Rekayorek.id, Portal berita dan wadah berbagi kreativitas

Kompak Langgar Aturan, Galangan Kapal Bangkalan Lolos Sanksi Hukum #3

REKAYOREK.ID Terbitnya Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) untuk Galangan Kapal PT Adiluhung Sarana Segara (ASSI) sebagaimana diakui Direktur Utama ASSI, Anita Pudji Utami, menimbulkan kontroversi.

Hal tersebut mengingat ada jeda waktu yang singkat dari sidak yang dilakukan Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP dengan terbitnya PKKPRL.

“PSDKP melakukan sidak ke lokasi tentu ada temuan yang tidak wajar, salah satunya mengenai tanah reklamasi melebihi garis pantai 58-360 meter (Citra Satelit dan BIG) dengan luas kurang lebih 5.17 Ha,” ujar Direktur LBH Maritim, I Komang Aries Dharmawan.

“Silahkan ditelusuri di timeline Citra Satelit dan Badan Informasi Geospasial,“ imbuhnya.

Sementara itu Humas ASSI, Firda, yang dikonfirmasi soal perijinan mengakui perusahaan sudah lengkap ijinnya yaitu PKKPRL, TUKs, ijin reklamasi, serta Ijin lingkungan. Akan tetapi Humas ASSI tidak menjawab ketika ditanya bulan dan tahun berapa PKKPRL terbit, tahun berapa ijin reklamasi dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan serta instansi mana yang menerbitkan ijin lingkungan.

Menurut catatan redaksi, PKKPRl diberikan KKP setelah data kondisi lapangan clear tidak ada persoalan.
Padahal ASSI mengajukan rencana pembuatan dermaga di lahan Konservasi, reklamasi diduga liar. Sedangkan ijin reklamasi dikeluarkan Kementerian Perhubungan setelah ada clearance dari KSOP Tanjung Perak mengingat wilayahnya masuk DLKr/DLkp. Ijin lingkungan dipastikan bukan dari Dinas Lingkungan Hidup Jatim instansi yang berkompeten merekom AMDAL.

“Sebab lahan yang dimintakan ijin lingkungan di atas 50 meter yang wajib AMDAL,” ujar Komang yang mengaku banyak mendapat masukan dari banyak pihak.

“Ijin lingkungan yang dimaksud mungkin UKL/UPL yang dikeluarkan Dinas Lingkungan Hidup Bangkalan mencakup lahan ASSI di bawah 50 meter dari garis pantai,” singgungnya.

Komang juga mengingatkan Dinas Lingkungan Hidup Jatim untuk tidak bermain-main soal ijin AMDAL. Dicontohkan, Bintang Timur Samudra (BTS) yang termasuk cepat mendapatkan PKKPRL mungkin karena alasan reklamasi yang diduga tanpa ijin seluas 261 meter persegi atau kurang lebih 0,0261 Ha dianggap kecil.

“BTS dan ASSI tergolong cepat memperoleh ijin PKKPRL padahal sama sama diduga ada pelanggaran soal reklamasi,” tegas Komang.

Diingatkannya, BTS tidak memiliki Instalasi Pengolahan Limbah sendiri akan tetapi pinjam pakai milik PT. Ben Santoso. Demikian pula ada persolan pembuangan endapan limbah cair (sludge) yang tinggi kandungan bahan berbahaya dan beracun (B3).

“Dinas Lingkungan Hidup Jatim yang merekomendasi AMDAL jangan gegabah soal ini dan laboratorium DLH seharusnya mengambil sample air di sekitar Galangan Kapal ,” ungkapnya dan berjanji akan terus memonitor perkembangan proses AMDAL di DLH Jatim.

Sementara itu Direktur Jaringan Advokasi Maritim, Laili Azis mengatakan, maraknya kasus pelanggaran perizinan yang dilakukan oleh beberapa perusahaan di wilayah pesisir dan laut yang ada di Kabupaten Bangkalan tidak sesuai dengan pertama, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Laut.

Kedua, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor 4 Tahun 2021 tentang Daftar Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Mengenai Lingkungan Hidup, Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup Dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup Atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Dan Pemantauan Lingkungan Hidup. Ketiga, Peraturan Daerah (PERDA) Provinsi Jawa Timur Nomor 1 Tahun 2018 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pupau-pulau kecil Provinsi Jawa Timur Tahun 2018-2038 yang merupakan dasar dari Materi Teknis Perairan Pesisir RZWP3K 2022.

Lemahnya pengawasan terhadap usaha yang tidak memiliki izin atau ilegal di pesisir seperti galangan kapal misalnya, seharusnya tidak perlu terjadi. Contoh, di Kabupaten Bangkalan saat ini berkembang usaha galangan kapal dan pemotongan kapal di wilayah barat yang berhadapan dengan Selat Madura. Pelaku usaha baik perusahaan maupun perorangan umumnya diduga tidak memiliki izin PKKPRL, Izin Lingkungan, Izin Reklamasi, Izin Operasional Berusaha dan izin Pemotongan Kapal.

Aktivitas usaha pemotongan kapal sudah berjalan puluhan tahun, dan dalam sepuluh tahun terakhir banyak sekali protes dari masyarakat, LSM, bahkan anggota DPRD Bangkalan, menyuarakan penutupan usaha pemotongan Kapal. Bahkan pada tahun 2022 terjadi kecelakaan kerja, seorang pekerja terbakar akibat kegiatan pengelasan.

Tahun 2020, Pemerintah Kabupaten Bangkalan sudah menghimbau kepada pemilik usaha untuk melengkapi perizinan, namun karenak kewenangan tidak berada di Kabupaten Bangkalan, sehingga tidak bisa melakukan tindakan apapun.

Kewenangan pengawasan, maupun penindakan terhadap pemanfaatan ruang laut, berada di Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Kementerian Kelautan
Dari informasi yang dikumpulkan dan hasil pengamatan aktivitas Galangan Kapal sebagian sudah berjalan bertahun-tahun, ada juga yang baru memulai.

Namun semua aktivitas usaha tersebut diduga tidak dilengkapi dengan perizinan, diantaranya PKKPRL dan izin reklamasi, mengingat lokasi usaha dari kegiatan galangan kapal sebagian ada di darat dan ada di laut.

Potensi kerugian yang diakibatkan oleh aktivitas ilegal tersebut yaitu rusaknya eko sistem laut, karena tidak sesuai dengan Rencana Peruntukan Ruang Laut.

Pendapatan negara melalui PNBP dan Pajak tidak maksimal, masyarakat sekitar dirugikan, karena dalam melaksanakan kegiatan usaha, tidak memperhatikan aspek social, dan lingkungan sekitar, rentan terjadi kecelakaan kerja, karena idak menerapkan prinsip keselamatan kerja karyawan (K3).@tim

Komentar
Loading...