Rekayorek.id, Portal berita dan wadah berbagi kreativitas

Cinderella Tapi Bukan Upik Abu #7

Cerbung

Oleh: Vyra Fame

TAK lama Bella keluar dari kamarnya, dia menuju meja hendak memakan dan meminumnya.

“Satu, dua, ti,,” belum sampai tiga aku menghitung Bella berteriak.

“Aaaaaaaaaaaa, pedaaaassssssss.” kuintip dia lewat tembok sebelah ruang makan. Setelah kepedasan dia mengambil minumannya tapi baru satu sedotan saja dia memuntahkan kembali minumannya.

“Huekkk, apaan nih asin banget, kurang ajar siapa yang berani begini sama aku, ini pasti ulah Nadia, sialan akan ku beri dia pelajaran.

“Nadia,,,,” Bella berteriak sembari menghampiriku yang sudah duduk manis di sofa.

“Apa sih, aku gak budek tau, gak usah pake teriak teriak segala.”

“Kurang ajar ya kamu, pasti kamu yang udah ngerjain aku.”

“Ngerjain apaan sih, orang dari tadi aku di sini kok.”

“Ah, ngaku aja kamu, pasti kamu yang udah naro banyak garem di makananku kan.”

“Hahahahahaha, emang enak, karma itu berlaku, bahkan instan, lagian kan kamu beli makan dimana, ya mungkin abangnya yang naronya kebanyakan di makanan kamu.” kilahku.

“Gak nungkin, itu restoran langganan aku, udah biasa aku makan disana, jadi gak mungkin dia sengaja naro banyak garam di makananku.”

“Mana aku tahu, dan aku juga gak mau tau.” ucapku mengendikkan bahu sembari asik menonton tv.

“Dasar kamu ya, berani ngerjain aku.” tiba tiba saja Bella menarik rambutku dari belakang.

“Nih rasakan, dasar anak pe*ek, susul ibu dan ayahmu sana ke liang lahat ”

Aku yang mendengar kedua orangtuaku dihina tentu saja tidak terima, dan itu membuat aku naik pitam.

Kucengkram tangan Bella dengan posisi tanganku berada di belakang kepala, aku tancapkan kuku panjangku di pergelangan tangannya, kuinjak ujung kakinya, tentu saja hal itu membuat dia kesakitan. Tanpa ampun kuberi dia bogeman mentah di wajahnya.

Lalu kutarik balik rambut Bella. Kucengkram erat dan aku menampar berkali kali pipi Bella. Aku tahu itu pasti sangat sakit, tapi tidak seberapa dibandingkan rasa sakit yang mereka torehkan.

“Sudah kubilang, jangan pernah hina orangtuaku kalau kau tidak mau aku berubah menjadi setan. Kau dan ibumu memang sungguh manusia tidak tahu diri dan tidak tahu malu, kalian menikmati harta dan kekayaan orang tuaku, tapi kalian hina juga kedua orangtuaku, kalau bukan karena kebaikan ayahku yang menikahi ibumu sudah pasti kalian sekarang ini menjadi gembel.”

Kudorong kepala Bella hingga membentur tembok lalu pingsan, dan di saat yang bersamaan tante Sindi datang.

“Apa apaan kau Nadia, kau mau membunuh anakku!!” ucap tante Sindi.

“Kalau aku mau sudah dari dulu aku bunuh kalian, tapi aku masih berbaik hati, sehingga kalian masih bernafas hingga detik ini.”

muka tante Sindi yang mendengar penuturanku pun memerah karena marah tidak menyangka kalau aku akan berucap seperti itu.

Selama ini aku adalah anak yang pendiam, dan penurut, tapi mereka lupa, marahnya orang diam itu lebih berbahaya.

“Mati saja kau dan susul orangtuamu, gara gara ayah ibumu, keluargaku hancur, kalian pantas merasakan apa yang pernah kurasakan.”

Aku terbelalak mendengar ucapan tante Sindi, apa jangan jangan?

“Tante kenal dengan ibuku? Bukannya tante bertemu ayah setelah ibu meninggal? Atau jangan jangan tante yang membuat orangtuaku meninggal?” selidikku.

Tentu saja ucapanku barusan membuat tante Sindi terhenyak, secara tidak langsung dia sudah membongkar rahasia yang dia tutupi.

“Itu… itu…” ucapnya terbata, dan itu semakin membuatku curiga.

“Sudah kuduga dari awal aku mencurigai kalau kematian ayah dan ibuku ada hubungannya dengan kalian, dan kalau memang benar itu semua, bersiap lah kalian akan terima akibatnya.” ucapku menyela ucapan tante Sindi yang masih terpaku sedangkan Bella masih pingsan akibat benturan tadi.

“O iya, mulai besok segala keuangan aku yang mengatur, berhemat hematlah kalian dan kalau kalian menginginkan sesuatu atau meminta uang padaku, kalian harus melakukan apa yang kuperintahkan, karena di dunia ini tidak ada yang gratis.” ucapku menatap tajam tante Sindi.

“Ya gak bisa gitu dong, nyonya di sini kan aku, ngapain Juga aku harus ikut aturan kamu.”

“Dasar tidak tahu malu, apa tante lupa, rumah dan semua harta benda ini milik orangtuaku dan tante tidak ada campur tangan apapun di dalamnya dan lagi aku anak satu satunya. Jadi mutlak ini semua milikku, kalian itu cuma numpang, jadi tau dirilah sedikit. Setidaknya jika tante tidak menyukaiku tapi jadilah manusia yang berguna, bukan seperti benalu yang siap menghabisi dan menghancurkan tuan rumahnya, ingat itu. Kalau kalian menginginkan sesuatu, berusaha dan bekerja, bukan dengan meminta dan memaksa.” ucapku berlalu meninggalkan mereka.[bersambung]

Komentar
Loading...