Informasi Konstruktif Melindungi dan Melestarikan Seni Budaya Nusantara
REKAYOREK.ID Hari Pers Nasional (HPN) diperingati pada 9 Februari 2025 kemarin tapi maknanya masih relevan untuk sekarang dan mendatang. Yakni sebagai panduan dan garda pembangunan dalam salah satu pilar demokrasi. Karenanya sangat dibutuhkan di tengah kehidupan masyarakat sebagai kontributor pembangunan melalui dunia informasi.
Informatif yang bersifat faktual dan dalam perannya diharapkan mampu turut membentuk opini publik yang konstruktif, yang baik untuk semua. Pesan ini menjadi salah satu poin penting dalam pertemuan jagong budaya antar pelaku, pegiat dan penggerak budaya di padepokan Bimasakti Farm Claket, Pacet, Kabupaten Mojokerto pada Minggu, 9 Februari 2025.

Di bawah mendung yang menyejukkan di antara hamparan lahan hijau lahan pertanian dan peternakan di lembah gunung Welirang dan Penanggungan, sebuah diskusi di pendopo Bimasakti Farm membicarakan tentang “Penetrasi & Transformasi Seni-Budaya Tradisi ke Gen-Z”. Diskusi ini mengajak peserta mengikuti paparan Ibnu Sunanto, CEO Bimasakti Farm. Dalam upaya menjaga dan mengembangkan seni budaya memang perlu ada langkah langkah strategis, sistematis dan masif yang diestafetkan kepada generasi penerus, Gen Z, agar seni budaya bisa berjalan sesuai zaman.
Zaman sekarang adalah zaman milenial, Gen Z, maka demi budaya harus mampu masuk di dunia mereka, di cel cel mereka, kehidupan yang menjadi kepentingan mereka.
Menurut Ibnu Sunanto Gen Z identik dengan dunia industri kreatif. Secara industri maka mereka harus dapat memperoleh manfaat ekonomi dan secara kreatif mereka harus bisa menjadi estafet keberlangsungan seni budaya, sebagaimana diharapkan dalam Undang Undang Pemajuan Kebudayaan.
10 Object Pemajuan Kebudayaan (OPK) sudah menjadi target target perlindungan dan pelestarian yang tentunya harus bisa dimanfaatkan demi mendukung peningkatan kesejahteraan, khususnya untuk para Gen Z.
Karenanya para Gen Z harus menjadi pelaku pelaku industri kreatif yang berbasis seni budaya. Maka mereka dengan sendirinya akan menjadi agen agen pelestarian budaya dan sekaligus sebagai pelaku pelaku usaha.
Untuk menuju itu semua perlu dilakukan pembentukan sel sel sedini mungkin, yang kelak dapat melahirkan jabang jabang agen perlindungan dan pelestarian seni budaya yang ekonomi kreatif. Dari para stakeholder yang hadir dalam pertemuan itu, setidaknya konsepsi besar bisa bermula.
Peran Media
Adalah peran media, yang bisa dikelola oleh praktisi, pelaku, pegiat dan penggerak budaya, harus mulai bicara: menyampaikan konsep konsep, pemikiran dan program program konstruktif demi keberlangsungan peradaban bangsa.
Apalagi dengan berbagai platform media kekinian, media sosial yang keberadaannya ada di tangan tangan Gen Z, maka media sosial yang dikelola oleh pelaku dan pegiat budaya bisa lebih efektif dan tepat guna dalam syiar dan diplomasi diplomasi kebudayaan.
Karenanya pembekalan dan peningkatan kapasitas secara skill dan keterampilan serta pengetahuan terkait dengan visi kebudayaan dan misi ekonomi kreatif harus sudah mulai dikonstruksi secara strategis, sistematis dan masif.
Kita bicara Kebudayaan ini tidak bersifat lokal tapi sudah berskala nasional dan bahkan internasional.

“Coba lihat bangsa Korea sudah bisa memanfaatkan budayanya sebagai bahan yang bisa diekspor yang nilainya triliunan dolar. Siapa yang tidak kenal Drakor?”, jelas Ibnu Sunanto, CEO Bimasakti Farm yang sekaligus pegiat dan penggerak budaya asal Yogyakarta.
Untuk itu diperlukan siber siber media yang mumpuni, yang tahu persis apa yang perlu disampaikan ke publik sehingga bisa terbangun persepsi publik dan opini publik demi pembangunan bangsa ini. Bahan bahan nya tentu saja harus bersumber pada fakta fakta nyata. Fakta fakta inilah yang menjadi dasar untuk diolah menjadi alat dalam pembentukan persepsi publik.
Sel sel atau agen agen perlindungan dan pelestarian seni budaya ini bisa secara praktis dimulai dengan gerakan industri kreatif kecil, misalnya dengan membuka jaringan kedai kedai kopi. Kedainya bisa disetting bernuansa budaya atau Nusantara tetapi di setiap kedai itu secara sosial, komunal dan kultural bisa menjadi wadah “diskusi diskusi” atau cangkruan budaya sebagai langkah membuka dan penyebarluasan isu isu budaya.

“Kami bisa menampung diskusi diskusi budaya, ya setiap dua bulan sekali, di tempat ini di Bimasakti Farm”, kata Ibnu Sunanto.
Acara diskusi pada Minggu 9 Februari 2025 itu dihadiri oleh tokoh tokoh budaya, yang di antaranya adalah S. Pandji, Jito Akarmojo, DR. Sutarman, Kol (purn) Wahyu, Bondan BBJT, Supriyadi Trowulan, Ksatria Duta Nusantara Jawa Dwipa Jatim, KSBN DPW Jatim dan Puri Aksara Rajapatni Surabaya.@PAR/nng