REKAYOREK.ID Ketika menyusuri jalanan di kota London terasa seperti melewati sebuah lorong peradaban modern panjang. Dinamika jalanan wujud perkembangan zaman. Apalagi ketika ada mobil ambulan dengan sirene meraung terdengar semakin menggema karena pantulan suara di dinding dinding gedung di sepanjang jalan. Contohnya di jalan Piccadilly.
Saat ini, Piccadilly merupakan salah satu kawasan hiburan dan pertokoan yang sangat terkenal di London, dengan berbagai toko dan tempat hiburan seperti bioskop, teater, dan restoran. Melewati jalan ini bagai menyisir perkembangan zaman.
Jalan Piccadilly di London, Inggris ini, mendapatkan namanya dari seorang penjahit bernama Roger Baker, yang terkenal dengan pembuatan kerah renda bernama “dilli”. Jalan itu disebut Piccadilly karena kebiasaan publik ketika dengan bangga mengambil pesanan jahitan di penjahit di jalan itu.
Banyak orang yang mengatakan ketika ditanya “mau kemana?”, Jawabannya dengan bangga dan sombong “pick a dilly” (mengambil baju Dilli). Dari jawaban itu maka terkenal lah jalan itu dengan nama “Piccadilly”. Demikian jelas seorang pemandu wisata dalam bis wisata ketika melewati jalan Piccadilly yang ramai (2017).

Dari jalan ikonik ini terus menyusuri “lorong” hingga ke perpustakaan nasional the British Library, dimana puluhan manuskrip kuno beraksara Jawa dari Jawa disimpan. Penyimpanannya sangat rapi, terlebih terhadap koleksi yang berusia ratusan tahun.
Jutaan Koleksi
Koleksi manuskrip beraksara Jawa ini hanya sebagian kecil dari jutaan item, termasuk buku, majalah, manuskrip, peta, dan banyak lagi. Blogs.bl.uk memperkirakan koleksi the British Library antara 170 dan 200 juta item dari berbagai negara dan zaman. Termasuk dari Indonesia dari zaman pemerintahan Inggris di Hindia Belanda.

Manuskrip kuno ini menjadi perhatian Puri Aksara Rajapatni (2025), yang meyakini bahwa Aksara Jawa (Nusantara) sudah dari masa lalu menjadi perhatian dunia. Sehingga keberadaannya pun tersebar di berbagai negara dunia. Selain di Inggris, produk aksara Jawa juga ditemukan di Belanda, India, Jerman, dan bahkan Skotlandia. Tentu masih ada negara negara lainnya.
Karena fakta persebaran itu, Rajapatni menelusurinya dalam bingkai “Javagraph: Dari Surabaya Membingkai Dunia”. Javagraph adalah film dokumenter mengenai aksara Jawa: sejarah, filosofi serta evolusinya.
Dari Keraton Yogyakarta ke Inggris
Telah didapat data dan fakta mengenai manuskrip yang ada di Inggris.

Manuskrip manusript ini bisa berada di Inggris karena dibawa dan dijual oleh Mackenzie teknisi Thomas Stamford Raffles ke the British Library pada 1842. Manuskrip manuskrip itu diambil dari keraton Yogyakarta.
Saat itu raja, yang berkuasa di keraton Yogyakarta saat Inggris di Hindia Belanda, adalah Pakubuwono IV. Pemerintahan Inggris di Jawa dipimpin oleh Thomas Stamford Raffles.


Manuskrip manusript asal Jawa ini sangat rapuh sehingga perlu penanganan khusus. Selain disimpan di tempat yang aman, siapapun pengunjung yang ingin melihat dan membacanya harus berhati hati dan diatur dengan seksama.
Ekstra Hati Hati
Manuskrip berbahan daun lontar itu dibungkus dengan kain putih seperti mori. Lalu bungkusan manusript diletakkan di dalam kotak kardus cantik seperti kotak kado eksklusif dengan label koleksi berwarna emas. Ita Surojoyo, pendiri Puri Aksara Rajapatni, menyaksikan cara pengelolaannya termasuk mekanisme kunjungan dan melihat (baca) manuskrip.


Ruang baca sangat luas dan diperuntukkan sesuai kebutuhan. Ada meja khusus untuk koleksi langka dan meja biasa untuk pengunjung yang hanya sekedar membaca buku biasa. Setiap meja dilengkapi dengan lampu baca dan saklar untuk mengisi baterai ponsel dan laptop. Koneksi internet gratis juga tersedia di seluruh area perpustakaan.
“Setelah mengirim email dan disetujui, aku diarahkan pindah ke meja khusus, yang sudah ada tanda hijau, kamera boleh motret”, jelas Ita.
Alas Bantal Buku
Beralas bantal baca. Foto: blogs.bl.uk
Model penyimpanan mulai dari peletakan pada rak, cara membuka dan membaca nya pun mendapat perhatian. Misalnya ada Pemberat ketika membuka dan membaca. Pemberat adalah alat lain yang berguna saat menggunakan buku.

Secara umum, buku tidak dibuat untuk dibuka datar, yang dapat mengakibatkan halaman buku terangkat ke atas. Daripada menekan halaman buku dan berpotensi menyebabkan kerusakan, lebih baik meletakkan pemberat dengan lembut di atas halaman buku.
Maka siapapun pengguna buku harus berhati-hati untuk tidak meletakkan pemberat langsung di area yang terdapat teks atau gambar karena area tersebut mungkin rapuh dan rentan terhadap kerusakan. Sedangkan buku diletakkan pada alas seperti bantalan.
Selain menemukan manuskrip, Ita juga mendapati kamus beraksara Jawa – Belanda “Javaansche – Nederlandsch”. Kamus bercetak aksara Jawa ini hasil produksi percetakan Belanda. Kamus tebal ini dibuat dalam dua jilid. Pada saat kamus ini diterbitkan, fakta menunjukkan bahwa Aksara Jawa adalah aksara resmi di Hindia Belanda. Karenanya Javagraph membingkainya.@PAR/nng