Rekayorek.id, Portal berita dan wadah berbagi kreativitas

Haji, Rukun Islam Penyempurna Risalah Tauhid

Mengikuti Sunah Nabi Ibrahim, Hajar, Ismael dan Nabi Muhammad

Oleh: Agus Mualif Rohadi

HAJI adalah ritual ibadah Islam yang mengabadikan peristiwa penting pada tahun sekitar 2000 SM – 1948 SM dan peristiwa pada tahun 630 M, yaitu peristiwa yang dialami oleh Nabi Ibrahim, Hajar, Ismael dan Muhammad. Peristiwa yang mengabadikan ajaran awal tauhid nabi Ibrahim dan ajaran penutupnya yaitu Islam.

Ritual pokok Haji adalah, Thowaf, Sa’i, Kurban, berkumpul dan merenung di Arafah, melempar batu jumrah, mempunyai rukun tertentu dalam pelaksanaannya termasuk dalam berpakaian.

Thawaf

Thawaf adalah mengikuti sunah Nabi Ibrahim dalam ibadah sembah kepada Allah. Bagaimanakah awal mulanya?

Taurat, pada kitab Kejadian tidak menyebutkan bagaimana proses Ibrahim diangkat menjadi Nabi, meskipun menyebut tempat kelahirannya yaitu di Ur Kasdim (sekarang bagdad selatan).

Yang menceritakan adalah Al – Qur’an, yaitu bagaimana proses Nabi Ibrahim mengenal Tuhannya yang berbeda dengan para Tuhan yang disembah oleh kaumnya yaitu bangsa akadia.

Para Tuhan yang disembah oleh raja Naram Sin (nimrod atau namrud) dan rakyatnya adalah Sin (dewa bulan), Samash (dewa matahari) dan Isthar (dewa bintang senja).

Ketika Ibrahim (yang dalam kitab ibrani/Taurat disebut Abraham yang punya arti bapak bangsa, yang sebelumnya disebut bernama Abram), mempertanyakan kebenaran tentang para Tuhan tersebut maka pertanyaan tersebut kemudian mengantarkannya berkenalan dengan Allah.

Peristiwa ini diketahui melalui wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad yang jarak waktu antara turunnya wahyu dengan riwayat Nabi Ibrahim berjarak sekitar 2630 tahun.

Pada masa Nabi Muhammad, suku suku arab sebenarnya sudah mengenal realitas tuhan yang tertinggi bernama Allah, meskipun suku suku Arab yang tersebar di jazeerah Arabia juga mengenal nama nama tuhan lainnya.

Nabi Ibrahim berumur sekitar 14 – 15 tahun ketika mengenal Allah dan kemudian diangkat menjadi Rasul yang kemudian harus dibakar oleh Naram Sin karena mempertahankan keyakinan tahuhidnya. Peristiwa ini tidak dikenal di kitab kejadian.

Sampai umur 65 tahun Nabi Ibrahim hanya punya dua orang pengikut yaitu Sarah istrinya (nama sebelumnya adalah Sarai, nama yang mengambil dari nama istri Dewa Sin) dan Luth, keponakannya yang diambil sebagai anaknya karena bapaknya Luth yaitu Haran II yang meninggal di dalam kuil dewa Sin yang dibakar oleh Nabi Ibrahim.

Azzar (kitab kejadian menyebut Terah) ayah Ibrahim mengajak keluarganya pergi dari Ur karena kota Ur diserang dan dihancurkan oleh bangsa Gut. Bangsa Akadia mengalami bencana panjang karena berniat jahat terhadap nabi Ibrahim, yaitu terus menerus diserang oleh suku suku sekitarnya. Nabi Ibrahim diselamatkan oleh Allah dari keruntuhan kota Uruk dan hijrah menetap di kota Kharran (sekarang masuk wilayah Turki). Kota ini juga mempunyai kehidupan religius yang sama dengan di kota Ur.

Pada peristiwa di kota ini, Kitab Kejadian baru menceritakan tentang riwayat perjalanan Ibrahim yang sudah menjadi nabi namun masih bernama Abram (yang punya arti “yang mulia”).

Ibrahim, karena terus menasihati ayahnya agar merubah keyakinannya, membuat ayahnya marah dan kemudian Ibrahim diusir meninggalkan Kharran (Qs Maryam 46 – 48), menuju ke tempat yang diberkahi Allah (baitul maqdish).

Atas pengusiran itu Allah memerintahkan Nabi Ibrahim meninggalkan ayahnya dan atas perintah tersebut, Allah (akan) menganugerahi keturunan kepada Nabi Ibrahim yaitu Iskhaq dan Ya’kub dan Nabi Ibrahim akan menjadi buah tutur yang baik dan mulia (Qs Maryam 49 – 50).

Kitab Kejadian 12 : 1 – 4, mengkisahkan kejadian ini dengan menyebut perintah “untuk pergi ke negeri yang akan Aku tunjukkan (yang dimaksud Aku adalah Ellohim, sering disingkat EL)”.

EL menjanjikan kepada Abram bahwa dirinya akan menurunkan bangsa yang besar, EL memberkatinya dan menjadikannya masyhur. EL juga memberkati orang yang mengikuti (ajaran) Abram, dan mengutuk orang orang yang mengutuk Abram.

Nabi Ibrahim pergi dengan membawa istrinya, Luth serta orang orang yang telah beriman kepada Allah menuju arah barat daya, bermukim sebentar di suatu tempat yang kemudian dinamakan Haleb (nama yang diambil dari istilah kegiatan memerah susu sapi, yang sekarang dikenal dengan kota Aleppo), setelah itu kearah selatan dengan berkali kali singgah di dekat pemukiman suku suku asli keturunan Kan’an bin Ham bin Nuh, bermukim dalam beberapa bulan atau tahun, di wilayah wilayah yang saat ini masuk di wilayah Damascus, dataran tinggi Golan, sekitar sungai Yordan, Sikhem (Sechem), Betel, palestina, dan lain-lain.

Di Shikem, ketika Nabi Ibrahim tertidur di bawah pohon tarbantin (Qs At – Tin, menyebut tin), Nabi Ibrahim kembali mendapat janji tentang anugerah anak yang akan menurunkan bangsa bangsa besar. Atas hal itu, sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah, Nabi Ibrahim kemudian membuat altar (mezbah) dari batu tanpa dibentuk kemudian dijadikan pusat gerakan berputar ke kiri (bisa diterjemahkan ke atas) sebagai cara shalat.

Di setiap tempat persinggahan di dekat permukiman penduduk asli yang berada di sekitar kelompok pohon tarbantin yang disucikan oleh penduduk karena dianggap sebagai tempat bersemayamnya EL, Nabi Ibrahim kemudian berdakwah dan meluruskan cara beribadah kepada EL dengan selalu membuatkan mezbah untuk dijadikan pusat ritual shalat. Agar batu tidak disembah, kemudian batu tersebut dijadikan tempat penyembelihan dan pembakaran hewan kurban.

Gerak berputar ke kiri itu kemudian dikenal dengah thawaf. Pada saat itu, persembahan hewan kurban telah dikenal oleh penduduk setempat yang berasal dari suku suku Kan’an.

Sa’i dan sumur zam-zam

Sa’i adalah gerak bolak balik dari bukit shafa dan bukit marwa, yang gerak tersebut tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan sumur zam zam.

Suatu ketika, karena wabah yang meluas, Nabi Ibrahim, Sarah, Luth dan rombongannya terpaksa mengungsi ke Herakleopolis, Mesir. Suatu tempat yang sangat jauh karena harus ditempuh dengan jalan kaki, dengan rombongan besar lengkap dengan tanda, peralatan dapur dan kawanan besar hewan ternak.

Ketika di lokasi pengungsian; di luar kota Herakliopolis, Sarah meskipun sudah tua namun tetap cantik, telah menarik perhatian raja Mesir, Akhtoy III yang nama aslinya adalah Wankare (raja ke 3 Dinasti kesepuluh Fir’aun awal), yang kemudian memerintahkan tentaranya untuk membawa Sarah ke istana.

Ibrahim tidak melawannya untuk menyelamatkan rombongannya agar tidak dibantai oleh tentara Fir’aun, namun memberikan bekal bacaan do’a kepada Sarah.

Di istana, Akhtoy tidak mampu melaksanakan hasratnya terhadap Sarah, karena setiap mendekati Sarah, seluruh tubuhnya menjadi kejang dan sakit yang sakitnya dapat hilang karena do’a Sarah.

Akhirnya Sarah dikembalikan kepada Ibrahim, dan disertai hadiah sebagai ganti rugi berupa perhiasan, sejumlah ternak dan seorang budak perempuan bernama Hajar. Pemberian Hadiah itu dengan syarat Ibrahim, Sarah dan rombongannya harus pergi dari wilayah Mesir.

Pengusiran halus ini menunjukkan kekhawatiran Akhtoy terhadap Ibrahim yang berpotensi menjatuhkan kewibawaan raja karena tuhan Ibrahim telah mengalahkan tuhan bangsa Mesir.

Rombongan Ibrahim berada di Mesir sekitar 5 tahun, kemudian kembali di Hebron. Di dalam perjalan menuju Hebron, ketika sampai di Betel, Nabi Ibrahim berpisah dengan Luth. Luth menuju tepian sungai Yordan. Di betel ini, Nabi Ibrahim memperoleh janji lagi dari EL tentang keturunannya (Kitab Kejadian 13 : 14 – 18). Ketika sampai di Hebron, Nabi Ibrahim dapat janji lagi tentang hal serupa (Kitab Kejadian 15 : 17 – 20). Atas janji di Hebron ini nama Abram diubah menjadi Abraham (bapak bangsa bangsa) dan nama Sarai diubah menjadi Sarah.

Sarah yang tidak segera hamil kemudian memberikan Hajar kepada Ibrahim untuk diperistri namun dengan status tetap sebagai budak Sarah. Dengan status itu, anak yang nantinya lahir dari Hajar menjadi hak Sarah.

Hajar dengan segera hamil, dan kemudian menimbulkan kecemburuan Sarah, sehingga berbuat kasar terhadap Hajar. Akibatnya Hajar melarikan diri dan bermaksut kembali ke Mesir.

Sampai di suatu tempat di wilayah Negeb sekitar 120 km dari perkemahan Nabi Ibrahim, Hajar berhenti di sebuah sumur (yang diberi nama beerlahairoi) dengan menahan rasa sedih, namun kemudian di datangi malaikat yang kemudian memberi tahu bahwa “EL mendengar (IsmaEL)” keluhannya . Sangat mungkin diberi tahu tentang masa depan anaknya, sehingga Hajar bersedia kembali ke rumah Ibrahim.

Ketika Ismael telah berumur sekitar satu sampai dua tahun dan sedang lucu lucunya, hal itu membuat konflik baru. Sarah meminta Nabi Ibrahim menjauhkan Hajar dan Ismael dari rumahnya.

Ibrahim kemudian membawa Hajar dan Ismael ke suatu tempat yang sangat jauh dan bukan kearah Mesir. Akhirnya berhenti di tempat yang tidak pernah dilewati orang, yaitu di lembah kering berpasir dan berbatu dikelilingi bukit batu yang disebut Bakka (tangisan), yang jaraknya dari Hebron sekitar 700 mil atau 1200 km. Suatu jarak yang sangat jauh untuk ditempuh dengan berjalan kaki.

Setelah mendirikan tenda dan menginap beberapa saat, tiba tiba Hajar menyadari bahwa Ibrahim pergi meninggalkan dirinya dan bayinya.

Dikejarnya Ibrahim, dan kemudian Hajar bertanya “Apakah Allah memerintahkanmu berbuat demikian?”, yang diiyakan oleh Ibrahim, dan Hajar bertanya lagi “Wahai Ibrahim, kepada siapa engkau meninggalkan kami?”.

Ibrahim kemudian menjawab ” Aku menitipkanmu pada perlindungan Allah”.

Hajar menjawab “Aku ridha bersama Allah”.

Kemudian Ibrahim menjauh, dan ketika Hajar sudah tidak nampak, Ibrahim kemudian berdo’a dengan menghadap kearah Bakka yang intinya agar Bakka menjadi tempat yang aman bagi anak cucunya, dijauhkan dari berhala dan mencukupinya dengan rizki dan buah buahan. Padahal di Bakka hampir tidak ada tanaman yang bisa tumbuh (Qs Ibrahim 35 – 38).

Ketika bekal makan dan air minum yang diberi oleh Ibrahim sudah habis, dan ketika air susunya sudah tidak dapat keluar lagi, dan Ismael mulai menangis karena lapar dan haus, maka Hajar mulai kebingungan. Hajar berlari dari puncak bukit yang satu ke puncak bukit yang lain berulang ulang sambil memohon pertolongan kepada Allah, berharap ada orang lewat yang dapat memberikan pertolongan, namun tidak ada rombongan kafilah yang nampak.

Ketika tenaga sudah habis, berkali kali jatuh membuat kakinya terluka dan harapan hidup sudah habis, dilihatnya Ismael berhenti menangis dan disamping Ismael ada malaikat Jibril, dan dari dekat kaki Ismael muncul air yang memancar.

Hajar kemudian minum sepuas puasnya dan segera buah dadanya membuncah penuh air susu sehingga Ismael segera diraihnya untuk disusui. Air terus memancar meluber dengan cepat dan Hajar kemudian berkata stop berkumpullah (zam zam).

Kisah berlari beberapa kali dari satu bukit (safa) dan kebukit lainnya (marwa), dikemudian hari diperingati setiap tahun dalam bentuk ritual Sa’i.

Sa’i adalah harapan untuk hidup, dan air zam zam adalah jawaban atas peristiwa Sa’i. Dengan demikian Sa’i dan munculnya air zam zam merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan.

Pada sosok Hajar, seorang budak wanita yang tidak diketahui asal usulnya, sangat mungkin anak Wankare atau kerabat dekatnya di istana, namun mempunyai keimanan yang sangat tinggi yang tangguh terhadap cobaan. Allah telah menyiapkan rencana bagi peradaban manusia di masa datang yang jauh.

Kitab kejadian juga meyebut peristiwa kepergian Hajar dan Ismel dari Hebron ini dengan pengusiran dimana Ibrahim dengan sedih melepaskannya namun tidak mengantarkan ke suatu tempat. Kitab kejadian menyebut tempat tinggal Hajar dan Ismael adalah “padang gurun paran” (Kitab Kejadian 21 : 14 – 21).

Agak sulit dimengerti bahwa Hajar berjalan sendiri dengan membawa bayinya menempuh jarak sekitar 1200 km. Bila Hajar pergi sendiri, mengapa tidak menuju ke arah Mesir melalui jalan yang sudah dikenalnya, namun malah pergi ke wilayah yang tidak dikenalnya sama sekali.

Agak sulit pula dimengerti mengapa kitab kejadian tidak menceritakan perjalanan Ibrahim, Hajar dan Ismael ke Bakka, padahal peristiwa perjalanan dakwah Nabi Ibrahim mulai keluar dari Harran ke wilayaah suku Kanaan hingga sampai ke Mesir diceritakan dengan detil.

Sangat terasa jika terdapat ayat yang sudah diubah atau dibuang oleh tangan tangan jahil dan dzalim pada kitab bani Israil tersebut.

Lempar jumrah dan kurban

Setelah sekitar 12 tahun di Hebron, Nabi Ibrahim berangkat ke Bakka. Sampai di Bakka, Nabi Ibrahim melihat bahwa Bakka telah menjadi pemukiman kecil. Penghuni pemukiman di Bakka adalah pedagang berasal dari suku jurhum Yaman (jarhomit), dan Nabi Ibrahim menemukan tenda Hajar di dekat sumur zam zam.

Pertemuan keluarga yang tentu sangat menggembirakan setelah berpisah dalam waktu yang lama. Ismael telah berumur sekitar 14 tahun dan Ibrahim telah berumur sekitar 99 tahun.

Namun kemudian datang wahyu yang memerinta Nabi Ibrahim untuk menyembelih Ismael sebagai kurban. Dengan berat, Nabi Ibrahim menceritakan wahyu ini kepada Ismael, dan Nabi Ismael menerima dengan ikhlas dan meminta kepada ayahnya agar tidak ragu melaksanakan perintah Allah tersebut (Qs As – Saffat : 102).

Dengan umur yang masih sangat remaja, Ismael telah menunjukkan sifat ke nabiannya.

Nabi Ibrahim bersama Ismael yang menggendong kayu kemudian pergi ke bukit (Mina). Dalam perjalanan ke bukit tersebut, Nabi Ibrahim dan Ismael banyak mendapat hadangan dari setan, yang kemudian dilempari batu oleh Nabi Ibrahim dan Ismael. Peristiwa ini dikemudian hari dikenal dalam rukun haji disebut dengan nama “lempar jumrah”.

Sampai di atas bukit Mina, Nabi Ibrahim kemudian menyiapkan altar yang dikelilingi cabang pohon kering dan meletakkan Ismael dengan posisi tengkurap.

Ketika tangan Nabi Ibrahim yang memegang kampak batu mulai terayun, tiba tiba tangannya menjadi kaku dan tidak bisa digerakkan. Kemudian dilihatnya domba besar yang tanduknya tersangkut disemak semak.

Ketika Nabi Ibrahim sadar bahwa Allah telah menggantikan Ismael dengan domba, maka tangannya kemudian dapat digerakkan lagi.

Selamat sejahtera bagi Ibrahim (Qs As – Saffat 103 – 109). Nabi Ibrahim dan Nabi Ismael telah menunjukkan ketundukan total kepada Allah, sehingga mendapatkan balasan anugerah dari Allah, yang sampai saat ini diperingati sebagai ibadah penyembelihan kurban sebagai rangkaian ibadah haji.

Kitab kejadian 22 : 2 menceritakan peristiwa kurban ini dengan pelaku kurban adalah Iskhaq. Namun jika diteliti pada ayat ayat lainnya, ada ketidaksesuaian antara satu ayat dengan ayat lainnya terutama ketidaksesuaian umur Nabi Iskhak dan Nabi Ibrahim.

Tempat kurban yang disebut di tanah Moria juga tidak ditemukan dimana letaknya di Hebron. Moria juga diyakini terketak di sekitar kota Yerusalem namun tidak jelas pula tempatnya. Peristiwa kurban yang melibatkan Nabi Iskhak juga tidak memunculkan tradisi ritual ibadah tertentu yang dilaksanan setiap tahun.

Kitab kejadian menceritakah bahwa Nabi Ibrahim memberi nama tempat terjadinya peristiwa kurban dengan nama Jeruel, yang punya arti ” EL menyediakan”, dan nama itu justru cocok dengan nama Mina yang punya arti “hadiah”.

Sebagai rasa syukur atas hadiah hewan kurban, Nabi Ibrahim kemudian men “khitan” Ismael dan dirinya sendiri. Setelah sembuh, kemudian Nabi Ibrahim berdakwah kepada penduduk Bakka, dan melakukan khitan masal kepada penduduk Bakka.

Kitab kejadian juga menceritakan peristiwa khitan ini, namun dilakukan di Hebron dan yang dikhitan adalah Iskhak yang baru lahir berumur 8 hari (Kitab kejadian 21 : 1 – 7).

Dengan demikian khitan terhadap Iskak tidak menjadi satu rangkaian dengan ayat yang menceritakan peristiwa kurban dengan Iskhaq sebagai pelaku kurban. Tidak mungkin bayi dapat menggendong kayu berjalan menuju tempat pengurbanan.

Ayat tentang itu sepertinya menujukkan jika ada ayat yang digeser tempatnya dari semula, yaitu ayat untuk Ismael tetapi ditempatkan sebagai ayat untuk Ishaq.

Pembangunan Ka’bah

Setelah 6 tahun di Hebron, Nabi Ibrahim pergi lagi ke Bakka, namun tidak bertemu Ismael, dan melalui istri Ismael memberi pesan kepada Ismael dengan bahasa kiasan, agar Ismael menceraikan istrinya karena akhlaqnya tidak terpuji.

Nabi Ibrahim kemudian pulang ke Hebron, dan tidak lama kemudian kembali ke Bakka. Namun juga tidak bertemu Ismael, dan hanya ketemu istri baru Ismael, dan melalui istri baru Ismael ini, Nabi Ibrahim berpesan dengan bahasa kiasan agar tidak menceraikan istrinya karena akhlaqnya terpuji.

Baru kedatangan berikutnya, setelah pergi pulang dari Hebron ke Bakka 3 kali dalam kurun waktu 3 tahun, Nabi Ibrahim dapat bertemu Nabi Ismael dan menginap di rumah Ismael.

Nabi Ibrahim menceritakan kepada Ismael bahwa dirinya mendapat perintah dari Allah untuk meninggikan pondasi dan membersihkan bait Allah yang disebut Ka’bah, yang letaknya di dekat sumur zam zam dan dekat rumah Ismael.

Tentu Ismael dengan suka cita ikut menjalankan perintah tersebut. Setelah pembangunan Ka’bah selesai, Nabi Ibrahim berdo’a, agar nantinya di Bakka diutus seorang Rasul dari kalangan mereka (keturunan Ismael). Peristiwa ini diabadikan dalam Qs Ali – Imran 96 – 97 dan Al – Baqarah 124 – 129.

Perintah ini, dengan demikian mengungkap rahasia dan tujuan Nabi Ibrahim membawa Hajar dan bayi Ismael ke lembah Bakka yang sebelumnya tidak pernah dihuni orang. Bunyi perintah itu juga menunjukkan bahwa Ka’bah telah ada di Bakka tanpa diketahui siapa yang pertama kali membangun.

Labbaik Allahumma labaik. Labaikalla syarikalakalabbaik.

Innalkhamda wannikmata laka walmulk laa syarikalak.

Laa ilaha illaallah wahdah, wanashara ‘abdah, wa ‘azza jundah, wa khadza ahdzaba wabdah.

Kalimat ini pertama kali diajarkan Nabi Muhammad yang dikumandangkan pada peristiwa umrah qishas (umrah pembalasan) yang terjadi pada februari 629 M, atau bulan dzul qaidah 7 H, yang diikuti sekitar 2000 orang.

Disebut umrah qishas karena niat umrah pada waktu sebelumnya di hadang dan ditolak oleh kaum qurays Mekkah, yang atas penolakan tersebut menghasilkan perjanjian Hudaibiyah.

Bacaan itu selain menyatakan kesediaan hadir atas panggilan Allah untuk datang ke baitullah Ka’bah, juga mengumandangkan tentang pertolongan Allah sekaligus kehancuran bagi mereka yang memusuhi Allah.

Kalimat ini saat itu dikumandangkan dengan keras dan bersemangat berfungsi untuk menyalurkan emosi kaum muslim yang datang dari Madinah, setelah sekitar 20 tahun kaum muslim di musuhi, disiksa, ditindas, dan diperangi oleh kaum qurays Mekkah dan sekutunya.

Kalimat itu juga untuk mencegah agar kaum muslim tidak melakukan pengrusakan di Mekkah. Kalimat itu juga mewakili kemenangan perjuangan kaum muslim sehingga dapat masuk kembali ke kota Mekkah dan masuk ke area baitullah Ka’bah.

Ketika masuk Mekkah Nabi dan kaum muslim memakai kain putih sederhana tidak berjahit yang kemudian disebut baju ihram. Sampai di dekat Ka’bah, Nabi kemudian mengikat ujung ujung kainnya dan membiarkan pundak kanannya telanjang tidak tertutup kain.

Seketika kaum Muslim mengikuti perbuatan Nabi Muhammad tersebut. Nabi Muhammad turun dari untanya, kemudian menyentuh hajar aswad dan memulai thawaf yang diikuti kaum muslim. Selesai thawaf kemudian melakukan Sa’i.

Semua gerakan putaran thawaf dan Sa’i berulang sampai 7 kali. Selesai Sa’i kemudian mencukur rambut. Ibadah Umrah selesai, dan di bukit marwa Nabi mengurbankan seekor unta sedang keseluruhan unta yang dijadikan kurban berjumlah 60 ekor.

Siang harinya, Bilal naik ke atap Ka’bah dari dinding luar, kemudian meneriakkan adzan. Kaum muslim yang setelah selasai umrah dan berjalan jalan di perkampungan untuk menemui saudara dan teman, ketika mendengar adzan segera kembali ke area Ka’bah membentuk barisan melingkari Ka’bah di belakang Nabi Muhammad, menunaikan shalat nduhur.

Peristiwa yang rapi itu disaksikan oleh penduduk Mekkah, dan melihat bagaimana kaum Muslim melakukan ibadah umrahnya dengan penuh penghormatan kepada bait Allah. Sangat berbeda dengan ritual haji suku suku arab yang bermacam macam model ritual dengan gerak yang aneh aneh.

Bersamaan dengan persaksian itu justru muncul rasa damai pada penduduk Mekkah, dan kekhawatiran adanya kerusuhan ikut sirna.

Kehadiran suci di Ka’bah dengan rasa tenang dan damai (seperti kerinduan atas shekineh yang diharapkan kaum yahudi hadir di Haikal Sulaiman, Namun tidak kunjung datang). dengan demikian telah terbukti justru terjadi di Baitullah Ka’bah di Mekkah (Qs Al – Baqarah 153).

Haji adalah Arafah

Akibat pelanggaran perjanjian Hudaibiyah oleh bani Kinanah pada tahun 8 H atau 630 M, Nabi Muhammad berniat menakkukkan Mekkah. Kekuatan kaum Muslim dikerahkan semaksimal mungkin. Mekkah dikepung oleh sekitar 10.000 kekuatan kaum Muslim, sehingga akhirnya kaum qurays Mekkah menyerah.

Peristiwa ini sudah dinubuatkan oleh Nabi Musa yang termuat dalam Kitab ulangan 33 : 2, “Tuhan datang dari Sinai, dan terbit dari Seir kepada mereka, ia tampak dari pegunungan Paran, dan datang bersama puluhan ribu orang kudus, dari tangan kanannya tampak kepada mereka api (hukum) yang menyala”.

Nubuat ini sesuai peristiwanya, sulit dialamatkan pada nabi nabi lain setelah Musa. Tidak ada nabi nabi lainnya yang mengalami peristiwa seperti nubuat tersebut.

Mekkah takluk tanpa peperangan, dan Nabi masuk kota Mekkah dengan menundukkan badannya sehingga janggutnya menyentuh pelana kudanya, menghormati kota yang dijanjikan keamanannya oleh Allah (Qs At – Tin 4).

Hari itu, Nabi Muhammad melaksanakan ibadah umrah. Sambil thawaf, tongkat Nabi menjatuhkan berhala di sekeliling Ka’bah sehingga hancur. Ada sekitar 360 berhala yang di hancurkan. Usai thawaf, Nabi masuk ke dalam Ka’bah.

Berhala hubal ilah terbesar kaum qurays dikeluarkan dan dihancurkan. Gambar Maria dan Yesus serta gambar Nabi Ibrahim yang memegang dadu diturunkan dan dihancurkan.

Usai menjalankan Sa’i, semua berhala pada lintasan Sa’i diangkut, dimasukkan lubang dan dibakar. Hari itu seluruh area masjidil haram dibersihkan dari berbagai macam berhala.

Usai umrah, Nabi nemberikan kesempatan kepada penduduk Mekkah dan saudara saudaranya bertemu denganya. Penduduk Mekkah berbondong bondong antri untuk menyatakan kemuslimannya.

Setelah peristiwa umrah itu, hampir satu tahun kemudian, di Madinah pada tahun 9 H atau tahun 631 M, sejak bulan syawal, Nabi Muhammad mengumumkan akan menunaikan haji.

Utusan dikirim ke seluruh jazeerah arabia agar kaum Muslim ikut menunaikan haji. Abu Bakar dan Ali bin Abu Thalib diperintahkan lebih dahulu ke Mekkah bersama sekitar 300 orang untuk menunaikan umrah, sekaligus memberikan pengumuman sekaligus memberi waktu kepada kaum musryk untuk tidak memasuki area Masjidil Haram karena area tersebut hanya diperuntukkan bagi kaum Muslim.

Pada tanggal 20 Februari 631 M, Nabi berangkat dari Madinah memimpin rombongan haji. Kaum Muslim yang berangkat dari Madinah sekitar 30.000 orang, dan ketika sampai di Mekkah bertemu rombongan haji lainnya dari seluruh penjuru jazeerah arabia.

Usai umrah, Nabi Muhammad membawa rombongan haji menuju Arafah. Tentu semua heran kenapa Nabi membawa mereka ke Arafah. Dijelaskan oleh Nabi bahwa “Nabi Ibrahim menjadikan hari Arafah sebagai bagian terpenting dari ibadah haji”. Haji adalah Arafah.

Nabi menyampai pidatonya “Aku tinggalkan untuk kalian dua petunjuk yang jelas. Jika kalian berpegang teguh padanya maka akan terhindar dari semua kesalahan. Keduanya adalah Al Qur’an dan sunnahku.”

Pada hari itu pula, di Arafah, turun wahyu terakhir yang kemudian langsung disampaikan Nabi Muhammad kepada kaum muslim, yaitu : “Pada hari ini orang orang kafir telah putus asa untuk mengalahkan agamamu, sebab itu, janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada Ku. Pada hari ini telah aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat Ku bagimu, dan telah Aku ridla Islam sebagai agamamu (Qs Al – Maidah 3)”.

Usai menyampaikan wahyu terakhir, Nabi Muhammad kemudian bertanya dengan berteriak “Hai manusia, bukankah risalah Tuhanku telah kusampaikan kepada kalian?”. Yang kemudian dijawab serentak oleh kaum muslim “Allahumma na’am (Ya Allah, ya)”.

Usai shalat subuh, Nabi memimpin jama’ah haji menuju aqabah melakukan lempar jumrah, setelah selesai kemudian mencukur rambut dan menyembelih hewan kurban. Setelah itu dilanjutkan perjalanan ke Ka’bah untuk melakukan thawaf dan sa’i, kemudian kembali ke Mina untuk bermalam dua hari yang di hari hari itu Nabi memimpin ibadah lempar jumrah. Setelah usai di Mina kemudian kembali ke kota Mekkah.

Haji ini adalah adalah satu satunya ibadah haji yang dilakukan oleh Nabi Muhammad, yang sebelumnya Rasul tidak pernah melakukan ibadah haji, yang kemudian disebut haji wada’.

Wahyu terakhir yang turun di Arafah, juga menjadikan Islam sebagai agama yang sangat jelas kapan dan apa wahyu pertama diturunkan, serta kapan dan apa wahyu terakhir diturunkan. Setelah itu tidak ada tambahan lagi satu hurufpun dalam Al Qur’an yang terjaga keasliannya.

Islam agama penerus tauhid yang diajarkan Nabi Ibrahim, sekaligus sebagai agama penutup dan penyempurna tauhid dan risalah agama.

Banyak hal yang dapat dikaji, diperdalam, dibahas maupun diteladani dari peristiwa peristiwa yang membentuk ibadah haji, yang tidak akan habis habisnya untuk dituliskan.

Mudah mudahan artikel ini bermanfaat.@

Komentar
Loading...