Jejak Kabupaten Surabaya di Kota Surabaya
REKAYOREK.ID Jika kita menelusuri pesarean tua di Surabaya seperti Sentono Botoputih di Pegirian, Bibis dan Ampel, di sana masih ditemukan makam makam bupati Surabaya. Komplek Pesarean tua ini tidak jauh dari titik administrasi Surabaya klasik.
Berdasarkan toponimi yang ada bahwa di sekitar titik administrasi itu masih ada nama nama jalan dan kawasan yang bersifat tata ruang pemerintahan klasik Surabaya. Ada nama jalan Alun Alun, yang sekarang telah berubah menjadi Jalan Pahlawan. Ada pula nama jalan Kebun Rojo dan masih awet hingga sekarang. Ada nama jalan Pasar Besar, yang masih digunakan hingga saat ini. Satu lagi ada kampung yang menggunakan nama Kauman. Yaitu Kemayoran Kauman.

Nama Kauman berasal dari kata Kaum, yang berasal dari kata Qoimuddin (penegak agama Islam). Jadi Kauman adalah tempat para penegak agama atau para ulama.
Wajar Kampung Kemayoran Kauman ini letaknya memang berada di barat masjid besar Kemayoran, yang dibangun pada tahun 1840-an.
Ada nama seorang bupati Surabaya yang terabadikan ada prasasti pembangunan masjid. Yaitu Raden Tumenggung Kromojoyo Dirono yang bersanding bersama pejabat pemerintah Hindia Belanda: Daniel Franscois Willem Petermaat (Resident Surabaya) dan Jan Jacob Ruchusson (Gubernur Jendral Hindia Belanda).
Lantas di sisi Timur Masjid pernah ada lapangan alun alun Kabupaten yang sekarang menjadi lahan sekolahan Ta’miriyah dan SMPN 2 Surabaya. Sementara di timurnya lagi pernah ada rumah Bupati Surabaya, yang kemudian dijadikan sekolah HBS dimana Presiden Pertama Indonesia, Soekarno, bersekolah. Tahun 1928 gedung ini dibongkar dan didirikan gedung baru untuk Kantor Pos Besar. Sementara HBS Surabaya pindah ke Ketabang yang sekarang menjadi SMA Kompleks Wijaya Kusuma.
Dari jejak jejak itu dapat diketahui bahwa Surabaya pernah memiliki sistem pemerintahan kabupaten, yang dipimpin oleh bupati. Seiring dengan perkembangan zaman dan perubahan perubahan yang ada, maka sekarang sistem pemerintahan Surabaya menjadi Pemerintah Kota Surabaya.
Di bawah ini, rekan Eko Jarwanto, sejarawan Gresik memiliki catatan tentang bentuk pemerintahan Kabupaten Surabaya.
Kabupaten Surabaya oleh Sejarawan Eko Jarwanto
Pernahkah kita merenung, jika wilayah Malang, Madiun, Kediri, Blitar, Pasuruan, dan Probolinggo punya dua pemerintahan. Yaitu pemerintahan Kota dan pemerintahan Kabupaten. Dulu Surabaya juga memiliki dua bentuk pemerintahan. Yaitu Kota Surabaya (Gemeente Surabaya) dan Kabupaten Surabaya (Regensi Surabaya).
Menurut Eko Jarwanto, usia Kabupaten Surabaya jauh lebih tua. Kabupaten Surabaya setidaknya mulai ada sejak 1625, ketika wilayah ini dikuasai oleh Keraton Mataram, sehingga otomatis Surabaya menjadi daerah bawahannya. Tentunya kita tahu nama-nama sosok adipati (bupati) Jayengrana, Jayapuspita, dll. Bahkan, terdapat status Bupati Kasepuhan dan Bupati Kanoman. Komplek Pemakaman Kasepuhan dan Kanoman ini nyata adanya di Pemakaman Botoputih Pegirian.

Status kabupaten Surabaya ini bahkan terus berlangsung sampai era kolonial, ketika wilayah Surabaya masuk dalam birokrasi Kompeni (VOC) tahun 1743. Saat itu, wilayah alun-alun dan pendopo Bupati Surabaya berada di kawasan tugu pahlawan dan di lahan kantor Gubernur Jawa Timur dan di Kebun Rojo, yang sejak 1881 digunakan sekolahan HBS.
Memasuki abad 20 mulailah terdapat dua bentuk pemerintahan yang resmi di Surabaya, yakni dengan terbentuknya Gemeente Surabaya (Kota Surabaya) pada tahun 1906. Namun di sisi lain keberadaan Kabupaten Surabaya yang dipimpin oleh seorang bupati juga masih tetap ada dan berlangsung..
Tahun 1934 wilayah Kabupaten Surabaya semakin luas dengan dimasukkannya Gresik menjadi satu. Ibukotanya juga sempat pula pindah ke wilayah Gresik selama dua tahun, lalu dikembalikan lagi ke Surabaya.
Sempat pula berganti-ganti tempat kantor pendopo bupatinya sampai akhirnya dibangun menetap di Gentengkali Surabaya (sekarang jadi pendopo Cak Durasim).
Perkembangan terus berlanjut ketika memasuki periode Indonesia merdeka. Awal kemerdekaan, ibukota Kabupaten Surabaya ditaruh kembali di kota Gresik. Kemudian, tepatnya tahun 1974, yang mana diusulkan untuk menghapus nama resmi Kabupaten Surabaya.
Akhirnya, Presiden Republik Indonesia membuat Surat Keputusan No 38 tahun 1974 (era Orde Baru) bahwa nama Kabupaten Surabaya dihapus dan diganti dengan nama Kabupaten Gresik. Beberapa wilayah milik Kabupaten Surabaya, yang berposisi enklave, dilimpahkan ke Pemerintah Kota Surabaya.
Namun demikian, oleh Bupati Surabaya yang terakhir, yakni Soefelan, secara resmi ditetapkan pergantian nama pada tanggal 26 Pebruari 1975.
Maka sejak tahun 1975 itulah nama Kabupaten Surabaya terhapus selamanya, hilang dalam peta dan hilang dalam periode sejarah.
Tampaknya, sejarah seperti ini terulang kembali. Dulu nama Surabaya terhapus dari peta wilayah Mataram. Tahun 1625 Sultan Agung Mataram menguasai Surabaya dan sejak itu Surabaya menjadi bawahan Mataram. Namun selang 350 tahun, yakni pada 1975, Presiden Soeharto menghapus Kabupaten Surabaya dari peta Mataram.
Hingga sekarang jejak Kabupaten Surabaya yang berupa bangunan pendopo masih bisa ditemui di jalan Genteng Kali. Sebuah perkampungan yang bernama Kauman masih ada di barat masjid Kemayoran. Bukti otentik lainnya nama bupati Raden Tumenggung Kromojoyo Dirono di Masjid Kemayoran dan tentunya persebaran makam para bupati di beberapa pemakaman tua di Surabaya.@PAR/eko/nng