Bidadari Setan #1
Kemaksiatan
Oleh: Noviyanto Aji
GADIS dalam cerita ini bernama tidak lengkap alias samaran. Namun ia memiliki banyak nama samaran.
Ia adalah seperti kebanyakan orang. Selalu berkutak dalam dunia penuh kehausan dan pengasingan diri. Suka meributkan masalah uang, pacar, narkoba dan apa saja yang bisa memuaskan nafsunya.
Orang-orang seperti Alena misalnya, tidak cocok hanya duduk di satu tempat. Ia selalu haus akan ketenaran dan gemerlapan dunia. Tidak pernah memikirkan orang lain. Merasa dirinya saja yang hidup di dunia ini.
Bagi sebagian orang, Alena adalah perempuan sederhana. Biasa-biasa saja. Sebagian lagi menyebut; justru ia berwatak ganda. Beberapa orang yang mengenalnya, menganggap ia perempuan gila. Ini tentu saja menjadi biang kecemasan yang terus menerus berlangsung dan sangat menyedihkan.
Sepintas Alena seperti perempuan yang tak bisa memisahkan antara ilusi dan kenyataan. Dan memang benar, perempuan dengan banyak nama ini memiliki peringai ganda.
Bila siang Alena berdandan layaknya orang-orang biasa. Pendiam. Santun. Tepa selira. Takut pada yang dzalim, atau takut mendzalimi. Takut membuat kerusakan. Selalu taat pada norma-norma.
Ia mengesankan wanita masa kini dengan segala pernak-pernik kerohaniannya.
Gaya bicaranya tak pernah melenceng dari kesopanan. Prilakunya begitu lembut dan bersahaja, bahkan seorang lelaki yang baru kenal akan menganggapnya perempuan alim.
Setiap orang yang disapa selalu termangu-mangu dengan suara lembut yang ditunjukkannya. Tatkala sedang bergaul dengan teman-teman sebaya dan seperjuangannya, ia mendapat sapaan Dinda.
Lain waktu ketika hatinya gundah karena sedang bermasalah dengan pacar-pacarnya, dan selalu ingin diperhatikan, ia kerap disapa Alena.
Akan tetapi bila menginjak malam, ketika matahari tak lagi menunjukkan keperkasaannya, ketika malam menjadi semakin kelam, ketika kesemerawutan hidup bertumpu pada satu titik, jangan kaget bila nama Leny muncul dalam perawakan yang sangar, sadis, dan beringas.
Nama-nama itu, bagi Alena, berdiri berjajar seperti membentuk garis pembatas. Terserah ia akan belok ke mana. Mau terus, belok kanan atau kiri, atau mundur.
Sesekali ia berperan sebagai perempuan yang lugu, imut dan menggemaskan. Lain waktu ia berubah menjadi perempuan periang dan humoris. Hanya pada waktu-waktu tertentu ia berperan sebagai perempuan yang terhasut akan kenikmatan duniawi.
Tempat-tempat hiburan malam menjadi pemberhentian berikutnya. Sampai kapan? Sampai ia senang, sampai kondisinya payah, sampai kesadarannya hilang, sampai semua yang ia inginkan terkabul, sampai semua kemaksiatan terselenggara dengan baik.
[bersambung]