Bidadari Setan #2
Bukan Cinta Monyet
Oleh: Noviyanto Aji
Alena bagai werewolf yang dapat berubah wujud bila bulan purnama tiba. Taringnya yang runcing perlahan muncul menunjukkan kebengisan dan keperkasaannya, kuku-kukunya yang lentik dan indah berubah menjadi tajam berwarna merah darah, badannya berbulu lebat dengan hiasaan make up ala gadis metropolis.
Pada saat itulah penutup tubuhnya menghilang. Ia nyaris bugil dalam keketatan pakaian yang dikenakan. Nampak balutan kain tipis ala tang top dengan dua buah benjolan dadanya menjulang ke atas. Belum lagi celana jeans ketatnya menonjolkan keseksian pantat. Dandanannya kian menor semenornya bunga merekah.
Dan, ia pun siap diperuntukkan bagi siapa saja yang bersedia menawarinya kencan. Seorang lawan jenis akan terpingkal-pingkal mengetahui perubahan Alena.
Kecantikan Alena semakin tercampur aduk dengan watak-watak ganda.
Dari semua kesimpulan, ia adalah bidadari setan yang diturunkan bukan dari surga melainkan dari neraka. Tujuannya menggoda pria-pria hidung belang.
***
Sudah lama bahkan terlalu lama Alena bergelut dengan dunia ganda. Padahal kalau ditilik latar belakang keluarganya, Alena termasuk perempuan yang berkecukupan. Ia berasal dari keluarga baik-baiknya. Ayahnya seorang sesepuh kampung yang paling dihormati.
Sejak kecil Alena dididik ayahnya menjadi anak yang berguna bagi bangsa, negara, dan agama. Tapi kini lihatlah dia. Hasil didikan sama sekali tidak mendekati harapan orangtua.
Sebaliknya menjelang malam, Alena justru mengajar di sebuah tempat kemaksiatan bersama orang-orang bermuka dua yang setiap saat berkutat pada masalah birahi dan kepuasan.
“Aku adalah seperti yang dikatakan orang. Tapi tidak semua orang mengetahuiku. Hanya segelintir orang yang paham dengan kondisiku. Itu pun hanya teman-teman dekatku. Aku memang sering keluar malam. Mabuk. Dan, kencan dengan banyak pria. Itulah aku.”
Alena tak pernah malu membicarakan dirinya. Ia malah bangga. Menurutnya, itu adalah ekspresi diri untuk mendapatkan kepuasan.
Sejak SMA Alena sudah menggeluti dunia yang katanya indah itu. Awalnya sekedar coba-coba, pada akhirnya ketagihan.
Berbicara mengenai seks, gadis muda ini seperti berbaur dalam dunia imaji yang ia sendiri belum pernah menyentuhnya, dan ia pun tak malu-malu membagi kisahnya:
Seks, baginya, adalah kebutuhan dan kegemaran. Dengan seks, Alena bisa mencurahkan segala perasaannya yang tengah menggelora.
Ia mengenal seks sejak kelas satu SMA. Seks di usia dini, itu katanya.
Sejak kelas satu, Alena telah menjalin hubungan badan dengan teman satu kelasnya. Namanya Riski.
Awalnya sekedar cinta monyet. Dari cinta monyet lalu berubah menjadi cinta gorila. Makin sembrono. Makin ngawur. Makin tidak menentu.
Ceritanya ketika itu Alena main ke rumah cowoknya. Rumah itu sepi. Para setan pun mulai bergentayangan di langit-langit rumah.
Setan-setan sudah menyiapkan peralatan canggih guna menggoda anak-anak Adam tersebut. Setan yang pertama bertugas menjaga rumah yang jika sewaktu-waktu ada orang ia akan bersiul, setan kedua bertugas memalsukan identitas diri para kawula muda, setan ketiga mulai merasuki jiwa-jiwa yang tengah gundah, setan keempat dan kesekian secara serempak mengumandangkan bisikan berupa godaan di telinga, hati, serta birahi yang digoda.
Dan benar, Alena pun tergoda.
Dimulailah ia dan pacarnya bercakap-cakap. Kemudian timbul pikiran ngeres. Godaan setan tidak berhenti sampai di situ, mereka semakin giat mengeroyok kedua muda-mudi tersebut, yang dalam waktu singkat saja birahi mereka seperti terpilin-pilin sendiri.
Yang terjadi selanjutnya, keduanya sudah bergumul dalam derai keringat berkepanjangan. Riski adalah laki-laki pertama yang berhasil merenggut mahkota kesuciannya.
“Aku senang sekali. Aku tak bisa melupakan saat-saat indah itu. Meski yang kami lakukan tak jauh beda dengan binatang.” [bersambung]