Rekayorek.id, Portal berita dan wadah berbagi kreativitas

Catatan Dari Talkshow Pelurusan Sejarah Kota surabaya

REKAYOREK.ID “Di Surabaya sudah pernah ada pengalaman perubahan data sejarah, yang tidak hanya bersifat lokal Surabaya, tapi berskala nasional. Yaitu tentang tempat lahir Bung Karno dari yang awalnya diyakini bahwa Soekarno dilahirkan di kota Blitar, lalu diluruskan informasinya berdasarkan data sejarah bahwa Soekarno dilahirkan di kota Surabaya. Tepatnya di kampung Peneleh gang IV nomor 40”,” begitu jelas Imam Syafi’i, anggota Komisi A DPRD Kota Surabaya dalam sebuah talkshow “Ruang Publik” di TV9 pada Kamis malam, 2 Juni 2022.

Pernyataan Imam Syafi’i ini menegaskan bahwa pelurusan data sejarah bisa saja dilakukan jika memang ada temuan data sejarah baru dengan berdasarkan pada sumber sumber yang kuat dan ada niat baik (good will) dari pemerintah.

Kini sudah diketahui dan disepakati secara umum bahwa Soekarno dilahirkan di surabaya. Penyebar luasan temuan data sejarah ini tidak lepas dari peran informatif dan edukatif media masa.

Pernyataan Imam Syafi’i ini menanggapi upaya pegiat sejarah, yang juga ketua Begandring Soerabaia, Nanang Purwono, dalam upayanya meluruskan sejarah kota Surabaya. Menurut Nanang ada sejarah kota yang harus diluruskan.

“Sejarah kota Surabaya ini banyak, yang tidak hanya mundur di era Perang Kemerdekaan, tapi jauh mundur ke era sejarah klasik. Namun yang menjadi perhatian kami adalah sejarah mendasar bagi kota Surabaya. Yaitu pelurusan tentang Hari Jadi Kota Surabaya, letak Hujunggaluh yang selama ini dianggap berada di wilayah Surabaya dan bahkan diyakini sebagai cikal bakal Surabaya serta penyematan kembali motto atau semboyan “Sura ing Baya”.

Talkshow dalam rangka peringatan Hari Jadi Kota Surabaya ini mengangkat tema “Meluruskan Sejarah Demi Masa Depan Kota Pahlawan Pahlawan”.

Terkait dengan upaya pelurusan sejarah mendasar kota Surabaya, DPRD Kota Surabaya membuka ruang komunikasi untuk menguji apa yang menjadi usulan pegiat sejarah setelah mereka menemukan data data baru yang logis dan kuat.

“Kami menggunakan sumber sumber yang kuat mulai dari sumber literasi, narasumber hingga sumber premier berupa prasasti. Apalagi sumber literasi yang kami gunakan merupakan produk hukum yang dikeluarkan kelembagaan dewan, DPRD Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya pada 1975”, jelas Nanang kepada Imam Syafi’i, anggota Komisi A yang membidangi Pemerintahan dan Hukum, DPRD Kota Surabaya.

“Memang seperti itu, jika dalam sebuah keputusan dewan yang di kemudian hari terdapat kekeliruran dalam penetapannya, maka penetapan itu akan ditinjau kembali”, terang Imam Syafi’i.

Karenanya Imam Syafi’i mempersilakan pegiat sejarah bersurat kepada ketua DPRD sebagai lembaga yang mengeluarkan Surat Keputusan, meski SK itu merupakan produk mundur.

“Nantinya usulan pelurusan oleh sejarawan dan pegiat sejarah akan diuji melalui panitia khusus (pansus) yang anggotanya lintas partai dengan menghadirkan narasumber ahli. Jika dicapai kesepakatan, maka pengesahannya dilakukan melalui rapat paripurna”, tambah Imam mengenai proses yang terjadi di dewan.

Mengenai pelurusan Hari Jadi, menurut Imam, arah dan sasaran pelurusan harus jelas terlebih dahulu. Misalnya, apa yang yang menjadi obyek pelurusan itu? Apakah tentang Surabaya, Kota Surabaya atau Pemerintah Kota Surabaya?

Menurut Nanang jika yang dicari tentang “Hari Jadi Surabaya”, maka temuannya bisa berbeda dengan “Hari jadi Kota Surabaya” dan bahkan berbeda lagi dengan “Hari Jadi Pemerintah Kota Surabaya”.

Sejarah adalah fakta. Maka dalam mencari hari jadi, haruslah fakta fakta yang ada dan yang logis yang dicari untuk meminimalkan potensi perubahan atau pelurusan di kemudian hari.

Selain pelurusan sejarah hari jadi kota Surabaya, pembahasan juga menyoal tentang posisi dan letak Hujung Galuh serta penyematan kembali semboyan kota Surabaya “Sura ing Baya” pada lambang kota Surabaya.

“Semboyan Sura ing Baya adalah sifat warga Surabaya, seperti halnya sifat wani dan bonek (bondo nekad) yang selama ini lebih populer. Arek Surabaya itu “wani”, “bonek” yang setara artinya dengan arek Surabaya itu “sura ing baya”, pungkas Nanang.@nang

Komentar
Loading...