninggalan dari masa kolonial, sudah tidak ada. Contohnya barak militer di Djotangan, yang kini menjadi komplek Polrestabes Surabaya, sudah hilang dan diganti dengan bangunan baru bertingkat.
Secara fisik, komplek bangunan Asrama Polisi Koblen ini mirip dengan komplek bangunan Penjara Koblen, mulai dari bentuk pagar tembok hingga bangunan bangunan di dalam tembok. Maka, kebendaan (tangibility) dari komplek Asrama Polisi Koblen bisa menjadi jembatan untuk membantu memahami sosok fisik Penjara Koblen. Apalagi secara non fisik (in tangibility), apa yang terjadi di dalam komplek ini mewarisi sejarah Asrama. Mulai awal dibangun (1930-an) hingga sekarang (2021) komplek ini masih berfungsi sebagai Asrama polisi.
Asrama ini dibangun bersamaan dengan pembangunan penjara di akhir tahun 1920-an hingga awal tahun 1930-an. Dibangun pada pasa pemerintahan Walikota Surabaya G.J. Dykerman, yang makamnya ada di tengah tengah komplek pemakaman Kembang Kuning Surabaya.
Dalam sebuah sidang Gementee yang dihadiri anggota dewan dan Walikota kala itu, ada permintaan dari dewan agar pembangunan penjara harus dibuat sedemikian rupa agar tidak kelihatan angker, apalagi dibangun di kawasan permukiman elit Sawahan. Wilayah Koblen kala itu masuk area Bovenstad (kota elit) di lingkungan permukiman elit Sawahan. Karenanya pemilihan materialannya pun terbilang bagus dan artistik.
Pembangunan komplek Penjara Koblen dan pendukungnya seperti Asrama dilakukan karena perkembangan kota Surabaya pada seperempat abad kedua di abad 20 mulai pesat. Ketika itu pembangunan infrastruktur kota gencar gencarnya dilakukan di berbagai penjuru kota sepert pembangunan sekolah, gereja, rumah sakit, kantor pemerintah, jembatan jembatan dan jalan serta sarana kota lainnya.
Pembangunan penjara Koblen dan pendukungnya seperti Asrama ini sebagai pengganti penjara Kalisosok di kawasan Benedenstad (Kota Bawah/lama). Penjara Kalisosok berdiri di Werfstraat, selanjutnya dikenal dengan nama jalan Penjara, kini berubah menjadi jalan Kasuari.
Dulu di jalan yang sama, Werfstraat, pernah ada kantor polisi yang satu atap dengan kantor pengadilan. Gedung kantor polisi tempo dulu di jalan Werfstraat ini berhadap hadapan dengan Gevangenis Kalisosok (Penjara Kalisosok).
Selanjutnya kantor besar polisi Surabaya pernah berpindah ke kediaman bupati Surabaya di Kebon Rojo yang kemudian berpindah ke Djotongan menempati Barak Militer yang kini dikenal dengan Polrestabes Surabaya. Kantor kantor cabang polisi pun tersebar di berbagai sektor kota. Kantor besarnya disebut Hoofdbureau, sedangkan kantor sektor sektornya disebut seksi seksi. Salah satu kantor polisi di Bubutan, dekat dengan penjara Koblen, adalah Kantor Polisi Seksi 3.
Karenanya, tidak heran jika di antara komplek Penjara Koblen dan kantor Polisi Seksi 3 (Bubutan) terdapat barak polisi Koblen. Barak polisi ini tidak lain adalah Asrama Polisi Koblen. Penempatan lokasi barak ini memudahkan mobilisasi personel baik ke kantor polisi seksi 3 Bubutan maupun ke lokasi penjara.
Secara historis Barak Polisi Koblen ini pernah dipakai sebagai Kantor Polisi Besar sementara yang merupakan perpindahan dari Hoofdbureau di Djotangan pada tahun 1945. Meski berpindah ke Koblen, tapi pihak Koblen harus tetap berkoordinasi dengan Hoofdbureau.
Itu semua adalah kisah kisah historis tentang kehadiran Barak/Asrama Polisi Koblen. Belum lagi kisah nilai arsitektur yang tersimpan di Asrama ini. Tentu nilai arsitekturnya layak menjadi obyek penelitian sipil dan arsitektur. Apalagi bangunan Asrama ini tergolong langka. Satu satunya barak yang masih ada dan utuh di Surabaya.
Jangankan bangunan yang masih ada di Asrama Koblen, yang secara arsitektur masih bisa menjadi penelitian, bangunan yang sudah hilang di komplek Penjara Koblen pun masih menjadi jujugan mahasiswa arsitek. Tentu para mahasiswa arsitek akan senang bisa mempelajari kontruksi bangunan di komplek Asrama Polisi Koblen.[Nanang]