Memanfaatkan Potensi Sejarah SDN Alun Alun Contong
Ruang kelas lama rencananya akan digunakan menjadi kelas untuk pengajaran mata pelajaran muatan lokal (mulok). Sayangnya, materi dan konsep ajar belum kunjung mendapat persetujuan dari pimpinan Dinas Pendidikan Kota Surabaya.
REKAYOREK.ID Salah seorang Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Surabaya, Prof. Purnawan Basundoro dan jajaran Civitas Akademika Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unair yang diwakili oleh Wakil Dekan FIB Unair Dr. Listiyono Santoso, S.S., M.Hum. dan Kukuh Yudha Karnanta M.A. mendatangi keberadaan Bangunan Cagar Budaya di lingkungan SDN Alun Alun Contong I-87 Surabaya Selasa pagi (13/9/2022).
Kedatangan mereka ke sekolah ini setelah mereka mendapat informasi dari pegiat sejarah Begandring Soerabaia.
Beberapa bulan lalu Begandring Soerabaia dalam penelusuran sejarah Soekarno, sempat datang ke sekolah ini setelah penelusuran yang dilakukan oleh Kukuh Yudha Karnanta di Singaraja Bali. Di sana ia mendapatkan copy surat pindah tugas Raden Soekeni Sosrodihardjo dari Singaraja ke Surabaya.
Dari temuan surat di Singaraja, kemudian penelusuran dilakukan ke SDN Alun Alun Contong I-87, yang sebumnya dikenal dengan nama SD Sulung, karena di sekolah inilah Raden Soekeni Sosrodihardjo mengajar setelah pindah tugas dari Bali ke Surabaya.
SDN Sulung menjadi saksi bisu keberadaan Raden Soekeni Sosrodihardjo, ayahanda Presiden Pertama RI Soekarno dan Cak Roeslan Abdoel gani.
Raden Soekeni Sosrodihardjo adalah seorang guru yang mengajar pada penghujung abad 19 (1898) hingga penghujung tahun 1901. Soekeni erat kaitannya dengan riwayat Soekarno kecil ketika masih tinggal di kampung Pandean, Surabaya.
Sementara Prof. Dr. H. Roeslan Abdulgani adalah negarawan dan politikus Indonesia yang pernah menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Indonesia pada tahun 1956-1957. Dia akrab dipanggil Cak Roes. Lahir di Plampitan, Surabaya pada 24 November 1914 dan meninggal di Jakarta pada 29 Juni 2005.
Cak Roes kecil pernah bersekolah di SD ini ketika sekolah ini masih bernama Hollandsche Inlandsche School (HIS) Soeloeng. Dalam perkembangannya HIS Soeloeng berganti nama menjadi Sekolah Rakyat (SR) Soeloeng.
Kini SD bersejarah ini bernama SDN Alun Alun Contong I-86 Surabaya. Sebagai penanda Cak Roes memasang sebuah prasasti di tembok sekolah.
Meski nama sekolah telah berganti, namun masih ada bangunan sekolah yang masih bertahan. Hanya satu unit bangunan yang di dalamnya terdapat 8 kelas. Salah satu kelas lengkap dengan bangku bangku kunonya. Jumlahnya bangkunya sekitar 20 set. Di dalam kelas ini juga tergantung papan tulis lama sebagai bawaan ruang kelas.
Prof. Purnawan Basundowo dan tim langsung menuju kelas ini dengan didampingi oleh guru SDN Sulung, Dian.
“Secara umum bangunan dan perlengkapan di ruangan kelas ini masih terjaga dengan baik. Sejumlah bangku bangku utuh semua. Juga ada papan tulis hitam dan sejumlah buku induk lama. Namun buku induk jaman Belanda tidak ada lagi”, terang Purnawan.
Tidak hanya mengamati seisi kelas. Purnawan dan tim juga mengamati lingkungan dimana BCB ini berada.
“Sayangnya lingkungan pendukungnya kurang terawat, terutama kawasan belakang”, tambah Purnawan.
Di belakang dari bangunan kelas ini terdapat sebuah lahan dengan sebuah unit bangunan yang kondisinya membahayakan dan tidak dipakai. Kondisi dan lingkungan sekolah yang kurang mendukung baik terhadap bangunan Cagar budaya maupun untuk lingkungan belajar mengajar mendapat perhatian Wakil Ketua DPRD Surabaya, Drs. A. Hermas Thony, M.Si.
“Saya kira lingkungan sekolah harus ramah anak. Jangan ada kerawanan di lingkungan sekolah yang membahayakan peserta didiknya. Sekolah ini sesungguhnya memiliki nilai tambah yang tidak dimiliki sekolah lain. Yaitu dengan adanya bangunan bersejarah yang sudah berstatus BCB. Maka bangunan ini harus dikelola dan dimanfaatkan untuk tujuan pendidikan” jelas AH Thony yang berencana meninjau keberadaan BCB ini.
Menurut Dian, guru yang mendampingi kedatangan rombongan, ruang kelas lama sudah direncanakan menjadi kelas untuk pengajaran mata pelajaran muatan lokal (mulok). Bahkan ia sudah menyusun materi ajar Muatan Lokal untuk siswa siswi.
Ironisnya, ketika materi ajar sudah siap, tapi materi dan konsep ajar belum kunjung mendapat persetujuan dari pimpinan dinas terkait (Dinas Pendidikan Kota Surabaya).
Sikap ini sangat kontradiktif dengan semangat yang digelorakan walikota Surabaya, Eri Cahyadi, yang sudah mulai getol mengajak warganya memelihara, mengelola dan memanfaatkan potensi sejarah yang ada di kota Surabaya.
Belum lama, walikota meresmikan Wisata Kampung Pecinan Kembang Jepun, membuka Festival Surabaya Kota Pahlawan melalui Paperan Foto “Surabaya Lintas Masa”, membuat film dokumenter “Koesno” dan masih ada lagi jadwal lainnya yang bersifat kolaboratif dengan komunitas.
Konsep gotong royong dalam rangka mengelola dan memanfaatkan aset sejarah dan Cagar budaya menjadi tulang punggung kebangkitan kebudayaan di kota Surabaya. Salah satunya adalah aset Cagar Budaya sekolah SDN Sulung.@nanang