Normalisasi Muara Sungai Dibutuhkan Petambak Udang Windu
REKAYOREK.ID Berbagai upaya dilakukan Pemprov Jatim untuk meningkatkan kesejahteraan petambak tradisional. Salah satunya dengan cara meningkatkan produktivitas hasil ikan yang dibudidayakan seperti udang windu dan bandeng.
Jatim juga bertekad kembali menjadi primadona perikanan nasional yang saat ini posisinya berada di urutan ketiga setelah Sulawesi Selatan dan Nusatenggara Barat.
“Selain intensifikasi dan ekstensifikasi tambak, DKP tengah mengupayakan untuk menormalisasi muara sungai yang airnya dibutuhkan petambak,” Jelas Kepala Dinas DKP Jatim, Isa Anshori.
Lebih lanjut dikatakan Isa, rendahnya produktifitas udang di Jawa Timur tidak sebanding dengan luasan tambak tradisional yang ada, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, terjadi pendangkalan di muara sungai sehingga mengakibatkan pasang surut air laut untuk pasokan tambak berjalan lambat sehingga air yang masuk ke dalam petakan budidaya kurang maksimal.
Penyebab lainnya, tingginya sedimentasi pada tambak tradisional dan saluran irigasi, daya dukung lahan dan produktivitas lahan tambak mengalami penurunan.
Demikain pula banyak limbah dan sampah domestik yang berpengaruh kepada kelestarian lingkungan.
Hal yang tidak kalah penting, lanjut Isa, sistem pasang surut air laut dan kualitas aliran sungai sangat menentukan keberhasilan budidaya udang.
“Saat ini banyak sungai terutama pada muara sungai yang sudah dangkal sehingga air pasang tidak maksimal masuk ke tambak,” jelasnya.
Pasokan ke tambak berjalan lambat sehingga air yang masuk ke dalam petakan budidaya kurang maksimal dan mengakibatkan salinitas turun. Selain sistem pasang surut air laut, keberadaan mangrove di muara sungai juga dapat mempengaruhi keberhasilan budidaya tambak.
Menurut Isa, Jawa Timur memiliki total garis pantai diukur pasang tertinggi sepanjang 3.498,12 km dengan luas lahan budidaya terdiri atas budidaya air tawar seluas 39.906 ha, budidaya air payau seluas 49.761 ha dan budidaya laut seluas 219.343,75 ha.
Dari 38 Kabupaten/Kota, 22 daerah diantaranya mempunyai wilayah pesisir, dimana selama ini komoditas udang, bandeng, nila dan ikan lainnya dibudayakan.
Hingga saat ini, total luas tambak khususnya udang di Jawa Timur tercatat sebesar 49.761,10 hektar, yakni didominasi tambak tradisional seluas 42.384,24 (85,18%), 3.428 hektar merupakan tambak intensif (6,53%) dan 4.127 hektar merupakan tambak semi intensif (8,29%). Kabupaten dengan luasan tambak terbesar adalah Kabupaten Gresik sebesar 15.549,50 Hektar (36,68%), Kabupaten Sidoarjo 12.434,00 Hektar (29,33%) dan Kabupaten Pasuruan 3.874,60 Hektar (9,14%).
Sebagai catatan, produktivitas tambak tradisional setiap tahun rata-rata hanya 0,6 ton per ha. Mangrove merupakan vegetasi hutan yang tumbuh pada tanah aluvial pada pantai dan sekitar muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.
Ekosistem mangrove tersebut berfungsi untuk melindungi pantai dan tambak akibat abrasi laut, serta sebagai perangkap (trapped) sedimen sehingga dapat membentuk lahan baru (daratan).
Sedimentasi biasa terjadi pada muara sungai yang sepanjang tahun mendatangkan lumpur endapan sendimentasi dan pendangkalan hasil aktifitas di hulu. Sehingga urgensi pengerukan sediman/normalisasi pada muara sungai perlu segera dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Upaya pengerukan sediman/normalisasi akan sangat berdampak pada peningkatan produksi udang di Jawa Timur antara lain.
Jika muara sungai dinormalisasi, peningkatan survival rate dari kisaran 10-11% menjadi 25%, Peningkatan produksi yang awalnya 2 siklus per tahun menjadi 5 siklus per 2 tahun. Demikian pula peningkatan produksi udang windu dari 200 kg per Ha per tahun menjadi 500 kg per Ha per siklus.
“Kualitas maupun kuantitas air tambak bisa terpenuhi karena meningkatnya debit air,” imbuhnya.
Berdasarkan analisis data estimasi produksi udang di kabupaten Gresik apabila normalisasi dilakukan pada lokasi saluran irigasi didaerah aliran sungai Kali Mireng/Manyar di lokasi Desa Kemudi Kec. Dududuk Sampeyan dan Desa Leran Kec. Manyar seluas ± 1.000 Ha akan dapat meningkatkan produksi udang hingga 200 persen.
Seperti halnya di Kabupaten Sidoarjo, berdasarkan analisis data estimasi produksi udang dapat meningkatkan hingga 400 %, dengan luas lahan produksi semula 2.000 ha, setelah dilakukan normalisasi akan luasan tambak yang teraliri menjadi 4.487 ha.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka urgensi pelaksanan pengerukan atau normalisasi sungai sangat perlu segera dilakukan.
Sementara itu, Direktur PT Alter Trade Indonesia (ATINA), Harry Yuli Susanto yang membina dan menjadi mitra petambak tradsional di sejumlah wilayah mengatakan, dengan normalisasi muara, diyakini kualitas air budidaya lebih baik ditunjang salinitas yang ideal untuk budidaya udang windu.
“Harapannya bisa naik sampai dengan minimum 50 persen,” ujarnya optimis.
Harry yang juga eksportir udang dan ikan beku Asosiasi Produsen Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan (AP5I) itu mengtakan, Pemprov Jatim tidak dapat anggaran dari pusat tahun ini untuk program normalisasi muara sungai.
“Tahun ini yang dapat Lampung, Sulsel dan NTB,” jelas Harry yang aktif dilibatkan merencanakan dan merealisasi program Bappenas tersebut. Pria kelahiran Bondowoso itu dianggap sukses menggandeng pembudidaya udang windu tradisional memenuhi standar pasar internasional.@K