Cinderella Tapi Bukan Upik Abu #10
Cerbung
Oleh: Vyra Fame
“SEGERA batalkan, saya tidak mau perusahaan saya berurusan dengan orang seperti mereka.”
“Tapi bu, kerjasama ini sangat menguntungkan.”
“Biar saja, tidak masalah buat saya untung sedikit, daripada harus bekerjasama dengan penghianat seperti mereka, kamu kerjakan saja perintah saya.”
“Baik bu, saya laksanakan, kalau gitu saya permisi.”
“Silahkan.”
“Jangan panggil namaku Nadia kalau aku tidak bisa membuat para penghianat itu memohon ampun dan maaf padaku.” ucapku sembari menyeringai.
***
Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore, saatnya aku pulang, setelah aku selesai bersiap siap akupun bergegas turun menggunakan lift, di sana juga ada para karyawan yang juga sedang bersiap siap untuk pulang, karena memang sudah jamnya. Ketika aku melewati mereka, mereka pun menyapaku, dan aku mengamggukan kepala sembari tersenyum.
Aku memang tidak mau memperlihatkan kesan yang kaku dan dingin, biasanya para bos bos besar jika di depan para karyawannya akan bersikap demikian, tapi tidak denganku, aku semaksimal mungkin membuat mereka betah bekerja disini, karena bagaimanapun jika tidak ada mereka maka perusahaanku tidak bisa sebesar ini.
Cukup lama aku berada di jalan, karena memang jika jam pagi dan sore sperti ini adalah jam sibuk , jdi sedang macet macetnya.
***
Setelah menempuh perjalanan pulang dari kantor kerumah selama 1 jam akupun ahirnya sampai di depan rumah, aku bunyikan klakson, dan seorang satpam pun keluar dan membukakan pintu gerbang.
Segera aku masukkan mobilku ke garasi, dan masuk ke dalam rumah, rasanya aku ingin sekali mandi, badan sudah sangat lengket sekali.
“Darimana kamu, seharian pergi dan jam segini baru pulang.” teriak orang itu yang tak lain adalah tante Sindi dan Bella ada di sampingnya dengan tangan di dada.
“Kerjalah, emang nya tante dan anak tante yang pengangguran dan sukanya menghamburkan uang.”
“Kerja?? Kerja dimana kamu?”
“Lho, emang tante gak tahu? Kan aku sekarang yang ngurus bisnisnya ayah sama ibu.”
“Ooo jadi kamu yang udah blokir kartu kreditku.”
“Kalau iya terus kenapa?”
“Apa hak kamu blokir kartu tante, itu kan tante yang bikin sendiri kartunya.”
“Apa tante lupa uang siapa yang tante gunakan untuk membayar kartu kredit itu?”
“Uang ayah dan ibuku, yang sekarang jadi uangku, dan lagi tante dan Bella itu tidak tahu diri, belanja seperti orang kampung yang baru lihat gedung perbelanjaan, sehingga kalap dan tagihan membengkak.”
“Itu bukan urusan tante, tugasmu untuk membayar itu semua.”
“Enak saja, mulai hari ini tidak ada lagi menghambur hamburkan uang seperti itu.”
“Ya gak bisa gitu dong, biar gimanapun aku ini masih istri almarhum ayah kamu.”
“Ya sudah kalau gitu tante dan Bella masing masing aku jatah 3 juta perbulan.” ucapku sinis.
Tentu saja hal itu membuat keduanya membelalakkan mata tidak terima.
“Enak saja, aku ini istri ayahmu, jadi aku nyonya disini, jangan seenaknya kamu potong uang aku.”
“Uang tante? Nyonya? Sejak kapan tante ikut andil dalam penghasilan ayah!! INI SEMUA MILIK AKU.” ucapku dengan nafas memburu karena aku sudah mulai emosi.
“Tapi aku juga berhak mendapatkan nafkah dari uang itu.”
“Lalu uang yang ku jatah itu, apa itu bukan hak tante yang kuberikan? Masih baik aku masih mau memberi kalian jatah uang dan itu di luar uang makan, karena di dapur aku selalu menyediakan beras, lauk pauk dan sayur yang tinggal kalian olah, kalian tinggal masak apa yang kalian suka tanpa memikirkan darimana kalian dapatkan uang untuk itu semua karena semua itu aku yang beli, jadi bersukurlah sedikit jadi manusia, jangan jadi manusia tamak tidak tahu diri, masih banyak di luaran sana orang yang bahkan untuk makan saja mereka tidak bisa.” ucapku berapi api.
Tante Sindi dan Bella hanya diam terpaku melihatku yang sedang emosi seperti itu.
“Lain kali kalau mau hidup enak itu kerja, bukan dengan menadahkan tangan, kalian tak ubahnya seperti pengemis di jalanan.” ucapku tersenyum sinis.
“Kurang ajar.” tangan tante Sindi keatas hendak menamparku tapi segera aku memegangnya.
“Jangan lagi kalian menyentuh kulitku secuil pun, tangan kalian itu tidak pantas berada di tubuhku.” ucapku sembari menghempaskan tangan tante Sindi.
“Aku, NADIA PUTRI WIJAYA, aku pemilik rumah perusahaan dan semua ini, dan kalian, kalian hanya seorang yang sedang menumpang, jika kalian tak suka berada di sini, silahkan kalian PERGI DARI SINI!” usirku pada mereka, aku mau lihat apa reaksi mereka jika aku mengusirnya.
“Nadia tante mohon jangan usir tante dan Bella, mau tinggal di mana kami nanti.” ucap tante Sindi memegang tanganku, sedangkan Bella hanya diam terpaku menyaksikan kemarahanku.
“Itu urusan kalian mau tinggal dimana dan bukan urusanku, sudah bagus kalian aku tampung disini dan masih ku beri uang jajan.”
“Iya Nadia tante mohon jangan usir tante.”
“Mama, apaan sih, ngapain mohon mohon sama dia.” ahirnya Bella yang sedari tadi diam oun berbicara.
“Diam kamu Bell, mau tinggal dimana kita kalau di usir dari sini.”
“Atau kau Bella kalau mau pergi dari sini silahkan, pintu terbuka lebar untuk kalian keluar dari sini.” ucapku menatap tajam wajah Bella.
“Jangan Nadia, tante mohon.” ucap tante Sindi yang masih menghiba padaku.
“Kalau kalian masih mau tinggal disini ya tahu diri sedikit, dan ingat jangan pernah ganggu urusanku.” aku membalikkan tubuhku hendak ke kamar, tapi belum sempat melangkah aku membalikkan badan lgid an menghadap Bella.
“O iya, untuk kamu dan Andre lihat saja habis ini akan ada kejutan untuk kalian, aku sudah tahu kebusukan kalian berdua.” mata Bella terbelalak seketika.
“Tahu apa kamu tentang kita.” ucap Bella yang berusaha menutupi kegugupannya, tapi aku tahu sebetulnya dia cemas.
“Lihat saja nanti aku akan melakukan apa pada kalian, yang jelas kalian akan terima akibat dari kejahatan kalian.”
Aku pun meninggalkan mereka yang terdiam kaku seperti patung.
Kubuka dan tutup pintu kamarku, tak lupa aku menguncinya, aku segera melepas pakianku dan memasuki kamar mandi, aku mandi di bawah guyuran air, sungguh sangat segar rasanya, lumayan bisa sedikit menghilangkan kepenatanku, sungguh sejatinya aku lelah, aku hanya ingin hidup tenang, tapi aku juga tidak mau orang orang jahat itu hidup tenang, biarlah untuk saat ini aku bekerja keras untuk mengungkap semuanya hingga nanti ahirnya jika semua terungkap pasti aku akan hidup tenang.[bersambung]