Rekayorek.id, Portal berita dan wadah berbagi kreativitas

Rumah Memorabilia Wieteke Van Dort dan Rumah Persahabatan Surabaya-Belanda

REKAYOREK.ID Kawasan elit Darmo di zaman Hindia Belanda adalah satu kawasan, yang menjadi area pengembangan Benedenstad Soerabaia. Benedenstad adalah Kota Bawah atau Kota Lama. Letaknya di kawasan wisata Kota Lama Surabaya sekarang.

Kawasan elit Darmo ini menjadi lingkungan perumahan para pejabat tinggi. Lingkungannya asri dan nyaman sebagai hunian. Setiap rumah memiliki halaman depan, samping dan belakang, yang bisa menghasilkan sirkulasi udara segar untuk rumah. Arsitektur rumah rumahnya juga indah indah.

Beberapa yang bisa dilihat hingga sekarang adalah rumah di ujung selatan Raya Darmo, yang pernah menjadi Rumah Dinas Pimpinan De Javasche Bank, yang berikutnya pernah menjadi Museum Mpu Tantular dan kini sebagai Perpustakaan Bank Indonesia.

Bangunan rumah ini seolah menjadi pintu masuk ke kawasan elit Darmo dari arah selatan. Di sepanjang jalan Darmo ini masih ada rumah yang sekarang menjadi Rumh Dinas Pangdam V Brawijaya. Termasuk bangunan rumah yang sekarang ditempati Wismilak.

Masih ada satu lainnya di ujung barat Jalan WR Supratman. Yaitu rumah yang aksentuasinya (Arsitekturnya) mirip dengan rumah pejabat De Javasche Bank. Kedua rumah ini bermain dengan atap sirap. Rumah besar ini berada di pojokan jalan WR Soepratman dan Jalan Imam Bonjol Surabaya.

Saking indahnya rumah ini, terlalu sayang untuk tidak difoto sebagai bangunan peninggalan masa lalu, yang selanjutnya dimuat dalam buku “Mana Soerabaia Koe” (2006).

Cuma kala itu tidak ditemukan referensi rumah siapakah itu. Rumah besar itu selalu lengang dengan halaman yang lapang.

Belakangan didapat informasi dari Belanda bahwa Wieteke Van Dort, penyanyi Belanda kelahiran Surabaya, yang terkenal dengan karya karyanya yang menggambarkan kecintaan terhadap Surabaya dan Indonesia (Hindia Belanda), pernah tinggal di rumah itu.

Ayah Wieteke Van Dort, Theo Van Dort, salah satu pejabat penting di Pabrik Gula Candi. Theo Van Dort terbunuh pada masa peperangan 10 November 1945.

Kutipan dari Arsip ‘Archive of Tears’ dari laman https://pia-media.nl/oorlogsverhalen/oorlogsverhaal-theo-van-dort/, yang dikumpulkan dari para saksi pembunuhan terhadap Theo van Dort mengatakan:

The murder was committed with a small model Marine revolver, which he preferably carried in his belt. It was not until the 7th shot that Mr. Van Dort fell to his knees and remained seated, supported by his hands. It was not until the following shots that he gave up the ghost. When he saw that Sabaroedin was going to shoot, he positioned himself with both hands on his side and died like a man.

(Pembunuhan itu dilakukan dengan pistol model kecil Marinir, yang lebih disukainya dibawa di ikat pinggangnya. Baru pada tembakan ke-7, Tn. Van Dort berlutut dan tetap duduk, ditopang oleh tangannya. Baru pada tembakan-tembakan berikutnya, ia menyerah. Ketika ia melihat Sabaroedin akan menembak, ia memposisikan dirinya dengan kedua tangan di sisinya dan tewas seperti seorang pria.)

Atas peristiwa itu, di Belanda dibentuk sebuah yayasan cerita perang dunia ke dua. Michiel Eduard, seorang musisi yang pernah menjadi produser Wieteke Van Dort, adalah salah satu dari board of director (BOD) di yayasan.

“Aku juga bagian dari board nya Oorlogsverhalen (yayasan cerita perang dunia ke dua)”, kata Michiel yang disampaikan melalui pesan WhatsApp kepada Rajapatni.com pada Minggu (6/4/2025).

Jembatan Persahabatan
Yayasan ini menjadi penjembatan antara Surabaya dan Belanda. Jembatan komunikasi ini mengingatkan kepada Wieteke Van Dort, yang dalam hidupnya di Belanda mencintai Indonesia, dan khususnya Surabaya, melalui karya karyanya. Diantaranya “Geef Mij Maar Nasi Goreng”, “Nacht Over Java”, “Terug Naar Soerabaja” dan “Ajoen Ajoen”.

Atas karya karya, yang menggambarkan kecintaan terhadap Surabaya, adalah ide bagus jika ada jembatan komunikasi antara Surabaya dan Belanda di bidang budaya yang dibangun di Surabaya. Ini merupakan apresiasi kepada Wieteke Van Dort yang telah mengenalkan Surabaya dan Indonesia di panggung budaya dunia.

Kembali ke rumah, yang informasinya datang dari Michiel Eduard sebagai bagian dari yayasan Oorlogsverhalen, bahwa Wieteke Van Dort dan orang tuanya pernah tinggal di rumah besar itu, maka menjadi angan angan adanya sebuah rumah memorabilia Wieteke Van Dort dan sekaligus Rumah Persahabatan Budaya Surabaya-Belanda.

Saat ini pihak Belanda sedang mengumpulkan dokumen dokumen pendukung atas keberadaan aset yang pernah dihuni oleh keluarga Van Dort.

Sebagai seorang pejabat penting di Pabrik Gula Candi, sangat logis bila pernah bertempat di rumah representatif di kawasan elit Surabaya.@PAR/nng

Komentar
Loading...