Oleh: Firli Bahuri
SEGENAP bangsa Indonesia hari ini, Rabu 22 Desember 2021, kembali memperingati Hari Ibu Nasional Ke-93 yang seyogianya bukan hanya kita rayakan sebagai ceremony tahunan semata, namun sepatutnya kita memaknai esensi khususnya nilai-nilai kehidupan dan pengorbanan besar seorang ibu, bagi kita anak-anaknya.
Perempuan Berdaya, Indonesia Maju yang diusung sebagai tema besar dalam peringatan tahun ini sangat tepat. Saya berkeyakinan dengan satu perempuan berdaya, satu generasi terselamatkan, lebih banyak lagi perempuan berdaya, satu negara bisa selamat.
Kenyataan bahwa Ibu saya yang gigih dan berdaya sebagai orang tua tunggal mampu membesarkan 6 orang anaknya, menyelamatkan kami dengan pendidikan karakter dan sekolah tinggi, semoga bisa menjadi contoh. Tanpa satu perempuan berdaya seperti Ibu, kami anak-anak nya belum tentu sampai dihari ini.
Sosok bersahaja inilah yang sangat menentukan jatidiri, watak dan kepribadian seorang anak, melalui setiap tahapan proses alamiah ‘asah, asih, asuh’ sejak mengandung, melahirkan, merawat hingga membesarkan buah hatinya.
Nilai-nilai ketuhanan, agama, moral, akhlak, etika dan budaya serta kejujuran yang ditanamkan seorang ibu kepada anak-anaknya, dapat menjadi pondasi kuat dalam membentuk karakter dan integritas seorang anak, sebagai generasi penerus bangsa dan negara ini.
Generasi-generasi berkarakter kuat dan memiliki integritas yang baik, sangat dibutuhkan untuk menghadapi sekaligus menyelesaikan ragam permasalahan besar bangsa, salah satunya korupsi dan perilaku koruptif yang telah berurat akar di republik ini.
Korupsi adalah persoalan utama yang saat ini tengah dihadapi negara, dapat tuntas diselesaikan apabila segenap anak-anak bangsa senantiasa menjaga karakter dan integritas yang ditanamkan ibu kepada mereka, untuk meredam rasa tamak yang menjadi biang keladi timbulnya perilaku koruptif.
Tamak atau ketamakan sejatinya ada dalam diri setiap manusia, tanpa terkecuali. Nilai-nilai ketuhanan, agama, moral, akhlak, etika dan budaya serta kejujuran-lah yang dapat mengekang ketamakan, sisi kelam manusia yang mampu mengubah tabiat manusia menjadi rakus layaknya se-ekor tikus, tidak pernah puas dengan apa yang telah diperolehnya dan selalu merasa kurang dengan apa yang telah dimilikinya.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah mengatakan fainnal jannata tahta rijliha, “Berbaktilah kepada ibu karena surga itu di bawah kakinya.”
Hadis yang juga menjadi peribahasa ini mengandung arti bahwasanya masa depan seorang anak, generasi masa depan bangsa, ditentukan oleh langkah kaki ibu dalam merawat, membesarkan serta mendidik anak-anaknya agar berguna bagi nusa dan bangsa.
Selain itu, saya dan kita semua tentunya sangat merasakan kasih sayang tulus seorang ibu, “yang hanya memberi dan tak harap kembali”, seperti lagu yang semasa kecil sering kita dengar.
Kasih sayang tak terhingga serta kerelaan luar biasa yang tidak mengenal kata lelah apalagi menyerah, itu yang saya lihat serta rasakan sepanjang hidup Ibu dalam mengasuh, merawat dan membesarkan saya serta saudara-saudara lainnya.
Tegas saya katakan, bahwa saya bisa berada dalam posisi saat ini karena jasa tak terhingga ibu, mengingat ayah tercinta wafat saat kami masih kecil, sehingga tugas dan kewajiban seorang ayah sebagai tulang punggung keluarga, menjadi tanggung jawab di pundak ibu.
Meski tertatih, beliau tetap teguh manapaki jalan untuk mencari nafkah bagi kami. Tak terhitung jumlah langkah kaki yang beliau tempuh, keringat dan peluh membasahi baju lusuh yang dikenakannya, demi sesuap nasi bagi anak-anaknya.
Saya menyaksikan sendiri betapa hebat perjuangan Ibu untuk menghidupi anak-anaknya, di mana beliau menekankan betapa pentingnya pendidikan dan menjaga integritas sebagai hamba-Nya untuk mengubah keadaan keluarga saat itu.
Sebatang kara, ibu berjuang sangat keras layaknya seorang ayah untuk menafkahi anak-anaknya, namun tidak sekalipun beliau berperangi kasar, tetap lembut penuh kesabaran dan kasih sayang kepada buah hatinya, dengan naluriah ke-ibuannya.
Yang saya fahami, seorang ibu akan selalu berusaha segenap jiwa dan raganya untuk membahagiakan dan mengedepankan masa depan anaknya, meskipun beliau mengorbankan kebahagiaan dan masa depannya sendiri.
Masih teringat momen-momen pilu yang selalu menggetarkan hati saya hingga saat ini, saat ibu menyebut nama saya dalam doanya usai sujud 1/3 malam (sholat tahajud) nya.
Disinari lampu temaram, samar-samar saya lihat ibu terisak, sesekali beliau menyeka derai air mata yang membasahi pipinya. Entah apa yang berkecamuk dalam hati dan pikirannya, namun yang pasti, ibu memikirkan masa depan saya dan saudara-saudara lainnya.
Paling sedih dan menyentuh, saat ibu perlahan menghampiri kami satu persatu, anak-anaknya yang sebagian tengah lelap dalam tidur. Menahan isak dan linang air mata, ibu kembali memanjatkan doa-doa sembari mengusap lembut kepala dan membaluri sekujur tubuh saya dan saudara-saudara lainnya.
Jujur, saat itu saya menangis, terharu dan mencoba menahan perasaan itu dengan berpura-pura tidur. Namun sering kali saya tidak sanggup menahan perasaan sehingga terkadang saya ikut menangis dalam dekapan hangat tubuh beliau yang renta.
Inilah yang membuat saya bertekad mengejar dan mewujudkan cita-citanya menjadi seorang abdi negara, meski hidup dalam keterbatasan karena saya yakin, doa dan restu ibu akan membuka jalan bagi saya.
Satu pesan Ibu, ‘Jika tak ada tumpuan untuk berpegang, ingatlah selalu ada Allah SWT tempat kita bersandar’, selalu saya jadikan pedoman dalam menjalani khususnya menghadapi situasi dan tantangan apa pun dalam hidup ini.
Atas dasar itulah, Syukur Alhamdulillah dalam perjalanan karier sebagai abdi negara, tidak sekalipun saya cawe-cawe apalagi meminta back up senior maupun pimpinan untuk mendapatkan kenaikan pangkat, jabatan maupun hal-hal lainnya.
Perjuangan dan pengorbanan luar biasa ibu, mengajarkan saya tentang nilai-nilai sejatinya kehidupan, dimana kerja keras, kerja ikhlas dan wajib mengedepankan nilai-nilai agama, moral, etika, budaya dan kejujuran, adalah kunci kesuksesan di masa depan.
Pesan ibu lainnya yang Insya Allah akan saya jalankan adalah jaga sholat, selalu berdoa, berusaha keras, teguhkan integritas meski keadaan kita terbatas, lalu berserah diri kepada-NYA kareha boleh saja dunia terlalu rapuh untuk dijadikan pegangan, namun selalu ada Allah SWT tempat kita jadikan sandaran.
Beruntung sekali bagi orang-orang yang masih memiliki ibu di dunia ini. Sungguh sangat sedih jika teringat waktu kecil saya telah membuat ibu menangis, teramat menyesal saya pernah abai dengan ibu hanya karena sibuk dengan dunia sendiri. Padahal disaat jatuh terpuruk, ibu-lah penguat jiwa dari segala hal, selain kepada Allah SWT, ibu lah tempat saya mengadu.
Alhamdulillah, beberapa hari lalu saya berkesempatan berziarah ke makam ibu dan ayah di Desa Lontar Sumatera Selatan. Saya sadar betul bahwa apa yang kita capai saat ini karena jasa orang tua saya, khususnya ibu.
Saya menilai pengabdian kepada orang tua tidak hanya saat mereka masih hidup, ketika mereka meninggal pun wajib dilakukan. Berziarahlah ke makam orang tua untuk berdoa, namun jika belum bisa berziarah, doa-doa tentunya selalu kita lantunkan untuk mereka.
Terimakasih Ayah dan Ibu, semoga Allah SWT mengampuni semua dosa, menerima seluruh amal ibadah sehingga ditempatkan ditempat yang layak disisi Allah SWT, Amin.
اَللّهُمَّ اغْفِرْلِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَاكَمَارَبَّيَانِيْ صَغِيْرَا
“Allaahu maghfirlii waliwaalidayya waar hamhumaa kamaa rabbayaanii shagiiraa”.
“Wahai Tuhanku, ampunilah aku dan Ibu Bapakku, sayangilah mereka seperti mereka menyayangiku di waktu kecil”. Aamiin.[]
*) Penulis adalah Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi RI