Rekayorek.id, Portal berita dan wadah berbagi kreativitas

Valentino Rossi-Lewis Hamilton Tak Mungkin Lulus Tes SIM di RI, Ini Alasannya

REKAYOREK.ID Valentino Rossi dan Lewis Hamilton adalah dua pebalap hebat di bidangnya masing-masing. Namun, sejago apa pun mereka di lintasan balap, mereka dinilai tak mungkin lulus tes SIM di Indonesia.

Seorang pengguna Twitter, Buya Eson, melalui akun pribadinya @emerson_yuntho menulis surat terbuka kepada Presiden Jokowi.

Judulnya: “Permintaan Membenahi Samsat dan Satpas”. Surat ini diberi tembusan kepada Menko Polhukam Mahfud MD dan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit.

Yang menarik dari tulisannya tersebut, selain mengkritik sistem pelayanan publik SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap) dan SATPAS (Satuan Penyelenggara Administrasi SIM), Eson juga menyebut pebalap Formula 1 Lewis Hamilton dan pebalap MotoGP Valentino Rossi.

Menurutnya, meskipun kedua pebalap dunia itu hebat di lintasan, tetapi tidak akan bisa lulus pembuatan SIM di Indonesia.

Berikut isi surat terbuka itu.

“Dengan Hormat, Bapak Presiden, saya adalah warga yang lebih 20 tahun merasa resah dan prihatin dengan pelayanan publik khususnya di Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) dan Satuan Penyelenggara Administrasi SIM (SATPAS) yang hingga saat ini belum bebas dari praktik pungutan liar (pungli) dan percaloan,” tulis Eson.

Eson juga menyebut, maraknya pungli dan calo di SAMSAT dan SATPAS seringkali memaksa warga untuk melakukan tindakan melanggar hukum. Sehingga pebalap sekelas Lewis Hamilton dan Valentino Rossi pun tidak akan mungkin tes ujian SIM di Indonesia.

“Praktik pungli dan percaloan juga terjadi dalam urusan pembuatan dan perpanjangan SIM di SATPAS. Warga juga mengeluhkan ujian teori yang tidak transparan dan ujian praktik perolehan SIM yang dinilai tidak masuk akal. Dengan model ujian praktik seperti ini, publik percaya Lewis Hamilton akan gagal mendapatkan SIM A dan Valentino Rossi juga tidak mungkin memperoleh SIM C di Indonesia,” tulis Eson.

“Akibat sulitnya prosedur mendapatkan SIM, survei sederhana menunjukkan bahwa 3 dari 4 warga Indonesia (75 persen) – baik sengaja atau terpaksa – memperoleh SIM dengan cara yang tidak wajar (membayar lebih dari seharusnya, menyuap petugas, tidak mengikuti prosedur secara benar),” lanjutnya.

Ditambahkan Eson di kolom komentarnya, pihaknya menyayangkan permasalahan tersebut tidak pernah selesai sejak 20 tahun lalu.

“Mengapa masalah “kecil” ini harus meminta bantuan @jokowi sih bang? Masalah kecil ini ga pernah selesai-selesai sejak 20 tahun lalu hingga kini. Sebelumnya penyelesaian keluhan hanya parsial dan musiman. Tidak lama muncul lagi. Ini menyangkut pelayanan publik dan banyak orang,” terangnya.

Dari surat ini, Eson berharap muncul harapan. Yakni menyudahi praktik-praktik kotor di layanan publik seperti Samsat dan Satpas.

“Kita juga mau melawan mitos, bahwa pungli dan calo di Samsat dan Satpas ini mustahil dibenahi karena sudah turun menurun dan mendarah daging,” urainya.[]

Komentar
Loading...