Rekayorek.id, Portal berita dan wadah berbagi kreativitas

Ditemukan Kejanggalan Pembayaran Surat Ijo Surabaya

Diduga ada tindak pidana korupsi dalam sistem transaksi di Pemkot Surabaya khususnya restribusi surat ijo karena masih menggunakan sistem pembayaran tunai.

REKAYOREK.ID Seiring banyaknya keluhan warga terhadap pemungutan restibusi oleh pihak Pemkot Surabaya, maka Forum Auditor Surat Ijo Surabaya (FASIS) meminta kepada pihak Pemkot Surabaya untuk memberikan laporan penerimaan/pendapatan restribusi untuk mencocokkan dengan keluhan warga tersebut. Sayangnya, pihak Pemkot tidak bersedia kooperatif dengan berbagai alasan.

Dikatakan Ketua FASIS, Maswardi, phaknya kemudian mencoba melakukan analisa terhadap Laporan Keuangan Pemkot yang didasarkan pada Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Arus Kas, dan Neraca Periode 2016-2019, dimana ditemukan banyak kejanggalan.

Pertama, ada selisih pendapatan restibusi antara Laporan Realisasi Anggaran dengan Laporan Arus Kas yang jumlahnya cukup besar,” kata Maswardi dalam keterangan tertulisnya, belum lama ini.

Kedua, ada penerimaan kas yang tidak terindentifikasi kepemilikannya dengan nilai yang cukup besar.

Ketiga, ada piutang restribusi yang nilainya cukup besar.

Terakhir, ada piutang hasil kekayaan daerah yang dipisahkan yang nilainya melebihi batas kewajaran,” terangnya.

Berdasarkan temuan ini, pihaknya mendatangi BPK Propinsi Jatim pada Rabu (9/6/2021), dan melaporkan hasil temuannya.

“Menurut kami diduga ada tindak pidana korupsi dikarenakan sistem transaksi di Pemkot khususnya restribusi masih menggunakan sistem pembayaran tunai. Kepala BPK Propinsi Jatim sangat terkejut mendengar laporan FASIS, karena menurut BPK sistem transaksi di pemerintah kabupaten/kota harusnya transaksi non tunai bukan tunai,” jelas Maswardi.

Lanjut Maswardi, kebijakan pembayaran transaksi non tunai mulai berlaku sejak adanya Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 910/1867/SJ tentang Implementasi Transaksi Non Tunai Pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota tanggal 17 April 2017 yang merupakan tindak lanjut daripada Inpres Nomor 10 Tahun 2016, maka semua transaksi di Pemerintahan kabupaten Kota harus non tunai dalam rangka mendorong terciptanya Wilayah Bebas Korupsi (WBK).

Ada banyak manfaat dari penerapan transaksi non tunai ini dan diyakini akan membawa dampak positif terhadap pengelolaan keuangan daerah, dimana pelaksanaan transaksi non tunai merupakan salah satu program demi mensukseskan implementasi akrual basis secara keseluruhan menuju terwujudnya akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.

“Akuntabilitas yang ingin dicapai dari pelaksanaan non tunai adalah penggunaan APBD yang tepat sasaran dan akuntabel dalam artian hasil akhir saldo yang ada dalam pencatatan sama dengan saldo yang ada dalam rekening koran atau secara real time tersaji serta didukung bukti pertanggungjawaban yang jelas. Melalui penerapan transaksi non tunai mengakibatkan proses tutup buku akhir tahun dan pelaporan keuangan lebih cepat dan handal,” tandasnya.

Selain dari manfaat tersebut di atas, imbuhnya, penggunaan transaksi non tunai dapat mengurangi terjadinya salah perhitungan sehingga dapat membangun kedisiplinan pengelola keuangan dalam melakukan pencatatan dengan minimal kesalahan.

“Hal ini berkaitan dengan kelemahan manusia yang ceroboh dan tidak teliti. Apalagi jika transaksi melibatkan uang tunai dalam jumlah yang besar. Penerima uang cenderung terburu-buru dalam menghitungnya sehingga ada kemungkinan salah dalam penghitungan,” urainya.

Melalui transaksi non tunai memudahkan untuk menelusuri aliran dana seluruh transaksi sehingga lebih akuntabel, dimana dengan pembayaran tunai tidak ada pencatatan transaksi atau pencatatan dilakukan secara manual. Pencatatan manual membutuhkan waktu yang lebih lama dari pada pencatatan atau rekam transaksi yang dilakukan bank.

“Tidak adanya pencatatan ini memberi efek yang cukup besar yaitu tidak akuratnya perencanaan keuangan dan yang lebih parah membuka peluang transaksi yang tidak transparan seperti korupsi atau penyuapan. Berbeda jika kita menggunakan transaksi non tunai, perencanaan keuangan dan yang lebih parah membuka peluang transaksi yang tidak transparan seperti korupsi atau penyuapan. Berbeda jika kita menggunakan transaksi non tunai, pencatatan dilakukan secara otomatis saat transaksi. Sehingga tidak perlu ada pencatatan lagi secara manual. Pencatatan dilakukan secara lengkap sehingga perencanaan keuangan lebih akurat,” ungkapnya.

Dengan adanya pencatatan yang lengkap dan akurat, masih kata Maswardi, dapat mencegah terjadinya manipulasi atau markup belanja daerah oleh sektor swasta dan pemerintah serta dapat membangun kedisiplinan dan kejujuran dunia usaha dalam rangka mencegah praktek kolusi dan korupsi di sector belanja pemerintah.

“Dengan transaksi non tunai semua data transaksi terekam di database bank sehingga semua transaksi dilakukan secara transparan. Transaksi yang dilakukan secara lengkap dan transparan tentu saja mengurangi praktek manipulasi dan korupsi. Pihak yang berwenang bisa bekerja sama dengan bank apabila mencurigai adanya transaksi ilegal atau aliran dana hasil korupsi karena data pengirim dan penerima serta nominalnya terekam jelas di bank,” tambahnya.

Dalam upaya mensukseskan program pemerintah tentang implementasi transaksi non tunai ini, menurut FASIS, perlu didukung oleh seluruh perangkat pengelola keuangan daerah terutama bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran yang ada di setiap organisasi perangkat daerah yang berfungsi sebagai kasir yang menerima, menyimpan dan mengeluarkan uang yang menjadi tanggungjawabnya sehingga dapat mewujudkan pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel dan dapat mengimplementasikan akrual basis

Bahwa oleh karena tidak dilaksanakannya Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 910/1867/SJ tentang Implementasi Transaksi Non Tunai Pada Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota tanggal 17 April 2017 yang merupakan tindak lanjut daripada Inpres Nomor 10 Tahun 2016, oleh Pemkot Surabaya, maka warga kota Surabaya mengalami banyak kerugian dimana warga seringkali ditagih pembayaran padahal sudah bayar.

“Bahwa atas dasar itu, maka dengan ini FASIS meminta kepada BPK Propinsi Jawa Timur, agar kiranya berkenan untuk melakukan audit investigasi terhadap keuangan Pemerintah Kota Surabaya, dan mendesak Pemerintah Kota Surabaya untuk menggunakan transaksi non tunai untuk seluruh transaksi pembayaran yang berkaitan dengan pemerintah kota Surabaya,” tutupnya. []

Komentar
Komentar sepenuhnya tanggung jawab pribadi. Hindari penggunaan kata yang mengandung pelecehan, intimidasi, dan SARA.
Loading...