Rekayorek.id, Portal berita dan wadah berbagi kreativitas

Membuka ‘Topeng’ Jalan Tunjungan

REKAYOREK.ID “Rek ayo rek, mlaku mlaku nang Tunjungan” adalah petikan lirik lagu yang dilantunkan oleh penyanyi kondang asal Surabaya Mus Mulyadi di tahun 1970-an.

Lagu itu bukan tidak punya alasan mengapa berlirik demikian. Alasannya, memang kala itu Jalan Tunjungan begitu menarik perhatian publik untuk datang dan berjalan jalan. Banyak toko toko berjualan aneka barang dan kebutuhan serta beragamnya hiburan di sepanjang jalan. Yang berduit tentu akan membeli sesuatu. Bagi yang tidak berduit, mencuci mata menjadi perlipur lara.

Berjalan jalan di Jalan Tunjungan membuat hati sedih menjadi gembira. Apalagi bila bisa bertemu dengan pujaan hati, si gadis anak penjual rujak cingur. Setidaknya itulah penggalan lirik lagu “Rek ayo Rek”.

Jalan Tunjungan memang sempat mati suri selama beberapa tahun, tidak lagi seindah dalam lagu Rek Ayo Rek. Mal mal yang tumbuh di kota Surabaya di awal tahun 1990-an telah menarik perhatian publik. Akibatnya Jalan Tunjungan menjadi sepi dari pejalan kaki.

Pengunjung memadati Jalan Tunjungan, Minggu malam (21/11/2021). Foto: Junaedi

 

Jalan Tunjungan yang membujur dari utara ke selatan hanya menjadi jalur lalu lintas kendaraan, bukan lalu lintas orang. Beberapa kali pemerintah Kota Surabaya mencoba untuk menghidupkan kawasan ini menjadi kawasan wisata, tapi selalu mandek. Hanya terlihat ramai dan sesak bila digelar kegiatan yang sifatnya insidentil. Harapannya, keramaian insidentil itu bisa menjadi keramaian rutin.

Berjuluk “Tunjungan Romansa”, pemerintah kota Surabaya berusaha untuk menghidupkan jalan Tunjungan. Setelah sekitar satu tahun, sebagian ruas jalan Tunjungan dihidupkan oleh bukanya cafe cafe, Minggu malam (21/11) lalu pemerintah kota kembali membulatkan tekad untuk menghidupkan jalan Tunjungan.

Selama ini Jalan Tunjungan memang sudah hidup, tapi hanya terbatas sebagai ladang perkantoran, hotel dan sebagian toko. Dengan launching Tunjungan Romansa per November 2021, Tunjungan akan hidup sebagai ladang usaha pariwisata, khususnya cafe, restoran dan hiburan.

Perlu Konsep Lebih Matang

Jalan Tunjungan diharapkan akan hidup dikala menjelang senja hingga malam untuk kepentingan wisata. Di pagi, siang hingga sore sepertinya tetap akan ramai seperti biasa untuk kepentingan bisnis dan perkantoran. Sudah selayaknya jalan Tunjungan hidup yang berbasis wisata: sejarah, budaya dan kuliner.

Seniman jalanan saat lauching Tunjungan Romansa di di Jalan Tunjungan Minggu malam (21/11/2021). Foto: junaedi

 

Siapa yang tidak kenal jalan Tunjungan. Peristiwa perobekan bendera Merah-Putih-Biru menjadi Dwi Warna terjadi di Jalan Tunjungan, tepatnya di hotel yang dulu bernama Hotel Oranje. Di awal abad 20, jalan Tunjungan dirancang dan ditata sebagaimana jalan Damrak di kota Amsterdam.

Jalan Damrak menjadi etalase hiburan karena penuh dengan toko toko aneka kebutuhan, restoran, tempat hiburan dan hotel. Termasuk sarana transportasi mulai taksi hingga tram listrik menjadi fasilitas publik bagi warga. Pun demikian dengan Jalan Tunjungan kala itu agar orang orang Eropa, khususnya Belanda, bisa menikmati hiburan layaknya di kota Amsterdam.

Ketika sudah ada komitmen untuk menghidupkan Jalan Tunjungan, maka keberadaannya, nasibnya harus dirembuk bersama antar stakeholder yang ada dan yang berkepentingan agar hidupnya jalan Tunjungan tidak sesaat, tapi bisa langgeng seperti langgengnya kehidupan Jalan Damrak di Amsterdam.

Terang di waktu malam di Jalan Damrak Amsterdam. Foto: Ist

 

Salah satu dari hal penting di Jalan Tunjungan adalah penataan pencahayaan yang menjadi penerangan kawasan. Pencahayaan bukan berarti lampu penerangan untuk jalan. Tapi pencahayaan untuk sosok bangunan bangunan berarsitektur indah yang ada di sela jang jalan ini.

Kelebihan Jalan Tunjungan adalah keberadaan bangunan bangunan berarsitektur konial yang masih menjadi pagar jalan. Karenanya keberadaan bangunan bangunan indah harus didukung okeh kencahayan yang benar dan artistik. Jalan Tunjungan tidak hanya menjadi etalase sejarah, tapi juga etalase arsitektur yang enak dinikmati di malam hari dengan pencahayaan yang bagus.

Pantauan malam itu, Sabtu (20/11), saat melihat persiapan untuk acara pembukaan Tunjungan Romansa, sepertinya tidak ada perhatian khusus terhadap pencahayaan terhadap gedung gedung yang menjadi pe dukungan utama Jalan Tunjungan.

Selain tidak ada lampu lampu yang dipasang khusus untuk menampilkan gedung gedung indahnya, malah sebaliknya. Ada beberapa lampu yang memberikan efek silau ketika melihat indahnya gedung. Sehingga keindahan gedung untuk mendukungan aktivitas jalan jalan makam di jalan Tunjungan terabaikan. Sayang sekali.

Apakah setelah launching Tunjungan Romansa Minggu malam (21/11) akan ada upaya untuk menata perihal pencahayaan pada gedung gedung yang menjadi pendukung utama Jalan Tunjungan?

Jalan Piccadilly di London. Tampak gedungnya tampak utuh di waktu malam. Foto: Ist

 

Selama ini, menurut pengamatan, mayoritas publik datang ke Jalan Tunjungan untuk berfoto foto dengan background gedung gedung indah. Pemerintah kota Surabaya sudah pernah berupaya untuk membuka “topeng topeng” yang selama itu menutupi keindahan gedung, tapi kalau upaya itu tidak maksimal dengan menambah efek pencahayaan pada gedung gedung indah itu, maka sangat sayang.

Berbeda dengan yang ada di Koridor Jalan Damrak di kota Amsterdam dan Jalan Piccadilly di London. Mereka Sangat memperhitungkan pencahayaan pada deretan gedung gedungnga. Jika tidak ingin jauh jauh, maka kota lama Semarang bisa dicontoh.[Nanang]

Komentar
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari penggunaan kata yang mengandung pelecehan, intimidasi, dan SARA.
Loading...