Bahu Laweyan #22

Mengusir Gendro Swara Pati

Oleh: Jendra Wiswara

HARI-hari berikutnya, pertarungan gaib makin memanas. Berkali-kali tubuh Nunuk dipakai Gendro Swara Pati melawan Iksan. Sementara yang dilawan sama sekali tidak menunjukkan perlawanan.

Iksan memang tidak melawan. Dia hanya menjalankan kewajiban seperti yang diperintahkan Allah Swt. Namun bagi Gendro Swara Pati, rutinitas Iksan sangat mengganggu. Bacaan dzikir dan lantunan ayat-ayat suci Alquran membuat makhluk halus yang bersemayam di tubuh Nunuk kepanasan.

Dengan menggunakan tubuh Nunuk sebagai media, Gendro Swara Pati berusaha menyerang Iksan seperti yang dilakukannya pada Doni.

Gendro Swara Pati mengerang sekencang-kencangnya. Kuku-kukunya mengeluarkan cakar menyerupai harimau. Giginya bertaring. Kulitnya berubah hitam. Dan matanya menjadi merah.

Tapi, sia-sia.

Setiap kali Gendro Swara Pati menyerang Iksan selalu terpental. Dia bahkan tidak sekalipun dapat menyentuh Iksan.

Ada semacam kekuatan maha dahsyat melindungi Iksan dari serangan makhluk halus. Kekuatan maha gaib itu membuat Gendro Swara Pati mengerang kepanasan. Dan akhirnya membuat tubuh perempuan itu pingsan.

Pertarungan belum berakhir. Hari-hari berikutnya juga demikian. Berbagai ilmu dikerahkan Gendro Swara Pati untuk membantai musuhnya. Usahanya sia-sia. Bahkan semakin kuat Gendro Swara Pati menyerang, kekuatan maha dahsyat itu makin kuat menyerang balik.

Gendro heran, dari mana kekuatan Iksan. Padahal dia hanya sholat, duduk, dan baca Alquran.

Begitu pula saat Gendro mengubah wujudnya kembali sebagai Nunuk. Dia berusaha merayu Iksan. Berbagai jurus rayuan dilayangkan, namun laki-laki itu sama sekali tidak tergerak. Semua rayuan tidak mempan.

“Saya memang sadar. Hanya saja tubuh ini masih dikendalikan Gendro Swara Pati. Saya seperti kerasukan. Seolah-olah dia berbisik ke telingaku agar merayu Mas Iksan. Sedangkan yang dirayu tidak bergeming. Saya mencoba mencium bibirnya, dia menolak dan balik mencium kening. Bahkan berkali-kali saya membuka pakaian di hadapannya dengan telanjang bulat, Mas Iksan hanya menyebut kata ‘Astagfirullah’. Dia malah menutupi tubuh saya dengan kain jarik.”

Nunuk sendiri sering melontarkan kata-kata makian hingga hinaan. Iksan tetap tenang. Dia tidak merasa tersinggung dengan ucapan istrinya. Sebab Iksan tahu, semua kemarahan istrinya disebabkan pengaruh Gendro Swara Pati.

“Saya pernah menghina Mas Iksan secara terang-terangan. Saya bilang dia banci karena tidak pernah menjamah istrinya. Saya cemooh dia laki-laki impoten. Ustad abal-abal. Laki-laki pengecut. Pokoknya semua hinaan verbal saya lontarkan. Mas Iksan tetap tenang dan tersenyum ramah. Dia benar-benar seorang penyabar.”

Menginjak hari ke 30, pertarungan gaib terus berlanjut. Gendro Swara Pati mengerahkan segala kesaktiannya. Seluruh kamar dibuat bergoyang. Dinding-dinding kamar bergetar. Atap-atap rumah sampai berjatuhan ke lantai.

Hal itu tidak membuat Iksan bergeming. Dia tetap duduk bersila dan terus melantunkan ayat-ayat suci Alquran. Suaranya makin kencang.

Ayat-ayat suci Alquran yang dilantunkan itu seperti hidup dan membuat dinding-dinding kamar bergoyang. Lebih hebat dan kuat dari goncangan yang dibuat Gendro Swara Pati. Bahkan makhluk halus itu serasa diserang balik.

Gendro Swara Pati kebingungan. Dia tidak bisa menjaga keseimbangannya. Tubuhnya bergerak ke sana kemari.

Kaget, iya. Sebab bumi tempat berpijaknya ikut bergoyang. Persis gempa bumi.

“Hentikan…hentikan….jangan diteruskan,” pinta Gendro Swara Pati sembari memegangi benda-benda di sekitarnya supaya tidak ambruk.

Bumi kian bergoyang kuat. Dan tiba-tiba sebuah kekuatan maha dahsyat memukul keras Gendro Swara Pati, melemparkan tubuhnya hingga menabrak dinding.

Untuk kesekian kalinya, tubuh perempuan bahu laweyan itu tidak berdaya. Gendro Swara Pati menghilang. Nunuk pingsan.

Seperti biasa, mendapati tubuh istrinya pingsan, Iksan lalu menggendongnya dan merebahkan di ranjang.

Anehnya, selama berhari-hari bertarung, tidak banyak orang tahu apa yang sedang terjadi di kamar pengantin baru tersebut. Bahkan bapak Nunuk yang kamarnya bersebelahan, tidak pernah mendengar suara pertarungan. Tidak pula dia merasakan goncangan hebat.

Bapaknya Nunuk hanya mendengar suara teriakan dan erangan seperti orang bertengkar. Padahal goncangan itu menyerupai gempa bumi. Sangat dahsyat. Rupanya pertarungan gaib itu hanya bisa dirasakan oleh Iksan dan Gendro Swara Pati.

***

Memasuki hari ke 40, Iksan menemui bapaknya Nunuk. Menurut Iksan, hari ke 40 adalah hari terakhir dia berpuasa sekaligus hari terakhir bertarung dengan Gendro Swara Pati.

“Nanti malam hari ke 40 saya selesai berpuasa, Pak. Insya Allah, ini hari terakhir pertarungan kami. Saya minta bantuan bapak untuk mengundang warga kampung hadir di sini,” pinta Iksan dengan yakin.

“Apa benar Nunuk bisa terbebas dari belenggu makhluk halus tersebut, Nak Iksan?” Tanya bapaknya Nunuk penasaran.

Insya Allah, Pak. Kita hanya berusaha. Hasilnya kita serahkan pada Allah Swt,” balasnya.

“Apakah makhluk itu bisa mati?”

Wallahua’lam. Hanya Allah yang berhendak,” sahut Iksan.

“Warga yang diundang nanti harus apa, Nak Iksan?”

“Bantu saja dengan doa. Terserah mau baca Alquran, mau berdzikir, terserah pak. Pokoknya bantu doa saja.”

Bapaknya Nunuk manggut-manggut mendengar permintaan menantunya. Dia langsung pergi keluar rumah dan menemui warga.

Malamnya, warga sudah berkumpul. Namun sebelum dimulai, Iksan sempat memberi wejangan.

“Apapun yang terjadi malam ini, saya minta bapak-bapak bersikap biasa. Jangan takut. Itu hanya gangguan jin,” kata Iksan.

Warga kompak mengangguk mendengar wejangan ustad muda berilmu itu.

Doa-doa mulai dibaca. Ada yang dzikir hingga melantunkan ayat-ayat suci Alquran. Sementara Iksan berada di kamar. Dia juga mengaji.

Nunuk yang tidur di ranjang, yang awalnya tenang, tiba-tiba terbangun. Dia kaget mendengar ada banyak orang mengaji. Pikirannya kacau.

“Ada apa ini. Mengapa banyak suara-suara di rumahku. Pergi kalian semua!” Usir Nunuk.

Namun teriakan Nunuk tidak digubris. Perempuan itu seperti kerasukan. Dia mulai membentur-benturkan kepala ke tembok. Menjambak rambutnya sendiri. Lalu menjerit sekencang-kencangnya.

Perempuan bahu laweyan itu berusaha menyerang Iksan. Tidak bisa. Dia malah terpental jauh. Gagal menyerang Iksan, Nunuk hendak kabur keluar. Akan tetapi dia melihat ada begitu banyak orang sedang mengaji. Suara-suara itu sangat menganggunya.

Nunuk berusaha melangkah keluar. Baru satu langkah, langsung terpental. Kembali ke kamar. Seperti ada tameng gaib yang tidak mengijinkannya keluar dari kamar.

Makhluk halus dalam tubuh Nunuk makin kebingungan. Dia meronta-ronta.

Kesakitan. Panas.

Sekujur tubuh Nunuk mengejang hebat. Tubuhnya berguling-guling ke lantai.

Erangan demi erangan terdengar sangat keras.

“Hentikan…geeerrrr…geeerrr…panas…hentikan…panaaassss….” jeritnya sembari menutupi telinga.

Matanya tiba-tiba mendelik. Masih terus mengerang.

“Geeerrr….geeerrr….”

Lalu, tubuh itu seperti terangkat ke angkasa. Melayang satu meter dari tanah. Kedua tangannya menggelayut ke bawah. Sambil terus mengeluarkan suara erangan.

Dan, bruuukkk!

Tubuh itu jatuh ke tanah. Nunuk pun pingsan.

Mendengar suara itu, Iksan segera menghentikan ngajinya. Diikuti orang-orang.

Pelan-pelan Iksan mendekati istrinya yang terbaring lemah di lantai. Bersamaan itu pula, keluarlah asap tipis dari tubuh bagian bawah Nunuk. Asap itu membentuk semacam gumpalan. Kepulan asap itu bergoyang-goyang tidak beraturan. Perlahan-lahan naik ke atas. Memenuhi atap rumah. Lalu merangkak pelan-pelan. Menerobos celah-celah atap. Dan lenyap.

Warga yang melihat langsung mengucap syukur berbarengan: Alhamdulillah

[bersambung]

bahu laweyan
Komentar (0)
Tambah Komentar