Oleh: Asyari Usman
APA-apa, Luhut. Sedikit-sedikit, Luhut. Jabatannya bertimbun-timbun. Hampir tidak ada bidang yang tak mengikutkan Luhut Binsar Panjaitan (LBP).
Invetasi, Luhut. Infrastruktur, Luhut. Ibukota baru, Luhut. Kereta cepat Jakarta-Bandung, Luhut juga. Penangangan Covid-19, dia lagi. Sampai ke urusan tes PCR-nya sekalian.
Sekarang ini, para pendukung Jokowi banyak yang jengkel. Marah-marah melihat kondisi negara dan rakyat. Saking jengkelnya, ketua relawan Jokowi Mania (Jokma), Immanuel Ebenezer, mengatakan di salah satu talk-show bahwa para pejabat yang terlibat bisnis PCR harus dihukum mati.
Immanuel merujuk ke skandal penyediaan tes PCR (polymerase chain reaction) oleh konsorsium sejumlah perusahaan yang tergabung dalam PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI). Namanya memang sosialis sekali. Seolah ingin membantu rakyat dalam urusan tes PCR itu.Tapi, setelah sejumlah media mainstream melakukan investigasi, ternyata GSI mengumpulkan laba yang sangat besar dari bisnis di tengah bencana itu. Ratusan miliar. Mungkin triliunan.
Luhut mengatakan, dia tidak mengambil untung dari kegiatan GSI. Dia mengatakan, GSI hadir untuk membantu.
Selain Luhut, yang juga terindikasi berbisnis PCR adalah Menteri BUMN Erick Thohir. Ada perusahaan besar, Adaro, milik Garibaldi Thohir (Boy Thohir) di GSI. Ada pula ketua umum Kadin, Arsjad Rasjid. Dan banyak lagi.
Nah, salah siapa? Apakah itu salah Luhut dan Erick?
Bukan. Itu bukan salah Luhut dan Erick. Itu salah kalian yang memilih Jokowi menjadi presiden. Itu kesalahan kalian yang berjuang mati-mati mendudukkan Jokowi di Istana.
Kalian sebetulnya sudah tahu bahwa Jokowi tidak akan bisa memimpin pemerintahan. Dia malah “dipimpin” oleh kelompok oligarki bisnis yang bersekongkol dengan oligarki politik, khususnya dengan simpul-simpul kekuasaan. Jokowi bukan “bertugas” untuk rakyat. Dia “ditugaskan” oleh dua kelompok oligarki yang sangat berkuasa itu.
Jadi, tak mengherankan kalau roda pemerintahan berjalan amburadul selama kepresidenan Jokowi tujuh tahun ini. Tak mengherankan pula kalau dia sangat bergantung pada Luhut. Sehingga, kekuasaan pemerintahan menumpuk di tangan Menko Semua Urusan itu.
Ketika sekarang terbongkar keikutsertaan Luhut dan Erick dalam bisnis tes PCR, tidak perlu kaget. Kedua menteri ini adalah pengusaha. Prinsip utama pengusaha adalah mencari peluang. Di mana pun itu dan dengan menggunakan apa pun juga.
Luhut, Erick dan para pengusaha lainnya melihat di tengah wabah Corona ada peluang bisnis. Mereka tangkap peluang itu. Kebetulan keduanya punya kekuasaan dan modal. Muncullah ide GSI. Mereka bisa atur sendiri apa yang mereka inginkan dan bagaimana cara menunaikan keinginan itu.
Banyak yang berkomentar Luhut dan Erick melanggar etika alias moralitas. Juga melanggar pantangan “conflict of interest” (benturan kepentingan). Intinya, menjadi pejabat tinggi tidak boleh berbisnis. Apalagi berbisnis di tengah penderitaan rakyat. Sangat, sangat tak beretika. Tak bermoral.
Tapi, apakah Anda masih berharap para pengusaha di Indonesia ini memiliki etika dan moral? Apakah Anda mengimpikan para pengusaha yang sekaligus menjadi penguasa masih sempat memikirkan etika dan moralitas?
Jadi, itu semua bukan salah Luhut Panjaitan. Bukan pula salah Erick Thohir.[]
*) Penulis wartawan senior