Rekayorek.id, Portal berita dan wadah berbagi kreativitas

Diplomasi Indonesia-China: Mutual Benefit atau Asymmetric Relation?

REKAYOREK.ID Dosen Universitas Paramadina, Dr. Peni Hanggarini, berpandangan bahwa diplomasi internasional

terutama Indonesia dengan China, perlu dikaji lebih mendalam. Pasalnya, diplomasi internasional seharusnya berorientasi pada kepentingan nasional, bukan didasarkan pada transaksi bisnis atau kepentingan lain yang tidak relevan.

Peni mempertanyakan apakah pernyataan bersama (joint statement) antara Indonesia dan China baru-baru ini benar-benar mencerminkan hubungan saling menguntungkan (mutual benefit) atau justru hubungan asimetris (asymmetric relation).

“Hal itu jadi pertanyaan mendasar karena menyangkut hubungan ke depan dengan China,” kata Peni dalam keterangannya, Sabtu, 16 November 2024.

Menurutnya, harus dipastikan betul apakah ada kesetaraan dalam hubungan Indonesia-China, dan apakah Indonesia benar-benar mendapatkan keuntungan dari perjanjian tersebut.

“Meskipun dalam hal power dan ekonomi Indonesia masih di bawah China,” ujarnya.

Ia juga mengungkapkan perlu mencari kesamaan kepentingan antara kedua negara untuk memastikan keberlanjutan hubungan diplomasi.

“Kalau ada kesamaan dalam kepentingan maka pasti diplomasi akan berjalan terus. Lalu taktik apa yang bisa dimainkan?” tuturnya.

Dalam konteks kemitraan ekonomi, Peni menggarisbawahi bahwa China saat ini merupakan investor kedua terbesar di Indonesia, setelah Singapura.

Selain itu, neraca perdagangan antara kedua negara dinilai tidak terlalu buruk, menunjukkan adanya potensi hubungan yang saling menguntungkan jika dikelola dengan baik.

Ia pun menekankan pentingnya memanfaatkan diplomasi yang optimal dalam menjalin kemitraan dengan China, terutama di tengah dinamika global yang semakin kompleks.

Prabowo melakukan pertemuan dengan Presiden China Xi Jinping pada Sabtu, 9 November 2024. Keduanya menyampaikan komitmen untuk mempererat hubungan di berbagai bidang dan kunjungan itu menghasilkan perjanjian investasi baru senilai 10 miliar dolar AS atau Rp157 triliun.

Setelah menyelesaikan kunjungannya di Beijing, Prabowo terbang dan tiba di Pangkalan Militer Andrews, Washington DC, Amerika Serikat, Minggu, 10 November 2024, sekitar pukul 16.00 waktu setempat.

Dalam kunjungan resminya, Prabowo diagendakan untuk melakukan sejumlah pertemuan diantaranya dengan Presiden AS, Joe Biden dan tidak menutup kemungkinan akan bertemu dengan presiden terpilih Donald Trump.@

Komentar
Loading...