Titik Nadhir #41

Jabalkat

Oleh: Noviyanto Aji

Dari makam Ronggowarsito, sekiranya tidak afdol jika tidak mampir ke makam Sunan Bayat atau Sunan Pandanaran. Lokasinya tidak jauh. Dari Trucuk ke Tembayat atau Bayat butuh waktu setengah jam. Itu ditempuh dengan kecepatan sedang.

Perjalanan kali ini berbeda. Aku sudah punya celana panjang. Meski celana yang kukenakan modelnya petani, tapi lebih baik daripada mengenakan celana pendek.

Selama perjalanan, aku disuguhkan dengan pemandangan alam mengasyikkan. Di kanan kiri disambut dengan hamparan sawah dan pepohonan rndang. Tiba di Desa Paseban, tepatnya lokasi makam, aku tidak menemukan satupun lokasi parkir. Kata warga, motor pengunjung biasa diparkir di salah satu rumah penduduk. Kubelokkan motor ke rumah salah satu warga.

Dari situ aku langsung menuju ke kompleks makam. Lokasinya di kelilingi perbukitan. Warga sekitar menyebutnya Gunung Jabalkat. Memiliki ketinggian 860 Mdpl. Dan makam Sunan Bayat berada di paling atas. Bagi pengunjung yang tidak mau bersusah payah berjalan kaki, bisa menggunakan jasa ojek yang disediakan warga sekitar. Tapi aku memilih untuk berjalan kaki.

Kompleks makam Sunan Bayat memang terbilang unik. Sebab terdapat banyak sekali peninggalan bersejarah masa lampau. Dari depan pintu masuk saja terlihat sebuah gapura bercorak Hindu. Di atasnya juga ada lagi. Di atasnya masih ada lagi.

Menurut penjaga pintu masuk, di kompleks makam terdapat tiga perpaduan kebudayaan mulai jaman Pra-sejarah, Hindu dan Islam.

Ya, ada banyak prasasti dan tulisan Jawa Kuna ditemui di sini. Seperti prasasti yang dipahatkan di Gapura Segara Muncar yaitu gapura pertama yang ada di kaki bukit, berbunyi murti sarira jleging ratu tahun 1448 Saka atau 1526 Masehi. Sedangkan prasasti yang ada di Gapura Panemut bertuliskan wisaya hanata wisiking ratu tahun 1555 Saka.

Di sisi lain gapura terdapat tulisan Ita 1555 masa 4. Angka tahun ini bertepatan dengan tahun 1633 M yaitu masa Mataram Islam di bawah pemerintahan Sultan Agung.

Dijelaskan dalam Babad Nitik Sultan Agung bahwa Sultan Agung pernah memerintahkan untuk memperbaiki makam Sunan Tembayat yang dimulai pada tahun 1620 Masehi.

Selain bangunan kuna, di kompleks makam terdapat pula bangunan baru baik berupa makam, bangsal maupun pintu masuk.

Bila melihat peta kompleks makam, setidaknya terbagi atas enam halaman. Setiap halaman dipisahkan oleh tembok keliling dan pintu masuk. Cungkup makam Sunan Bayat terletak pada halaman terakhir yang merupakan  halaman tertinggi dan tersuci.

Dan bagian-bagian yang kuna dari kompleks makam ini dapat dilihat dari pintu masuk hingga puncak bukit. Di sinilah menariknya naik ke makam Sunan Bayat. Aku harus melewati ratusan anak tangga untuk bisa sampai ke puncak. Ada yang bilang 200 buah anak tangga, ada yang bilang 360 anak tangga. Mana yang benar, entahlah. Aku sendiri malas berhitung.

Dari mulai pintu masuk, aku melihat Gapura Segara Muncar yang berbentuk Candi Bentar. Lalu ada pula Gapura Dhudha berbentuk candi bentar. Disebut demikian karena pada saat ditemukan tinggal bagian kiri. Gapura ini dipugar pada tahun 1978. Berikutnya Gapura Pangrantunan berbentuk paduraksa tanpa pintu. Kemudian Gapura Panemut berbentuk Candi Bentar. Terus Gapura Pamuncar berbentuk Candi Bentar lagi. Ada juga Gapura Bale Kencur berbentuk paduraksa berdaun pintu. Selanjutnya bangunan-bangunan makam keluarga dan pengikut Sunan Bayat. Dan dua padasan bernama Kyai Naga. Terakhir bangunan cungkup dan makam Sunan Bayat.

Di depan makam Sunan Bayat aku duduk mengatur nafas. Hari itu sepi peziarah. Cuma aku seorang. Makam Sunan Bayat dikelilingi semacam cungkup yang terbuat dari kayu. Ada pintunya. Hanya saja saat itu pintu makam tidak dibuka. Jadi aku hanya duduk di depan cungkup makam. Duduk bersila sambil mengenangkan sosok Sunan Bayat yang pernah hidup di masanya.

Ada banyak referensi yang menyebutkan sosok Sunan Bayat. Orang Klaten pasti paham sosoknya. Para paziarah Walisanga juga pasti paham. Aku tulis ulang ceritanya di sini yang kurangkum dari beberapa referensi. Sekiranya ada pembaca yang belum mengetahuinya.

Sunan Bayat ini dulunya pernah hidup di masa Sunan Kalijaga. Bisa dibilang dia adalah muridnya Sunan Kalijaga. Menurut Babad Tanah Jawi, Sunan Bayat termasuk satu dari sekian Walisanga yang ikut mendirikan Masjid Agung Demak.

Sunan Bayat dikenal Ki Ageng Pandanaran. Ada yang menyebut Pandanarang yang artinya kota suci. Banyak versi. Ada yang bilang dia adalah putra Ki Ageng Pandanaran yang merupakan bupati pertama di Semarang. Sepeninggal Ki Ageng Pandanaran, putranya Pangeran Mangkubumi menggantikannya sebagai bupati Semarang kedua. Dia juga bergelar Ki Ageng Pandanaran.

Selama menjalankan roda pemerintah, Ki Ageng Pandanaran selalu patuh dengan ajaran-ajaran Islam yang diajarkan mendiang ayahnya. Namun lama-kelamaan kekayaan telah mengubah dirinya.

Jika dulu dia rajin sholat, dengan kekayaan berlimpah yang dimilikinya, Ki Ageng Pandanaran mulai lupa diri. Tidak pernah sholat. Dan membuat kehidupan rakyat makin susah dengan menarik pajak setinggi-tingginya.

Suatu hari Sultan Demak Bintoro mengetahui hal ini dan mengutus Sunan Kalijaga  untuk menyadarkannya.

Saat itu diceritakan Sunan Kalijaga menyamar sebagai seorang pencari rumput yang ingin menjual rumputnya. Ki Ageng Pandanaran menerima, tetapi dengan bayaran yang sangat murah. Oleh Sunan Kalijaga hal ini tidak dipermasalahkan.

Setelah dibayar, Ki Ageng kemudian mencoba melihat rumput yang baru dibelinya itu. Dia senang karena rumput itu memang bagus kualitasnya. Hewan ternaknya pun dengan lahap memakan rumput-rumput itu. Namun saat rumput disebar, Ki Ageng terkejut karena di dalam ikatan rumput terdapat beberapa keping emas.

Makin melayang-layang pikiran Ki Ageng. Sebab dia seperti mendapat rejeki runtuh dari langit. Kejadian itu terulang hingga beberapa kali. Namun pada hari terakhir, laki-laki pencari rumput itu menolak untuk dibayar. Katanya dia hanya hanya ingin minta sedekah.

Saat ditanya sedekah apa yang dia minta, laki-laki itu meminta supaya beduk masjid kabupaten dibunyikan. Merasa permintaannya aneh, Ki Ageng marah. Dia akan memberi sedekah berapa pun asal jangan beduk berbunyi. Jika pencari rumput meminta tambahan bayaran, akan diberikan. Sebab hewan ternaknya suka dengan rumput-rumput itu. Namun jawaban pencari rumput membuat kaget Ki Ageng. Dia bilang tidak butuh uang. Kalau mau harta, dia bisa mendapat emas yang lebih banyak hanya dalam satu cangkulan.

Ucapan itu makin menambah geram Ki Ageng. Sehingga dia menyuruh laki-laki itu membuktikan ucapannya. Bila ucapannya benar terbukti, maka Ki Ageng bersedia mengabulkan permintaan laki-laki tua itu. Dan benar saja, saat tanah dicangkul, seketika itu terangkatlah bongkahan emas.

Barulah Ki Ageng menyadari kekhilafannya. Terlebih ketika dia mengetahui bahwa pencari rumput itu adalah Sunan Kalijaga. Dari situlah Ki Ageng langsung meminta untuk berguru pada Sunan Kalijaga. Tapia da syarat yangharus dipenuhi. Yakni, Ki Ageng bisa menjadi murid asal mau menemuinya di Gunung Jabalkat.

Sepeninggal Sunan Kalijaga, Ki Ageng memutuskan untuk meninggalkan rumah dan menyusul Sunan Kalijaga di Gunung Jabalkat. Dalam perjalanannya, Ki Ageng Pandanaran sempat menemui banyak rintangan. Salah satunya adalah ketika dia diadang dua perampok yang pada akhirnya justru menjadi murid kesayangannya. Mereka adalah Syeh Domba dan Syeh Kewel.

Setelah ketiganya tiba di Gunung Jabalkat, maka Ki Ageng bersama dua muridnya bertemu dengan Sunan Kalijaga dan mereka diajari agama Islam. Karena melihat suasananya yang sejuk dan damai, Ki Ageng Pandanaran memutuskan untuk menetap di Jabalkat atau tepatnya Desa Paseban, Tembayat. Oleh Sunan Kalijaga, Ki Ageng Pandanaran ditugaskan untuk menyebarkan agama Islam di daerah Tembayat dan dia pun dijuluki Sunan Bayat.

Sayangnya ada cerita tidak mengenakkan yang aku dapatkan dari kompleks makam Sunan Bayat. Ceritanya saat itu aku memutuskan untuk menginap semalam di kompleks makam. Malamnya aku bertemu beberapa peziarah.

Di antara mereka ada yang murni berziarah dan ada yang tidak murni berziarah. Yang tidak murni berziarah ini konon kedatangannya ke kompleks makam bertujuan untuk hal-hal musyrik. Dari cerita yang kudapat dari warga setempat, dulunya Ki Ageng Pandanaran sempat menjadi pembantu di sebuah warung serabi demi menyambung hidup. Ceritakan saat itu rezeki si pemilik warung meningkat. Tiap hari dagangannya selalu habis diserbu pembeli, padahal sebelumnya tidak pernah seramai itu.

Dari situ akhirnya banyak orang beranggapan bahwa Sunan Bayat bisa membantu membuka pintu rezeki. Bahkan hingga Sunan Bayat wafat, banyak yang meyakini di makam Sunan Bayat terdapat energi untuk penglarisan. Inilah satu satu alasan beberapa perziarah tidak murni datang untuk berziarah. Mereka bertujuan untuk ngalap berkah.

Namun tidak sekali juru kunci makam mengingatkan peziarah agar mengurungkan niatnya mencari penglarisan. Para juri kunci makam sering memberitahu peziarah agar meluruskan niatnya dan benar-benar berdoa maupun mendoakan Sunan Bayat. Sehingga semua sama-sama mendapat barokah. Wallahua’lam.[bersambung]

bukunoveltitik nadhir