Bahu Laweyan #9

Menjadi Sosok Beringas di Ranjang

Oleh: Jendra Wiswara

Nunuk menikah untuk kelima kalinya. Pengantin prianya Pak Bondo. Seorang tuan tanah. Punya banyak properti. Kekayaannya berlimpah. Bahkan mungkin paling kaya se-kampung.

Sebenarnya Nunuk tidak rugi dinikahi Pak Bondo. Dia dijanjikan rumah dan harta. Yang utama, utang-utang bapaknya dianggap lunas.

Ya, perempuan muda itu rela dinikahi Pak Bondo gara-gara warisan utang bapaknya.

Usia keduanya terpaut jauh. Nunuk lebih pantas menjadi anak ketimbang istri. Tapi mau dikata apa, namanya juga jodoh. Atau, jangan-jangan itu bukan jodoh, melainkan korban berikutnya bahu laweyan.

“Saya hanya pasrah. Suami saya usianya jauh lebih tua. Dan saya dijadikan istri ketiga. Cuma yang saya khawatirkan, suami saya menggelar pesta resepsi pernikahan cukup meriah. Saya khawatir makhluk itu akan datang.”

Usai akad nikah, malamnya Pak Bondo menggelar pesta pernikahan cukup meriah. Banyak tamu undangan hadir. Tidak sedikit dari mereka berbisik-bisik mempertanyakan kenekatan Pak Bondo yang berani menikahi seorang bahu laweyan.

Saat resepsi itu digelar, Nunuk bisa melihat banyak mata memandangnya cukup sinis. Nunuk merasakan dia tengah menjadi bahan omongan di pesta tersebut.

Sayangnya, hal itu tidak menjadi masalah buat Pak Bondo. Malahan suaminya menyapa tamu undangan dengan wajah berseri-seri. Dia tidak memusingkan omongan orang-orang tentang istrinya.

Beberapa teman dekatnya berusaha mengorek informasi dari Pak Bondo. Mereka mempertanyakan kenekatan Pak Bondo menikahi bahu laweyan. Bukannya tersinggung, suami Nunuk menghadapinya dengan jawaban tegas. “Bahu laweyan itu hanya mitos,” jawabnya.

Nunuk merasakan ada suasana kebatinan berkecamuk. Antara takut dengan tamu undangan yang tengah membicarakannya dan sikap melindungi sang suami.

“Saya antara takut dan bangga. Di satu sisi tamu undangan itu membicarakan sosok bahu laweyan. Di sisi lain, Mas Bondo berusaha melindungi. Tak henti-hentinya dia membantah ucapan banyak orang terkait bahu laweyan.”

***

Resepsi berakhir. Tamu undangan satu persatu undur diri. Kembali ke rumah masing-masing.

Tidak ada kejadian aneh. Tidak ada angin topan memporak-porandakan resepsi seperti pernikahannya terdahulu. Semua aman-aman saja. Tapi Nunuk tetap khawatir makhluk halus yang bersemayam di tubuhnya telah mengintai. Sewaktu-waktu dapat berbuat hal-hal mengerikan.

Sementara Pak Bondo tidak sabar untuk segera memboyong Nunuk ke rumah baru. Sebuah rumah yang memang disiapkan untuk malam pertama. Rumah itu diberikan Pak Bondo sebagai mahar pernikahan.

Lokasi rumah tidak jauh dari lereng gunung Penanggungan. Juga tidak jauh dari rumah Nunuk. Itu semacam villa. Tapi bukan villa. Rumahnya sangat besar. Bertingkat-tingkat. Halamannya luas. Udaranya sangat dingin. Cocok untuk pasangan yang tengah dibalut asmara.

Malam pertama, Nunuk diperlakukan sangat baik oleh suaminya. Meski suaminya tukang kawin, namun pengalamannya justru membuat Pak Bondo mahir dalam memperlakukan wanita.

“Mas Bondo tidak memperlakukanku dengan kasar. Saya kira pria itu peringainya kasar. Rupanya dugaan saya salah. Mas Bondo justru suami paling romantis. Saya diperlakukan sangat istimewa sebagai seorang istri.”

Namun saat itu, hanya satu kekhawatiran Nunuk, yakni kehadiran makhluk halus yang bersemayam dalam tubuhnya. Dia teringat kejadian yang dialami suami-suaminya terdahulu. Terakhir, kejadian menimpa Bayu. Makhluk itu menampakkan wujud di depan mantan suaminya.

Nunuk khawatir di malam pertama itu suaminya akan didatangi makhluk halus dalam wujud menyeramkan. Sehingga membuat suaminya menjerit dan lari terbirit-birit. Atau seperti kejadian suami ketiganya, darahnya dihisap habis.

Rupanya kekhawatiran Nunuk tidak terjadi. Malam itu Nunuk dan suaminya sama-sama mereguk kenikmatan kebahagiaan.

Suaminya puas.

Deru nafas memburu hebat.

Terngah-engah.

Tubuh besar itu terkulai di samping istrinya.

Tidak berdaya.

Namun, Nunuk tetap merajut di pelukan suaminya. Rupanya perempuan itu masih belum puas. Masih ingin nambah. Masih ingin lagi dan lagi. Dia seperti orang ketagihan.

Nunuk berubah menjadi sosok beringas di ranjang.

Kekuatannya melebihi rata-rata kekuatan wanita pada umumnya. Tidak cukup hanya bercinta sekali. Dorongan hasratnya terus memburu dengan hebat. Selalu minta dilayani atau dia yang melayani. Seperti tidak ada kata berhenti. Entah sampai sebatas mana kepuasannya.

“Saya seperti orang kesurupan. Seperti hendak memangsa. Padahal dengan suami-suami sebelumnya tidak pernah begitu. Malam itu saya tidak mau berhenti beradu ranjang dengan suami. Sebenarnya Mas Bondo sudah kuwalahan. Awalnya dia yang melayani. Setelahnya, saya terus yang melayani. Seolah tidak ada hentinya.”

Pak Bondo sendiri mengakui keganasan istrinya di ranjang. Tapi dia tidak tahu bahwa keberingasan itu muncul akibat makhluk halus yang bersemayam di tubuh istrinya. Bahkan Nunuk sendiri tidak sadar telah digerakkan oleh makhluk tersebut.

“Kamu benar-benar hebat, Nuk!” Puji Pak Bondo.

Nunuk tertawa kecut.

“Dari semua istri-istriku, kamu yang paling hebat untuk urusan di ranjang,” katanya lagi.

“Kalau gitu ayo lagi, Mas!” Pinta Nunuk merajut manja.

“Sudah. Aku nyerah,” sahut suaminya.

Nunuk merasa kecewa. Sebetulnya dia juga heran dengan kekuatan dalam dirinya. Entah kekuatan apa yang merasuki. Tidak seperti biasanya dia berhubungan intim seperti malam itu. Dia selalu haus bercinta.

***

Esoknya. Pagi menyambut. Nunuk sudah bangun. Suaminya masih tergolek lemas di ranjang.

Nunuk berusaha membangunkan. Lalu, mengajaknya berhubungan intim lagi.

Suaminya tidak bisa menolak. Karena itu hari pertama mereka menjadi pasangan pengantin. Maka, urusan ranjang harus didahulukan.

Pak Bondo menyadari kemauan istrinya. Di usianya yang masih muda belia, ditambah pernah menikah, wajar jika istrinya selalu minta dilayani atau sebaliknya melayani.

Sebaliknya, Nunuk tidak pernah memikirkan hal itu. Bukan soal usia muda atau pernah menikah, yang ada dalam pikirannya adalah rasa haus tidak berkesudahan.

Nunuk bagai kerasukan, terutama dalam urusan ranjang.

Hampir setiap hari Nunuk selalu minta berhubungan intim. Dalam sehari bisa 3 sampai 4 kali. Hal ini kemudian membuat suaminya terpaksa mengibarkan ‘bendera putih’.

Ya, Pak Bondo kemudian kabur ke rumah istri-istrinya karena merasa kuwalahan meladeni birahi istrinya.

Hingga sejauh itu, Pak Bondo tidak menyadari keanehan dalam diri istrinya. Dia hanya merasa istrinya sangat perkasa di ranjang. Pak Bondo tidak menaruh curiga dengan makhluk halus yang bersemayam di tubuh istrinya.

Pun Nunuk. Setiap kali berhubungan intim dengan suaminya, dia melakukannya antara sadar dan tidak sadar. Bayang-bayang wajah suaminya terus merasuki pikirannya.

Nunuk membandingkan, saat melihat pria lain yang jauh lebih segar, ganteng, atletis dan muda dari suaminya, dia sama sekali tidak memiliki nafsu. Namun begitu melihat suaminya, Nunuk seolah tidak mau melepaskan suaminya jauh-jauh dari urusan ranjang.

“Saya sebetulnya sadar. Tapi saya tidak bisa membuatnya berhenti. Setiap hari selalu dibayang-bayangi wajah Mas Bondo dan ingin mengajaknya berhubungan intim. Saya merasa makhluk halus ini telah mencengkram kuat tubuh saya. Mas Bondo akhirnya memilih kabur ke istri pertama dan kedua karena tidak sanggup menyanggupi permintaanku. Dia beralasan harus membagi waktu dengan istri-istrinya.”

[bersambung]  

bahu laweyancerbungcerpen
Komentar (0)
Tambah Komentar