Sedihnya Garuda Kalah di Arbitrase Internasional
REKAYOREK.ID PT Garuda Indonesia (GI) akhirnya kalah dalam kasus gugatan pembayaran uang sewa pesawat di Pengadilan Arbitrase Internasional London (LCIA). Hal ini tentu menjadi kabar menyedihkan bagi Indonesia.
Mantan Komisaris GI, Peter F Gontha, dalam unggahan di akun Instagram pribadinya, Minggu (12/9), menyebut salah satu penyebab rusaknya tatanan Garuda.
“Karena adanya kelompok-kelompok di dalam Perusahaan Garuda (Bukan BUMN) yang terlalu berkuasa dan terus menerus menyandera perusahaan untuk kepentingannya sendiri. Sekarang dengan rencana pengurangan pesawat maka mereka yang menjadi korbannya sendiri. Tidak mempunyai pekerjaan dan akan kehilangan segalanya. Itulah kalau beberapa orang mempengaruhi koleganya,” tulis Peter.
“Semoga Garuda tetap terbang meski dalam jumlah armada yang jauh lebih sedikit. Kita lihat perkembangannya yang mana yang akan jalan terus dan mana yang angkat bendera putih. Semoga yang masih punya hati tidak ikut-ikutan,” sambungnya.
Sementara Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menegaskan, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan kuasa hukum yang telah ditunjuk untuk mempertimbangkan langkah yang dapat dilakukan selanjutnya.
“Perlu kiranya kami sampaikan bahwa tentunya kami sepenuhnya akan menghormati dan menyikapi secara bijak hal-hal yang telah ditetapkan LCIA dalam kewenangannya sebagai lembaga penyelesaian sengketa arbitrase internasional,” kata Irfan secara tertulisnya.
Asal tahu saja, putusan LCIA tersebut merupakan tindak lanjut dari gugatan lessor pesawat Helice Leasing S.A.S dan Atterisage S.A.S (Goshawk) terkait dengan kewajiban pembayaran sewa pesawat perusahaan yang diajukan kepada LCIA diawal tahun 2021.
Namun atas putusan arbitrase tersebut, Irfan mengungkapkan bahwa saat ini Garuda Indonesia juga terus menjalin komunikasi intensif dengan Goshawk untuk menjajaki kesepakatan terbaik dalam upaya penyelesaian kewajiban usaha perusahaan di luar proses hukum yang telah berlangsung.
Upaya yang dimaksud salah satunya dilakukan dengan mempertimbangkan kemungkinan penjajakan skema restrukturisasi maupun strategi alternatif penunjang lainnya.
“Melalui komunikasi yang sejauh ini telah terjalin dengan baik tentunya kami cukup optimistis penjajakan yang kami lakukan tersebut dapat menghasilkan kesepakatan terbaik bagi seluruh pihak khususnya dengan memperhatikan aspek keberlangsungan usaha di tengah tekanan kinerja industri penerbangan di masa pandemi ini,” ujar Irfan.
Sejalan dengan adanya putusan LCIA tersebut, Irfan memastikan bahwa seluruh aspek kegiatan operasional penerbangan Garuda Indonesia akan tetap berlangsung dengan normal.
“Garuda Indonesia berkomitmen untuk senantiasa mengoptimalkan ketersediaan layanan penerbangan yang aman, nyaman dan sehat bagi seluruh penumpang Garuda Indonesia melalui penerapan protokol kesehatan pada seluruh lini operasionalnya,” pungkas Irfan.
Restrukturisasi Garuda Makin Berat
Pasca kalah di di Pengadilan Arbitrase Internasional (LCIA), beban biaya baru mesti ditanggung oleh PT Garuda Indonesia untuk membayar seluruh kewajibannya kepada Goshawk Aviation, makin berat.
Ketua Masyarakat Hukum Udara Andre Rahadian mengatakan dengan adanya putusan LCIA tersebut, jelas memberatkan posisi maskapai pelat merah tersebut. Namun, dia juga masih mencermati tindakan lebih lanjut yang bakal dilakukan oleh lessor atas aset GIAA yang saat ini sebagian besar ada di Indonesia.
“Putusan LCIA tersebut juga kemungkinan bisa menjadi alasan dan digunakan oleh lessor lain untuk mengambil langkah serupa bergantung bagaimana penindakan dari putusan tersebut. Kondisi default ini dialami oleh seluruh maskapai di Indonesia,” ujarnya, Senin (13/9/2021).
Selain itu, putusan LCIA juga masih harus ditinjau lebih lanjut karena harus melalui proses pendaftaran. Termasuk melalui proses keberatan pada saat eksekusi. Apalagi dengan kewajiban kepada lessor kebanyakan tidak memiliki hak previlage/hak istimewa.
Di sisi lain, lanjutnya, Garuda, juga tengah menghadapi permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Indonesia. PKPU ini, sebutnya, bisa menjadi tameng perlindungan bagi Garuda tetapi juga bisa memberatkan apabila nantinya restrukturisasi tidak tercapai karena putusan arbitrase tersebut. “PKPU Masih berlangsung dan kami masih belum lihat proposal restrukturisasi yang diajukan Garuda selama proses PKPU ini,” imbuhnya.
Atas kondisi yang dialami oleh maskapai dengan jenis layanan penuh tersebut, dia pun menyarankan agar segera adanya bantuan dari pemerintah kepada sektor penerbangan. Baik bantuan likuiditas maupun fasilitas operasional yang memungkinkan lembaga usaha sektor penerbangan bertahan.
Sudah Diingatkan Rizal Ramli
Sebelumnya ekonom senior, DR Rizal Ramli telah memprediksi kekalahan PT Garuda Indonesia melawan Arbitrase Internasional. Menurut Rizal, Arbitrase Internasional bukanlah cara untuk memenangkan kasus bisnis internasional.
Hal ini sesuai dengan pertemuan pemenang Nobel, Prof Joseph Stiglitz dengan Rizal Ramli (RR) di Jakarta pada 2007. Saat itu Stiglitz menjelaskan bahwa 99 persen kasus arbitase negara berkembang selalu dikalahkan.
Stiglitz menyarankan agar arbitrase internasional jangan dimasukkan ke pasal UU Investasi RI.
“Itulah mengapa ketika Garuda dituntut bangkrut karena gagal bayar utang 1,8 miliar dolar AS tahun 2000/2001, pesawat Garuda diancam disita kreditor-kreditor Eropa, RR selamatkan Garuda bukan dengan arbitrase. Tapi menggunakan cara-cara out the box,” ucap Menko Ekuin di era Presiden Gus Dur tersebut, Minggu (12/9/2021).
Beberapa bulan lalu, RR sendiri sempat menyatakan siap membantu menyelamatkan perusahaan pelat merah itu dari krisis keuangan akut.
Hal ini disambut dan didukung netizen yang kemudian mendesak DPR dan Pemerintah melibatkan RR untuk menyelamatkan Garuda yang sudah berada di bibir jurang kebangkrutan.
Sebagai imbal balik dari bantuan RR ini, pemerintah dan DPR harus bersedia menghapus Presidential Threshold, yang jadi syarat bagi setiap partai politik untuk mengusung calon dalam Pemilihan Presiden.[]