Rekayorek.id, Portal berita dan wadah berbagi kreativitas

Bani Fir’aun

Oleh: Dahlan Iskan

SAYA bukan keturunan Fir’aun. Kelihatannya. Setidaknya sampai delapan tahun lalu.

Belakangan DNA Fir’aun sudah ditemukan: E1b1a (atau: E-M2). Sejak itu banyak orang melakukan tes DNA –sekadar untuk tahu apakah dirinya keturunan Fir’aun.

Salah satu di antaranya: CEO perusahaan apps Smart Eye Technology Dexter Caffey. Usia: 50 tahun. Kawin sudah 25 tahun. Tidak punya anak. Ia tinggal bersama istri dan dua anjing whippets-nya. Yakni anjing kecil dan ramping hasil blasteran antara greyhound dan terrier/spaniel. Penyilangan itu awalnya bertujuan untuk membuat anjing balap.

Caffey berkulit hitam. Pun istrinya. Mereka tinggal di Atlanta, Georgia. Kini ia dengan bangga mengumumkan hasil test DNA-nya. Cocok dengan DNA Ramses III. Yakni anak Fir’aun yang berkuasa setelah Musa menyeberangi Laut Merah menuju –sekarang tanah Israel.

Ilmuwan kini terus menggali kebenaran ilmiah: apakah peristiwa penyeberangan Musa itu benar-benar terjadi. Masih belum ditemukan bukti ilmiahnya. Sebagian ilmuwan sudah mengumumkannya sebagai hanya legenda.

Sejak Caffey mengumumkan hasil tes DNA-nya banyak orang menemukan diri mereka juga keturunan Fir’aun. Lalu saling mem-posting diri di laman ”Bani Fir’aun”.

Banyak posting-an yang pakai nama Arab. Dalam tulisan Arab. Ada juga yang pakai bahasa dan tulisan Ibrani. Orang Yahudi. Hampir semua bangga bahwa dirinya keturunan Fir’aun.

Hanya satu-dua yang mengatakan apalah artinya menjadi keturunan orang “hebat”.

Itu pula yang dinyatakan seorang guru bernama Rachel Edelson. Dia mengaku keturunan Cornelius Vanderbilt. Anda sudah tahu siapa Vanderbilt: konglomerat terkaya dalam sejarah Amerika Serikat. Yakni raja kereta api sekaligus raja kapal di abad ke-19. Pun bila dibandingkan dengan orang-orang terkaya saat ini –kalau nilai inflasi diperhitungkan.

”Saya cicitnya. Tapi tidak sepeser pun dapat bagian kekayaan. Saya hidup dari usaha saya sendiri,” katanyi di media di Amerika.

Orang setingkat Prof Dr Thomas Best juga peduli dengan leluhurnya. Best ternyata keturunan proklamator Amerika Serikat: Presiden Thomas Jefferson.

Best adalah guru besar emeritus California State University Sacramento. Umurnya 79 tahun. Bagaimana bisa, profesor kulit hitam masih keturunan Thomas Jefferson yang kulit putih?

Sejarah kepresidenan Amerika akhirnya menulis bahwa bapak bangsa mereka memiliki simpanan: wanita kulit hitam. Sampai punya anak enam orang. Namanyi: Sally Hemings. Rahasia itu tersimpan rapi. Sampai akhirnya tidak bisa lagi ditutupi.

Biar pun masih keturunan proklamator, menurut Best tidak ada dampaknya bagi kehidupannya. ”Saya tidak pernah membicarakan soal keturunan Jefferson,” ujarnya pada koran Sacramento Bee. ”Waktu bertemu teman pun tidak bicara soal Jefferson,” tambahnya.

Soal ”keturunan siapa” memang sering jadi bahan ngobrol saat bertemu kenalan. Lalu saling mencocokkan. Saling merasa masih satu rumpun keluarga. Begitu juga di laman ”Bani Fir’aun”.

Caffey sendiri tergiur untuk tes DNA karena panggilan jiwa. Terutama setelah ke Mesir. Lalu melihat patung Ramses III. Ia memandangi wajah patung itu. Lama. Terutama bentuk matanya. Ia merasa wajahnya sangat-sangat mirip dengan Ramses III.

Setelah itu ia merasa dirinya mirip sekali dengan Ramses. Ia seperti melihat dirinya di sosok patung itu. Lalu menjalani tes DNA di 23andMe, tempat di mana saya menjalaninya delapan tahun lalu.

Di Amerika kini tidak penting memperdebatkan siapa keturunan siapa. Cukup tes DNA. Tidak buang-buang energi. Tidak sampai harus konflik –seperti yang pernah saya tulis: klaim siapa keturunan Ba Alawi.

Caffey sendiri pemilik perusahaan cyber security. Sejak tahun 2017 lalu. Yakni sejak berkunjung ke Israel. Di sana ia ikut rapat keamanan cyber. Lalu terlihat olehnya layar laptop peserta rapat di sebelahnya. Ia bisa baca dokumen yang ada di layar itu. ”Harusnya ia melindungi kerahasiaan dokumen itu dari pandangan orang lain,” kata Caffey dalam hati.

Sejak itu Caffey terpikir: bagaimana bisa membuat program agar orang lain tidak bisa melirik rahasia di layar laptop miliknya.

Lalu Caffey bertemu beberapa ahli keamanan cyber di Israel. Ide barunya ia kemukakan.

Tidak mudah. Mereka bilang sistem digital tidak bisa mengatasi. ”Bagaimana kalau lewat retina mata?” katanya pada para ahli itu.

Setelah berbulan-bulan diriset akhirnya ditemukan: sebuah dokumen di layar komputer hanya bisa dibaca oleh yang bersangkutan. Atau oleh orang yang diberi wewenang membacanya.

Misalkan Anda kirim email ke teman Anda. Teman beneran maupun teman mata sapi. Maka teks email itu hanya bisa dibaca oleh Anda dan si mata sapi. Orang yang retina matanya tidak direkomendasikan tidak bisa membacanya.

Caffey lulusan universitas kecil –untuk ukuran Amerika– di kota kecil Youngtown, dekat Cleveland, Ohio: Youngtown State University. Ia ambil bidang finance. Lalu bekerja di perusahaan keuangan –dapat klien perusahaan-perusahaan Fortune500.

Sukses itu, katanya, terinspirasi dari ayahnya. Sang ayah yang memintanya jadi loper koran. Yakni saat Caffey masih remaja. Itu membuatnya tidak hanya punya penghasilan sendiri tapi juga belajar berkomunikasi dengan begitu banyak orang –sampai kenal secara personal.

Di situ Caffey belajar mempraktikkan nasihat sang ayah: orang sukses itu orang yang bisa mendengarkan orang lain. Kadang sulit bersabar ketika harus mendengarkan kata-kata yang tidak menarik dari orang lain. Tapi harus tetap punya waktu untuk mendengarkannya.

Tentu Anda boleh tidak sabar mendengarkan video di medsos –karena medsos bukanlah orang. Bahkan kadang-kadang ia itu Fir’aun.@

Komentar
Loading...