Bagi Sahabat yang Menunaikan Haji
Oleh: Agus Mualif Rohadi
JARAK peristiwa pertama kali pembacaan sahadat untuk menjadi Muslim hingga ke perintah shalat adalah 10 tahun, jarak sahadat ke perintah puasa Ramadhan adalah 15 tahun, sedang jarak sahadat ke perintah haji adalah 23 tahun.
Haji adalah risalah penutup yang dibawa nabi Muhammad, karena setelah wahyu terakhir yang turun di arafah dan setelah haji wada’, Nabi Muhammad SAW tidak lagi mendapatkan wahyu hingga saatnya meninggal.
Haji adalah penyempurna seluruh risalah yang dibawa nabi Muhammad, sekaligus penyempurna ahlaq seorang muslim.
Haji juga merupakan ibadah yang menjadi pembeda utama dengan ibadah dari risalah risalah yang dibawa rasul sebelumnya.
Jika kita dapat melaksanakan dengan baik sehingga menjadi Haji Mabrur, maka:
1. Allah akan ampuni dosa baik besar maupun kecil.
2. Allah akan jauhkan dari kefakiran seumur hidup.
3. Di akhirat nanti akan diberi hak untuk memohonkan ampunan bagi 400 orang dari keluarganya.
Sebagai pembanding, orang yang mati syahid dapat memohonkan ampunan bagi 700 orang.
Oleh karena itu, orang yang pulang dari menunaikan ibadah haji sering di datangi untuk diminta do’anya oleh orang yang mengunjunginya.
4. Balasan bagi haji mabrur pasti surga.
Dalam pelaksanaan ibadah haji, telah ditetapkan Allah tentang tempat, tanggal dan waktunya. Demikian pula syariatnya. Tidak bisa ditawar oleh manusia. Jika tidak dapat memenuhi tempat, tanggal dan waktu yang telah ditetapkan, meskipun seseorang telah berada di Mekkah berniat melaksanakan ibadah haji, orang tersebut tidak bisa dianggap menunaikan ibadah haji.
Kalau sudah melaksanakan miqat haji: Tidak boleh melakukan perbuatan perbuatan terlarang dalam ibadah haji.
Dosa dosa yang dianggap kecil, seperti membicarakan hal hal porno, dan berdebat antara suami istri saja tidak boleh.
Maknanya adalah larangan yang kecil dan ringan saja tidak boleh, apalagi yang larangan berat.
Oleh karena itu hindari perbuatan sekecil apapun yang dapat mengurangi kemungkinan menjadi haji mabrur. Terdapat kesalahan dalam melaksanakan syariat ibadah haji yang dapat dibayar dengan dam atau denda, namun ada hal hal yang harus dihindari atau dijauhi agar dapat menjadi haji mabrur.
Di Arafah ketika melakukan wukuf, waktu yang tersedia yang pendek itu, jangan dihabiskan membaca Al Qur’an, tetapi agar waktunya sebanyak mungkin digunakan untuk bertaubat dan berdo’a.
Nabi Muhammad SAW menghabiskan waktunya ketika wukuf adalah untuk berdo’a memohonkan ampunan bagi umatnya. Begitu khusuknya Nabi Muhammad SAW berdo’a sampai lupa makan sehingga sampai diinterupsi oleh istrinya dengan memberikan makan dan minum agar tidak dikira sedang menjalankan ibadah puasa.
Sampai sampai digambarkan bahwa Allah dalam menjawab do’a Nabi Muhammad SAW tersebut seolah olah mendekat ke bumi. Jawaban Allah adalah akan mengampuni seluruh dosa umat Nabi Muhammad SAW dengan syafaat Nabi Muhammad SAW, kecuali orang yang melakukan perbuatan syirik. Begitulah hebatnya do’a Nabi Muhammad SAW.
Tanda menjadi haji mabrur, diantaranya adalah:
1. Selalu menebarkan Ikram (penghormatan kepada yang lain).
2. Banyak menebarkan salam (tidak sombong) dan memberikan makan pada siapa saja (hilang sifat bakhilnya).
3. Banyak melayani manusia.
Itulah ahlaq tertinggi bagi seorang Muslim.
Bagi suami yang membawa istri berhaji, perlu diketahui bahwa suami sedang membawa mujahidah. Jadi usahakan tidak menyakiti mujahidah yang kebetulan menjadi istri.
Bila perlu sebelum berangkat haji, semua kebutuhan istri dipenuhi semua tanpa diminta. Apapun keperluan untuk hajinya sesuai kondisi istri harus dipenuhi. Demikian pula ketika di Tanah Suci.
Jangan lupa selama di Tanah Suci agar mengeluarkan sadaqah sesuai kemampuannya.
Kalau pergi ke masjid Nabawi, harus hati hati dalam menjaga adab. Karena sedang bertamu ke rumah Nabi Muhammad SAW.
Oleh karena itu hindari berbuatan berdesak desakan, bersikut sikutan menyingkirkan orang lain, berlari di dalam masjid berebut mendekati raudah, dan lain-lain.
Usahakan bersikap tenang di dalam masjid Nabawi sebagai bentuk takdzim kepada Nabi Muhammad SAW. Meskipun Nabi Muhammad SAW telah meninggal, namun pada dasarnya Nabi Muhammad SAW tetap hidup selama risalahnya tetap dilaksanakan.
Allahu’alam bisshawab.@
*) Disarikan dari ceramah Ustadz Rosyid Fahmi Bawazir